Zakat Fitrah Berupa Uang Bolehkah. Hanya saja, Menurut 4 mahzab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali zakat fitrah di zaman Rasulullah SAW dibayar dengan gandum, beras, dan juga kurma. Sedangkan ukurannya menurut mahzab hanafi sebesar 3,8 kg dan Maliki, Syafi'i dan Hanbali sebesar 2,75 kg.
Makanan ini bisa diganti dengan pokok yang lain seperti biji-bijian dan buah. "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan miskin.
Dalam hal apa yang harus dikeluarkan dalam zakat fitrah, sebagian besar masyarakat Indonesia menganut pendapat jumhur; yakni dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok beras. Ulama sepakat bahwa zakat fitrah itu pada asalnya dikeluarkan dalam bentuk komoditas makanan pokok yang ada di zaman nabi seperti gandum, kurma dan kismis, jammed yang sudah ditegaskan dalam hadits.
Dalam hadits Ibnu Umar ra: “Rasullah mewajibkan zakat fitrah di bulan Ramadhan berupa satu sha’ gandum.” (Muttafaq alaih, HR Bukhari no 1432, Muslim no 984). Dalam hadits Abu Said al-Hudri beliau berkata, “Kami mengeluarkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau satu sha’dari gandum atau satu sha’ dari jameed (makanan susu kambing yang dikeringkan) atau satu sha’dari kismis.” (Muttafaq alaihi, Bukhari no 1435, Muslim no 985). Pendapat pertama: tidak dibolehkan mengeluarkan zakat fitrah berupa uang senilai kadar zakat fitrah. Tidak sah mengeluarkan zakat fitrah dengan lainnya.
Tidak sah zakat fitrah dengan uang senilai. Jika mampu dengan komoditas itu, maka tidak boleh beralih dengan lainnya, baik dengan makanan lain atau nilai.
Pendapat kedua: boleh mengeluarkan zakat fitrah berupa uang senilai dengan kadar 1 sha’ gandum jenis tertentu atau setengah sha’ untuk jenis gandum lebih baik. Ini pendapat Hanafi.
Sebenarnya, ada yang pendapat tengah-tengah yakni pendapat Ibnu Taimiyah. Jika tidak ada kondisi yang mengharuskan maka tidak boleh dengan uang. Dalam nash ditentukan zakat fitrah dalam bentuk bahan makanan pokok mentah atau minimal semi olahan seperti tepung, maka tidak dibolehkan beralih atau menggantinya dalam bentuk lain yang senilai seperti uang atau makanan olahan lain.
Hal itu disimpulkan oleh Hanafi dalam beberapa penjelasannya dari hadits-hadits nabi yang menjelaskan bahwa zakat fitrah itu bertujuan mencukupi kebutuhan fakir miskin atau agar mereka ikut bergembira bersama umat Islam lain di hari fitri. Untuk mewujudkan tujuan itu, menurut Hanafi tidak mesti dengan bahan makanan pokok, namun bisa dengan uang.
Misalnya, Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa jika tidak ada kondisi yang mendorong untuk dibayar dengan uang, zakat fitrah tidak perlu dibayarkan dengan uang. Pendapat Jumhur. Jumhur menjawab: jika jenis-jenis itu tidak bermaksud membatasi, maka tetap saja jenis itu diutamakan atas yang lain selama tidak ada maslahat jika dikeluarkan dalam bentuk uang yang senilai.
Membayar zakat fitrah dengan uang senilai dianggap keluar dari yang ditegaskan dalam nash sehingga seperti mengeluarkan yang buruk sebagai ganti dari yang baik. Nabi mewajibkan zakat fitrah dari berbagai jenis makan (gandum, kurma, kismis, jameed) dengan berbeda-beda nilainya, ini berarti Nabi menginginkan komoditas tersebut di dalam nash.
