Zakat Emas Perhiasan Yang Tidak Dipakai. Sebenarnya zakat perhiasan ini kurang masyhur dalam syariat jika ditilik dari sisi dalil tegas yang menjelaskan. "Apakah kamu senang jika Allah akan menggantinya dengan kalung yang terbuat dari api neraka di hari kiamat kelak? Para ulama berselisih tentang apakah hadits ini bisa menjadi hujjah (landasan hukum) atau tidak, meskipun menurut hasil kajian jarh wa al-ta’dil, sanad haditsnya dinilai sebagai shahih. Kedua, ulama yang memahami bahwa pada dasarnya beliau Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam tidak menetapkan secara mutlak hukum wajibnya zakat bagi perhiasan emas dan perak.
Alasan yang dipergunakan oleh ulama ini adalah bahwa suatu perhiasan menjadi wajib dizakati apabila terdapat unsur israf (berlebih-lebihan) dalam kadarnya. Setelah dihapus, hukum menggunakan perhiasan bagi perempuan adalah diperbolehkan, untuk itu tidak wajib zakat, karena termasuk perkara mubah.
Jawaban atas pertanyaan itu disampaikan anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) sebagai berikut:. Kewajiban tersebut sebagaimana hadis riwayat Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "Siapa saja yang memiliki emas atau perak, tapi tidak mengeluarkan zakatnya, melainkan pada hari kiamat nanti akan disepuh untuknya..." (HR Muslim). Begitu pula seluruh ulama telah konsensus (ijma) bahwa emas yang memenuhi syarat wajibnya itu wajib ditunaikan zakatnya.
Begitu pula, emas yang diguna kan kaum hawa sebagai perhiasan dalam jumlah yang berlebih-lebihan (di atas kelaziman) maka tetap wajib zakat menurut Jabir bin Abdullah, Ibnu Umar, Asma binti Abu Bakar dan Aisyah RA. Oleh karena itu, emas yang digunakan kaum hawa sebagai perhiasan dalam batas yang wajar itu tidak wajib zakat karena emas halal bagi perempuan sebagai perhiasan atau kebutuhan pribadi. Sebagai mana kaidah fikih: "Setiap sesuatu yang tidak boleh digunakan dan dijadi kan perhiasan, maka wajib dizakati.".
Menurut sebagian ulama, maqashid (tujuan) larangan setiap lakilaki menggunakan cincin emas juga larangan membuat dan memiliki alatalat hiasan dari emas tersebut adalah berlebih-lebihan dan membiarkan aset-aset yang seharusnya produktif, tetapi menjadi tidak produktif. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW; "Kembangkanlah (dagangkan lah) harta anak-anak yatim, sehingga tidak termakan oleh zakat.".
Dan Ibnu ‘Umar juga memiliki perkataan yang sama, yaitu tidak ada zakat pada perhiasan. “Siapa saja yang memiliki emas atau perak tapi tidak mengeluarkan zakatnya melainkan pada hari kiamat nanti akan disepuh untuknya lempengan dari api neraka, lalu dipanaskan dalam api neraka Jahannam, lalu disetrika dahi, rusuk dan punggungnya dengan lempengan tersebut.
Setiap kali dingin akan disepuh lagi dan disetrikakan kembali kepadanya pada hari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun. Padahal perkataan sahabat tidak bisa jadi hujjah (dalil pendukung) ketika bertentangan dengan Al Qur’an dan hadits yang shahih. Namun para ulama tidak berselisih pendapat, sampai pun ulama yang berpendapat tidak adanya zakat pada perhiasan, mereke menyatakan bahwa wajib adanya zakat pada emas dan perak yang digunakan untuk tujuan haram seperti sebagai bejana (bagi pria dan wanita) atau perhiasan emas bagi pria. Untuk memahami bahasan di atas, silakan simak tulisan berikutnya mengenai Panduan Zakat Emas dan Perak.
[3] Sebenarnya ada pendapat lain yang menyatakan bahwa zakat perhiasan dikeluarkan hanya sekali untuk selamanya. Pendapat lainnya juga menyatakan bahwa zakat perhiasan itu ada jika meminjamkannya pada orang lain. [9] Lihat bahasan dalam Jaami’ Ahkamin Nisa’, 2: 143-168, Shahih Fiqh Sunnah, 2: 23-26 dan Syarhul Mumthi’ 6: 274-295 terdapat tulisan berjudul “Risalah fii Zakatil Hulli”.
Perhitungan ini sama dengan zakat dari emas atau perak yang digunakan untuk tujuan halal.
Selain firman Allah SWT, adapula hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang memiliki emas atau perak tapi tidak mengeluarkan zakatnya melainkan pada hari kiamat nanti akan disepuh untuknya lempengan dari api neraka, lalu dipanaskan dalam api neraka Jahannam, lalu disetrika dahi, rusuk dan punggungnya dengan lempengan tersebut. Setiap kali dingin akan disepuh lagi dan disetrikakan kembali kepadanya pada hari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Apakah engkau senang kalau nantinya Allah akan memakaikan kepadamu pada hari kiamat dengan dua gelang dari api neraka.”.
Ketiga dalil terapan di atas secara spesifik menunjukkan bahwa setiap emas ataupun perak yang dibuat menjadi perhiasan, maka wajib dizakatkan. Walau misalkan berat total piring emas 100 gram, namun kandungannya 18 karat, selama harganya mencapai nisab tetap dikenakan zakat sebesar 2,5%.
Tidak ada dalil yang menyatakan wajib berzakat bagi logam mulia selain emas dan perak, namun kita bisa berkiblat pada perhitungan zakat maal. Selama hasil keuntungan yang diperoleh mencapai nisab zakat maal, yaitu seharga 85 gram emas, maka wajib ditunaikan zakatnya.
Nah, bagaimana jika perhiasan emas dipakai setiap hari, apakah juga wajib dizakati? Adapun penggunaan perhiasan emas dan perak tidak lepas dari dua keadaan :.
Keadaan Pertama : Perhiasan emas dan perak disimpan atau diperjual belikan, maka wajib dikeluarkan zakat untuknya. Imam Nawawi dalam al-Majmu' : 6/ 36 berkata :" Berkata ulama-ulama kami : jika seseorang mempunyai perhiasan (emas dan perak) yang tujuannya tidak untuk dipakai, baik itu yang haram, makruh, maupun mubah, tetapi untuk disimpan dan dimiliki, maka hukumnya menurut madzhab yang benar adalah wajib dikeluarkan zakatnya, dan ini adalah pendapat mayoritas ulama.".
Ibnu Qudamah di dalam al Mughni : 2/ 608 berkata : " Jika seorang perempuan memakai perhiasan, kemudian setelah itu berniat untuk diperjuabelikan, maka terkena kewajiban zakat setelah satu tahun, dimulai pada saat dia berniat. ". Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang hukum zakat terhadap perhiasan yang sengaja dipakai tersebut :.
Ini adalah pendapat mayoritas ulama, termasuk di dalamnya Imam Malik, Syafi'I dan Ahmad. "Tidak ada kewajiban zakat bagi seorang muslim pada hamba sahaya dan kudanya" (HR.
Begitu juga perhiasan yang dipakai sehari-hari maka tidak terkena zakat atasnya. Atsar Ibnu Umar dan Jabir bin Abdullah, bahwa beliau berdua berkata : "Tidak ada zakat dalam perhiasan" (Atsar Riwayat Abdur Razaq dan Ibnu Abi Syaibah).