Zakat Yang Berupa Biji-bijian Dapat Dibayarkan. Contoh buah buahan yang wajib dizakati adalah kurma dan anggur. Contoh buah buahan yang wajib dizakati adalah kurman dan anggur.

Kurma dan anggur apabila belum mencapai 5 wasak maka tidak wajib zakat sebagaimana hadist nabi muhammad S.A.W berikut ini. Pada biji-bijian maupun kurma tidak ada kewajiban zakat sebelum mencapai 5 wasak. Kadar zakat untuk zakat pertanian adalah apabila air yang diperoleh untuk pertanian tersebut dari sungai atau air hujan yang tidak membutuhkan tenaga kerja manusia maka zakatnya 10%.. Sedangkan apabila air yang diperoleh untuk pertanian tersebut bukan langsung dari sungai atau air hujan, sehingga membutuhkan tenaga kerja manusia maka zakatnya 5%. Zakat adalah mengeluarkan harta kepada orang yang berhak menerima zakat ( mustah sesuai dengan ketentuan yang sudah ada dalam syari’at islam.

Terpenuhi nisab ( kadar harta minimun yang harus ada sehingga wajiz dibayar zakat) dan haul. Sedangkan apabila air yang diperoleh untuk pertanian tersebut bukan langsung dari sungai atau air hujan, sehingga membutuhkan tenaga kerja manusia maka zakatnya 5%.

3. zakat Barang galian : contohnya gas alam, batubara dan minyak bumi . Materi tentang golongan orang yang tidak berhak menerima zakat brainly.co.id/tugas/18805817. Materi tentang cara mengoptimalkan instrumen zakat bagi perekonomian indonesia brainly.co.id/tugas/20389111.

Zakat Hasil Pertanian & Ketentuannya -

Zakat Yang Berupa Biji-bijian Dapat Dibayarkan. Zakat Hasil Pertanian & Ketentuannya -

Salah satu kewajiban umat Muslim saat Ramadhan adalah membayar zakat fitrah. Intinya, tujuan dari berzakat bukan sekedar menunaikan kewajiban, tetapi juga untuk membersihkan harta, mensucikan diri, serta berbagi dengan orang-orang yang membutuhkan. Zakat hasil pertanian merupakan salah satu jenis zakat maal, objeknya meliputi hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dll.

Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin)” (QS. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Tidak ada zakat bagi tanaman di bawah 5 wasaq.” (HR. Pertama, para ulama sepakat bahwa hasil pertanian yang wajib dizakati ada empat macam, yaitu: sya’ir (gandum kasar), hinthoh (gandum halus), kurma dan kismis (anggur kering).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka agar tidak mengambil zakat pertanian kecuali dari empat jenis tanaman: hinthah (gandum halus), sya’ir (gandum kasar), kurma, dan zabib (kismis). Dari Al Harits dari Ali, beliau mengatakan, “Zakat (pertanian) hanya untuk empat komoditi: Burr (gandum halus), jika tidak ada maka kurma, jika tidak ada kurma maka zabib (kismis), jika tidak ada zabib maka sya’ir (gandum kasar).”[HR.

Jumhur ulama berselisih pandangan mengenai ‘illah (sebab) zakat hasil pertanian. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada segala sesuatu yang ditanam baik hubub (biji-bijian), tsimar (buah-buahan) dan sayur-sayuran.

Imam Ahmad berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada tanaman yang dapat disimpan dan ditakar. Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada tanaman yang dapat disimpan. Sedangkan pendapat Abu Hanifah adalah pendapat yang lemah dengan alasan beberapa dalil berikut, dari Mu’adz, ia menulis surat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya mengenai sayur-sayuran (apakah dikenai zakat). Pendapat Imam Syafi’i lebih dicenderungi karena hadits-hadits yang telah disebutkan di atas memiliki ‘illah (sebab hukum) yang dapat ditarik di mana gandum, kurma dan kismis adalah makanan pokok di masa silam –karena menjadi suatu kebutuhan primer- dan makanan tersebut bisa disimpan.

