Zakat Fitrah Hukumnya Haram Jika Diberikan. Dan waktu haram adalah ketika mengakhirkan membayar zakat fitrah dari hari raya Id (setelah terbenamnya matahari) tanpa adanya udzur,” (Syekh Abu Bakar bin Sayyid Muhammad Syatha, Hasyiyah I’anah ath-Thalibin, juz 2, hal. Dalam referensi tersebut dijelaskan pula bahwa mengakhirkan zakat dari hari raya Id hukumnya haram tanpa adanya udzur. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membayar zakat fitrah setelah lebaran Idul Fitri adalah haram hukumnya dan memiliki kewajiban untuk mengqadhanya.
SEMARANGSELATAN, AYOSEMARANG.COM -- Zakat fitrah merupakan harta yang wajib dikeluarkan oleh umat muslim hingga batas waktu sebelum Salat Hari Raya Idul Fitri dilaksanakan. Mengutip dari NU.or.id, Selasa (19/5/2020), puasa yang dijalani selama Bulan Ramadan akan kurang sempurna apabila tidak ditutup dengan membayarkan zakat fitrah. Lain halnya dengan Imam Zarkasyi yang berpandangan serupa Al-Adzrai di mana keduanya mewajibkan qadha zakat fitrah segera secara mutlak (karena uzur atau tanpa uzur) dengan memandang pada kaitan zakat fitrah dan hak adami,” (Lihat Muhammad Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, cetakan ketiga, 2003 M/1424 H, juz III, halaman 111-112).
Ada beberapa waktu dan hukum dalam membayarkan zakat fitrah, antara lain waktu mubah yakni pada awal Bulan Ramadan sampai hari penghabisan Ramadan. Keempat adalah waktu makruh, setelah Salat Idul Fitri tetapi sebelum matahari terbenam pada hari Idul Fitri, dan terakhir adalah waktu haram setelah matahari terbenam pada hari raya idul Fitri.
Dari penjelasan waktu-waktu membayarkan zakat fitri tersebut, maka dianjurkan untuk melakukan pembayaran sebelum Salat Idul Fitri ditunaikan. Dalam layanan tersebut, kalian bisa menghitung besaran zakat yang dikeluarkan sesuai jenisnya.
Cara menggunakannya pun sangat mudah, cukup memasukkan besaran penghasilan dan pengeluaran maka akan muncul besaran zakat yang harus dibayarkan.
Kata Risywah menurut bahasa dalam kamus Al-Mishbahul Munir dan Kitab Al-Muhalla ibnu Hazm yaitu: “pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan kehendaknya.” Atau pengertian risywah menurut Kitab Lisanul ‘Arab dan Mu’jamul Washith yaitu: “pemberian yang diberikan kepada seseorang agar mendapatkan kepentingan tertentu“. “Dan janganlah kamu memakan harta sebagian dari kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. Dari Abdullah bin Umar ra berkata, “Rosulullah melaknat bagi penyuap dan yang menerima suap.” (HR.
Sahabat bertanya: “Wahai Rosulullah, apa barang haram yang di maksud itu?”. Dari uraian ayat-ayat dan hadits di atas, jelaslah bahwa Suap – Menyuap dalam islam merupakan perkara yang diharamkan oleh Islam, baik memberi ataupun menerimanya sama-sama diharamkan di dalam syariat.
Namun ada pengecualian yang menurut mayoritas ulama memperbolehkan penyuapan yang dilakukan oleh sesorang untuk mendapatkan haknya, karena dia dalam kondisi yang benar dan mencegah kezholiman terhadap orang lain, dalam hal ini dosanya tetap ditanggung oleh yang menerima suap. Kedua, memberikan sesuatu kepada hakim agar bisa memenagkan perkaranya, hukumnya adalah haram bagi penyuap dan yang disuap, walaupun keputusan tersebut adalah benar, karena hal itu adalah sudah menjadi tugas seorang hakim dan kewajibannya. Keempat, memberikan sesuatu kepada seseorang yang tidak bertugas di pengadilan atau instansi tertentu agar bisa menolongnya dalam mendapatkan haknya di pengadilan atau pada instansi tersebut, maka hukumnya halal bagi keduanya, baik pemberi dan penerima, karena hal tersebut sebagai upah atas tenaga dan potensi yang dikeluarkan nya. “Dan janganlah sekali-kali karena kebencianmu kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorong kamu berbuat aniaya (kepada mereka).
Lalu bagaimanakan jika pemberian hadiah atau hibah tersebut diberikan oleh seseorang kepada pejabat pemerintah atau penguasa, ataupun hakim, maka dalam hal ini Imam Bukhori meriwayatkan hadits dari Abu Humaid As-saidi dalam hadits yang masyhur dengan istilah Hadits Ibnul Utbiyah sebagai berikut:. Oleh karena itu, setiap perolehan apa saja di luar gaji dan dana resmi dan legal yang terkait dengan jabatan atau pekerjaan merupakan harta ghulul atau korupsi yang hukumnya tidak halal meskipun itu atas nama ‘hadiah’ dan tanda ‘terima kasih’ akan tetapi dalam konteks dan perspektif syariat Islam bukan merupakan hadiah tetapi dikategorikan sebagai ‘risywah’ atau syibhu risywah yaitu semi suap, atau juga risywah masturoh yaitu suap terselubung dan sebagainya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah terkait dengan orang yang bertaubat setelah mengambil harta orang lain secara tidak benar, sebagaiamna ungkapannya: “jika pemiliknya diketahui maka diserahkan kepada pemiliknya, jika tidak diketahui maka diserahkan untuk kepentingan umat islam.”.
Seorang muslim yang baik dan sholih harus berusaha untuk menjauhkan diri dari harta yang haram, tidak menerima dan tidak memakannya. Jika terpaksa dan telah menerimanya serta tidak dapat mengelak darinya maka hendaklah harta tersebut tidak dipergunakan untuk keperluan pribadi dan keluarganya khususnya terkait dengan kebutuhan makanan.
عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : يا أيها الناس إن الله عز و جل طيب لا يقبل إلا طيبا و إن الله عز و جل أمر المؤمنين بما به المرسلين فقال : يا أيها الرسل كلوا من الطيبات ، و قال : يا أيها الذين آمنوا كلوا من طيبات ما رزقناكم ، ثم ذكر الرجل يطيل السفر أشعث أغبر يمد يده إلى السماء يا رب !
Salah satunya adalah Imam Syafi'i, yang berpandangan mengeluarkan zakat bisa dilakukan sejak awal memasuki bulan ramadan. Dikutip dari NU.or.id, zakat fitrah berguna untuk mensucikan harta kita dan sebagai bentuk berbagi terhadap sesama manusia di hari raya.
Seseorang yang tidak membayar zakat fitrah hingga akhir batas waktu tanpa alasan jelas maka hukumnya adalah haram. Lain halnya dengan Imam Zarkasyi yang berpandangan serupa Al-Adzrai di mana keduanya mewajibkan qadha zakat fitrah segera secara mutlak (karena uzur atau tanpa uzur) dengan memandang pada kaitan zakat fitrah dan hak adami,” (Lihat Muhammad Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, cetakan ketiga, 2003 M/1424 H, juz III, halaman 111-112).
Dari penjelasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa menunaikan kewajiban membayar zakat fitrah diharapkan segera bisa dibayarkan.