Jika uang senilai dengan komoditas itu maka niscaya Nabi hanya menyebutkan satu jenis saja atau yang setara dengan nilai jenis lainnya. Jumhur mengiaskan jaman mereka dengan jaman Nabi dan mereka mengira bahwa komoditas-komoditas yang ditegaskan di dalam nash berbeda-beda nilainya di masa nabi juga membutuhkan nash lain yang jelas.
Selain itu, klaim berbeda-beda nilai dari komoditas itu tidak bisa diterima sebab nabi membedakan komoditas-komoditas tersebut dan tidak menyamakannya. Hakikatnya yang wajib dalam zakat fitrah adalah mencukupi atau memberikan kecukupan kebutuhan fakir berdasarkan sabda Nabi shallahu alaihi wasallam, “Cukupi mereka dari meminta-minta di hari seperti ini.” (HR.
Selain itu, memberikan kecukupan bisa dengan harta (uang) juga dengan makanan. Jika dibolehkan membayar zakat dengan nilai (uang) dalam zakat komoditas-komoditas yang wajib, maka dibolehkanya dibayar dengan uang senilai dalam zakat fitrah lebih utama (pembolehannya). Tujuan syariat mengharuskan perintah di jaman nabi untuk mengeluarkan zakat berupa makanan pokok agar semua orang bisa menjalankan kewajiban itu dan tidak menyulitkan dan memberatkan. Sementara saat itu yang paling mudah bagi setiap orang adalah dalam bentuk bahan makanan (komoditas) pokok.
Dalam kurma dan gandum, beliau mewajibkan cukup dengan satu sha’dan dalam burr (gandum jenis lebih berkualitas) setengah sha’ karena harganya lebih mahal karena di Madinah saat itu stok terbatas. Nabi shallahu alaihi wasallam mengatakan kepada kaum perempuan di hari Idul Fitri “Bersedekahlah meski dari perhiasan kalian” (HR. Berbeda dengan zaman nabi, dimana memberikan makanan di masa itu adalah lebih baik karena itu paling disukai. Sanggahan jumhur: tidak boleh mengeluarkan zakat fitrah berupa uang senilai kadar zakat fitrah (satu sha’makanan) sebab tidak mungkin komoditas makanan itu tidak bermanfaat benar-benar bagi fakir miskin. Ibnu Taimiyah berkata: Adapun mengeluarkan zakat dengan uang senilai kadar zakat dan kaffarat – atau semisalnya – jika tidak ada alasan kebutuhan atau kemasalahatan yang pasti maka hal itu dilarang.
Apakah hal itu dibolehkan?Berikut penjelasan Ustaz Isnan Ansory (pengajar Rumah Fiqih Indonesia) dalam Bukunya "I'tikaf, Qiyam al-Lail, Shalat 'Ied dan Zakat Al-Fithr di Tengah Wabah". Suatu ketika pernah ditanyakan kepada Imam Ahmad tentang masalah ini, yaitu bolehkah Zakat Fitrah diganti dengan uang saja, maka beliau menjawab: "Aku khawatir zakatnya belum ditunaikan, lantaran menyalahi sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau pun membacakan Hadis Ibnu Umar tentang Zakat Fitrah Dari Abdullah bin Umar RA, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memfardhukan Zakat Fitrah bulan Ramadhan kepada manusia sebesar 1 shaa' kurma atau sya'ir, yaitu kepada setiap orang merdeka, budak, laki-laki dan perempuan dari orang-orang muslim. AnNisa’: 59)Lagi pula dalam urusan mengganti nilai uang atas suatu harta itu tidak boleh ditentukan secara sepihak, melainkan harus dengan keridhaan kedua belah pihak, yaitu muzakki dan mustahiq.Mazhab yang membolehkan membayar Zakat Fitrah dengan uang senilai bahan makanan pokok yang wajib dibayarkanialah Mazhab Hanafi.
Hal itu berbeda bila dibandingkan dengan nilai makanan, yang jauh lebih stabil meski zaman terus berganti.