Dalil yang mendukung pendapat jumhur adalah hadits, “Tidak ada zakat bagi tanaman di bawah 5 wasaq.”[HR. Yang paling afdhol untuk mengetahui besar sho’, setiap barang ditakar terlebih dahulu. Dari sini, jika hasil pertanian telah melampaui 1 ton (1000 kg), maka sudah terkena wajib zakat.

Kedua, jika tanaman diairi dengan air yang memerlukan biaya untuk pengairan misalnya membutuhkan pompa untuk menarik air dari sumbernya, seperti ini dikenai zakat sebesar 5%. Sedangkan tanaman yang diairi dengan mengeluarkan biaya, maka dikenai zakat 1/20 (5%).” [HR.

Contoh, hasil panen padi yang diairi dengan mengeluarkan biaya sebesar 1 ton. Zakat buah-buahan dikeluarkan setelah diperkirakan berapa takaran jika buah tersebut menjadi kering. Sebagaimana disebutkan dalam hadits, dari ‘Attab bin Asid, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menaksir anggur sebagaimana menaksir kurma. Walau hadits ini dho’if (dinilai lemah) namun telah ada hadits shahih yang disebutkan sebelumnya yang menyebutkan dengan lafazh zabib (anggur kering atau kismis) dan tamr (kurma kering).

Di antara para petani, ada yang menanami lahannya tidak dengan padi, tetapi dengan yang lainnya, misalnya durian, mangga, dukuh, cengkih, kelapa, jeruk dan lain-lain. Nisab zakatnya juga senilai dengan 653 kg beras, dibayarkan ketika panen sebesar 5%.

Zakat Biji-Bijian dan Buah-Buahan

Zakat Yang Berupa Biji-bijian Dapat Dibayarkan. Zakat Biji-Bijian dan Buah-Buahan

Jenis Biji-Bijian & Buah-Buahan yang Terkena Zakat. Tidak ada khilaf (perselisihan) di antara ulama bahwa jenis biji-bijian berupa gandum sya’ir dan gandum burr (hinthah)[1], serta jenis buah-buahan berupa kurma kering (tamr) dan kismis (zabib) terkena kewajiban zakat.

Hadits ini mengkhususkan keumuman dalil-dalil yang bersifat umum bahwa hal itu terbatas hanya pada empat jenis hasil tanaman tersebut. “Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah apa-apa yang baik dari penghasilanmu dan dari apa-apa yang Kami keluarkan untuk kalian dari bumi.” (al-Baqarah: 267).

“Tanaman yang diairi dengan air sungai dan air hujan zakatnya sepersepuluh, sedangkan tanaman yang pengairannya dengan as-saniyah[4] zakatnya seperdua puluh.” (HR. “Tidak ada zakat pada hasil tanaman yang takarannya kurang dari lima wasaq.” (HR. Ini adalah pendapat Ibnu Umar, al-Hasan al-Bashri, Ibnu Sirin, Ibnul Mubarak, Sufyan ats-Tsauri, Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam, salah satu riwayat dari Imam Ahmad, dan dipilih oleh asy-Syaukani, ash-Shanani, al-Albani, dan guru besar kami al-Wadii. Pendapat ini juga berdalilkan dengan hadits Abu Musa al-Asy’ari dan Muadz bin Jabal radhiallahu anhuma di atas, dengan pemahaman bahwa hadits ini menunjukkan pembatasan pada hasil tanaman yang sifatnya seperti empat jenis hasil tanaman tersebut, yaitu yang bersifat sebagai makanan pokok sehari-hari. Menurut pendapat ini, beras dan jagung terkena zakat. Adapun buah-buahan, dalam pandangan asy-Syafii dan Malik, tidak ada yang terkena zakat kecuali kurma kering dan kismis.

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menyatakan dalam asy-Syarhul Mumti’ (6/76) bahwa 1 sha’ Nabi shallallahu alaihi wa sallam senilai dengan 2,04 kg gandum burr berkualitas bagus. Kulit seperti ini tidak masuk dalam perhitungan nisab. Jika takaran biji jagung bersama kulitnya mencapai 300 sha’, berarti mencapai nisab dan terkena zakat. Para ulama pun mengatakan bahwa bijinya mencapai nisab jika takarannya bersama bijinya mencapai sepuluh wasaq, yaitu 600 sha’.

Jika takaran biji beras atau ‘alas bersama kulitnya mencapai 600 sha’, berarti mencapai nisab dan terkena zakat. Jadi, gandum sya’ir, gandum hinthah, dan beras (menurut pendapat yang menganggap beras terkena zakat)—misalnya—tidak disatukan dalam perhitungan nisab dan zakat. Ketika kurang dari nisab, tidak terkena zakat. Tidak ada waqas pada zakat hasil tanaman, yaitu kelebihan dari nisab yang tidak terkena zakat. Jadi cara mengeluarkan zakatnya adalah 1/10 atau 1/20 dari seluruh takaran yang ada. Hal ini merupakan waktu wajibnya zakat pada tanaman menurut pendapat yang rajih.

Namun, tidak berarti zakatnya wajib dikeluarkan saat itu, karena hal itu bukan waktu wajibnya pembayaran zakat. Jika dia menjual tanahnya bersama tanamannya sebelum waktu wajibnya zakat, dia tidak terkena kewajiban zakat dan yang terkena kewajiban zakat adalah pembelinya[6].

Hal itu tidak ada kaitannya dengan ahli zakat. Kadar (ukuran) zakat hasil tanaman yang wajib dikeluarkan telah diatur oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam beberapa hadits.

Di antaranya, hadits Ibnu Umar radhiallahu anhuma dalam Shahih al-Bukhari dan hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu dalam Shahih Muslim yang telah disebutkan di atas, hadits Ibnu Umar radhiallahu anhuma dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah dan Sunan al-Baihaqi yang telah kami sebutkan pada Syarat-Syarat Wajibnya Zakat. Pada hadits-hadits tersebut, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membagi dua kadar zakat yang wajib dikeluarkan sesuai dengan cara pengairannya.

Tanaman yang wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 1/10 dari seluruh hasil tanaman yang ada, yaitu tanaman yang diairi tanpa alat pengangkut air dan beban biaya yang besar. Tanaman yang wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 1/20 dari seluruh hasil tanaman yang ada, yaitu tanaman yang diairi dengan bantuan alat pengangkut air dan beban biaya yang besar. Hal ini disebutkan pada hadits Ibnu Umar radhiallahu anhuma dalam Shahih al-Bukhari dan hadits Jabir radhiallahu anhu dalam Shahih Muslim.

Hal ini disebutkan pada hadits Ibnu Umar radhiallahu anhuma dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah dan Sunan al-Baihaqi. “Jika air sungai mengalir melalui saluran air menuju suatu tempat yang jaraknya dekat dari tanaman dan tertampung di tempat itu, kemudian air tersebut harus diangkut ke tanaman dengan bantuan timba atau kincir air, hal ini merupakan beban biaya yang menggugurkan setengah kadar zakat yang wajib dikeluarkan (dari sepersepuluh menjadi seperdua puluh). [2] Al-Albani rahimahullah mengingatkan bahwa dalam hadits ini ada tambahan riwayat yang mungkar, yaitu lafaz الذُّرَةِ artinya ‘jagung’. Dinamakan juga dengan as-saniyah seperti pada hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu setelahnya. [4] Lihat catatan kaki sebelumnya.

Mengkaji Ulang Boleh Tidaknya Zakat Fitrah dengan Uang – STIS

Dalam hal apa yang harus dikeluarkan dalam zakat fitrah, sebagian besar masyarakat Indonesia menganut pendapat jumhur; yakni dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok beras. Ulama sepakat bahwa zakat fitrah itu pada asalnya dikeluarkan dalam bentuk komoditas makanan pokok yang ada di zaman nabi seperti gandum, kurma dan kismis, jammed yang sudah ditegaskan dalam hadits. Dalam hadits Ibnu Umar ra: “Rasullah mewajibkan zakat fitrah di bulan Ramadhan berupa satu sha’ gandum.” (Muttafaq alaih, HR Bukhari no 1432, Muslim no 984).