Dari hadis di atas, dapat disimpulkan ketepatan waktu dalam membayar zakat fitrah itu sangat penting. Namun, jika dikeluarkan setelah salat Id, maka hal itu merupakan sedekah biasa, tidak dihitung sebagai zakat fitrah.
Dikutip dari Buku Saku Sukses Ibadah Ramadan terbitan LTN PBNU (2017:38-39), zakat yang dikeluarkan oleh Rasulluhoh adalah berupa gandum. Sementara berdasarkan hasil ijtihad para ulama yang dimaksud dengan zakat fitrah adalah berupa membayar makanan pokok. Pendapat kedua, dari mazhab Hanafiyah, pembayaran zakat fitrah boleh menggunakan uang dan dengan jumlah yang harus sesuai.
Selain menggunakan beras, ternyata kita juga bisa membayar zakat fitrah dengan uang dan online. Namun, akhir-akhir ini bayar zakat fitridengan uang atau pun secara online sedang hangat diperbincangkan.
Simak saja langsung penjelasannya menurut ulama ternama Ustadz Abdul Somad di bawah ini! Salah satu yang paling sering dibicarakan adalah dilarangnya membayar menggunakan uang karena hukumnya bidah.
Kekhawatiran masyarakat luas tentang metode bayar zakat pakai uang ini muncul karena Rasulullah saw. Oleh karena hal tersebut, otomatis membayar zakat Ramadan dengan uang memang terkesan bidah. Walaupun pada masanya, untuk Mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali bayar zakat disarankan mengunakan makanan pokok.
Apabila dilihat dari barang-barang di atas, berarti membayar zakat pakai beras juga bidah, dong? Itulah sebabnya sekarang kita berani membayar pakai beras, karena memang sudah menjadi barang pokok disini.
Jadi, menurut beliau, membayar zakat dengan uang atau beras sudah mengikuti ajaran Islam. Pada video berjudul Serba-serbi Zakat Fitrah, ia berkata, “…Saya tidak menyalahkan yang pakai duit, karena Mazhab Hanafi membolehkan.
Biasanya apabila melewati lembaga amil zakat, kamu akan diberikan waktu tertentu untuk mengumpulkan uang atau beras yang hendak disumbangkan. Namun, apabila kamu berencana memberikan zakat secara personal, waktunya adalah sebelum matahari tenggelam pada Hari Raya Idul Fitri, seperti sabda Rasulullah saw.
Sebagaimana hukumnya dalam ajaran Islam, memulai sesuatu dengan niat akan membuat amalan dan tindakan tersebut sah di mata Allah Swt., tidak terkecuali zakat Ramadan. (sebutkan nama anak perempuan), fardu karena Allah Ta’ala” Untuk diri sendiri dan seluruh anggota keluarga : ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَنِّيْ ﻭَﻋَﻦْ ﺟَﻤِﻴْﻊِ ﻣَﺎ ﻳَﻠْﺰَﻣُنِيْ ﻧَﻔَﻘَﺎﺗُﻬُﻢْ ﺷَﺮْﻋًﺎ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ.
“Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku dan seluruh orang yang nafkahnya menjadi tanggunganku, fardu karena Allah Ta’ala”. “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk… (sebutkan nama orang tersebut), fardu karena Allah Ta’ala”.
Untuk kamu yang tertarik atau sedang mencari harga sewa apartemen Bekasi dan wilayah sekitarnya, langsung saja kunjungi 99.co/id.
Islam telah mengatur tata cara pembayaran zakat termasuk harta apa saja yang harus dikeluarkan zakatnya. Bukan hanya itu, ajaran di Al-Quran juga telah jelas menyebutkan siapa-siapa saja yang berhak menerima pemberian zakat tersebut. Seorang penanya bernama Fauzi menanyakan, Jika zakat yang biasanya berupa uang/beras, bolehkah kalau diganti dengan sembako senilai tertentu?