Dalam hadits Abu Said al-Hudri beliau berkata, “Kami mengeluarkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau satu sha’dari gandum atau satu sha’ dari jameed (makanan susu kambing yang dikeringkan) atau satu sha’dari kismis.” (Muttafaq alaihi, Bukhari no 1435, Muslim no 985). Pendapat pertama: tidak dibolehkan mengeluarkan zakat fitrah berupa uang senilai kadar zakat fitrah.

Tidak sah mengeluarkan zakat fitrah dengan lainnya. Tidak sah zakat fitrah dengan uang senilai. Jika mampu dengan komoditas itu, maka tidak boleh beralih dengan lainnya, baik dengan makanan lain atau nilai. Pendapat kedua: boleh mengeluarkan zakat fitrah berupa uang senilai dengan kadar 1 sha’ gandum jenis tertentu atau setengah sha’ untuk jenis gandum lebih baik.

Ini pendapat Hanafi. Sebenarnya, ada yang pendapat tengah-tengah yakni pendapat Ibnu Taimiyah.

Jika tidak ada kondisi yang mengharuskan maka tidak boleh dengan uang. Dalam nash ditentukan zakat fitrah dalam bentuk bahan makanan pokok mentah atau minimal semi olahan seperti tepung, maka tidak dibolehkan beralih atau menggantinya dalam bentuk lain yang senilai seperti uang atau makanan olahan lain.

Hal itu disimpulkan oleh Hanafi dalam beberapa penjelasannya dari hadits-hadits nabi yang menjelaskan bahwa zakat fitrah itu bertujuan mencukupi kebutuhan fakir miskin atau agar mereka ikut bergembira bersama umat Islam lain di hari fitri. Untuk mewujudkan tujuan itu, menurut Hanafi tidak mesti dengan bahan makanan pokok, namun bisa dengan uang.

Misalnya, Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa jika tidak ada kondisi yang mendorong untuk dibayar dengan uang, zakat fitrah tidak perlu dibayarkan dengan uang. Pendapat Jumhur.

Jumhur menjawab: jika jenis-jenis itu tidak bermaksud membatasi, maka tetap saja jenis itu diutamakan atas yang lain selama tidak ada maslahat jika dikeluarkan dalam bentuk uang yang senilai. Membayar zakat fitrah dengan uang senilai dianggap keluar dari yang ditegaskan dalam nash sehingga seperti mengeluarkan yang buruk sebagai ganti dari yang baik.

Nabi mewajibkan zakat fitrah dari berbagai jenis makan (gandum, kurma, kismis, jameed) dengan berbeda-beda nilainya, ini berarti Nabi menginginkan komoditas tersebut di dalam nash. Jika uang senilai dengan komoditas itu maka niscaya Nabi hanya menyebutkan satu jenis saja atau yang setara dengan nilai jenis lainnya. Jumhur mengiaskan jaman mereka dengan jaman Nabi dan mereka mengira bahwa komoditas-komoditas yang ditegaskan di dalam nash berbeda-beda nilainya di masa nabi juga membutuhkan nash lain yang jelas. Selain itu, klaim berbeda-beda nilai dari komoditas itu tidak bisa diterima sebab nabi membedakan komoditas-komoditas tersebut dan tidak menyamakannya. Hakikatnya yang wajib dalam zakat fitrah adalah mencukupi atau memberikan kecukupan kebutuhan fakir berdasarkan sabda Nabi shallahu alaihi wasallam, “Cukupi mereka dari meminta-minta di hari seperti ini.” (HR. Selain itu, memberikan kecukupan bisa dengan harta (uang) juga dengan makanan.

Jika dibolehkan membayar zakat dengan nilai (uang) dalam zakat komoditas-komoditas yang wajib, maka dibolehkanya dibayar dengan uang senilai dalam zakat fitrah lebih utama (pembolehannya). Tujuan syariat mengharuskan perintah di jaman nabi untuk mengeluarkan zakat berupa makanan pokok agar semua orang bisa menjalankan kewajiban itu dan tidak menyulitkan dan memberatkan.

Sementara saat itu yang paling mudah bagi setiap orang adalah dalam bentuk bahan makanan (komoditas) pokok. Dalam kurma dan gandum, beliau mewajibkan cukup dengan satu sha’dan dalam burr (gandum jenis lebih berkualitas) setengah sha’ karena harganya lebih mahal karena di Madinah saat itu stok terbatas.

Nabi shallahu alaihi wasallam mengatakan kepada kaum perempuan di hari Idul Fitri “Bersedekahlah meski dari perhiasan kalian” (HR. Berbeda dengan zaman nabi, dimana memberikan makanan di masa itu adalah lebih baik karena itu paling disukai.

Sanggahan jumhur: tidak boleh mengeluarkan zakat fitrah berupa uang senilai kadar zakat fitrah (satu sha’makanan) sebab tidak mungkin komoditas makanan itu tidak bermanfaat benar-benar bagi fakir miskin. Ibnu Taimiyah berkata: Adapun mengeluarkan zakat dengan uang senilai kadar zakat dan kaffarat – atau semisalnya – jika tidak ada alasan kebutuhan atau kemasalahatan yang pasti maka hal itu dilarang.

Macam Macam Zakat dan 8 Golongan yang Berhak Menerimanya

Zakat Yang Berupa Biji-bijian Dapat Dibayarkan. Macam Macam Zakat dan 8 Golongan yang Berhak Menerimanya

Macam-macam zakat yang bisa dilakukan oleh umat muslim ada dua yakni zakat fitrah dan zakat maal. Macam-Macam Zakat.

Zakat fitrah menjadi zakat wajib yang ditunaikan oleh seluruh umat muslim mampu. Selain zakat fitrah, ada zakat maal yang perlu ditunaikan oleh umat muslim dunia.

Pengelolaan zakat juga sudah diatur di dalam Undang-Undang yang diterbitkan tahun 1998. Zakat perdagangan atau disebut dengan zakat tijarah merupakan zakat yang berkaitan dengan komoditas perdagangan.

Misalnya Anda memiliki emas 50 gr maka zakat yang wajib dibayar adalah 2,5% dari nilai emas tersebut. Zakat ini merupakan zakat yang harus Anda bayarkan dari hasil ternak. Berikut merupakan daftar golongan orang-orang yang berhak menerima zakat. Golongan fakir sangat berhak menerima zakat.

Golongan masyarakat ini nyaris tidak mempunyai apapun sehingga dirasa tidak mampu dalam mencukupi seluruh kebutuhan utama di dalam hidupnya. Maka dari itu, golongan ini sangat berhak menerima zakat.

Golongan masyarakat miskin juga berhak menerima pemberian zakat. Golongan ibnusabil merupakan golongan yang mengalami kehabisan uang di dalam perjalanan hidupnya. Terakhir, ada golongan hamba sahaya yang membutuhkan zakat. Maka dari itu, golongan seeprti ini sangat membutuhkan zakat.

Membayar Zakat Fitrah dengan Uang, Bagaimana Hukumnya?

Zakat Yang Berupa Biji-bijian Dapat Dibayarkan. Membayar Zakat Fitrah dengan Uang, Bagaimana Hukumnya?

Dikutip dari buku Fiqih Islam Wa Adillatuhu karya Prof DR Wahbah Az Zuaili, menurut Hanafiyyah, membayar zakat fitrah dengan harganya atau uang dibolehkan. Kemudian, Malikiyah berpendapat bahwa zakat fitrah wajib dibayar dengan makanan pokok yang mayoritas dikonsumsi di suatu negeri. Terakhir, Hanabilah menetapkan zakat fitrah harus dikelurkan dalam bentuk gandum, kurma, anggur, dan keju.

Sementara itu, waktu pembayaran zakat fitrah bisa dilakukan sejak awal bulan Ramadhan sampai dengan sebelum pelaksanaan salat Idul Fitri.

Related Posts

Leave a reply