Syarat Wajib Zakat Fitrah Rumaysho. Berbagai pertanyaan masuk ke meja redaksi muslim.or.id, berkaitan dengan zakat mal. Untuk melengkapi dan menyempurnakan pemahaman tentang zakat tersebut, maka berikut ini kami ringkas satu tulisan ustadz Kholid Syamhudi dari majalah As Sunnah edisi 06 tahun VII/2003M.

Makna nishab di sini adalah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh syar’i (agama) untuk menjadi pedoman menentukan kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang memilikinya, jika telah sampai ukuran tersebut. Orang yang memiliki harta dan telah mencapai nishab atau lebih, diwajibkan mengeluarkan zakat dengan dasar firman Allah,.

Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.” (Qs. Makna al afwu (dalam ayat tersebut-red), adalah harta yang telah melebihi kebutuhan. Oleh karena itu, Islam menetapkan nishab sebagai ukuran kekayaan seseorang. Harta yang akan dizakati telah berjalan selama satu tahun (haul) terhitung dari hari kepemilikan nishab dengan dalil hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian juga zakat harta karun (rikaz) yang diambil ketika menemukannya. Dalil nishab ini adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,.

“Tidak ada kewajiban atas kamu sesuatupun – yaitu dalam emas – sampai memiliki 20 dinar. Selebihnya dihitung sesuai dengan hal itu, dan tidak ada zakat pada harta, kecuali setelah satu haul.” (HR. Maka, jika telah sampai haulnya, wajib atasnya untuk mengeluarkan zakatnya, yaitu 1/40 x 87gr = 2,175 gr atau uang seharga tersebut.

Syarat wajib zakat binatang ternak sama dengan di atas, ditambah satu syarat lagi, yaitu binatanngya lebih sering digembalakan di padang rumput yang mubah daripada dicarikan makanan. Sedangkan ukuran nishab dan yang dikeluarkan zakatnya adalah sebagai berikut:. Adapun nishabnya ialah 5 wasaq, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,. “Zakat itu tidak ada yang kurang dari 5 wasaq.” (Muttafaqun ‘alaihi). Satu wasaq setara dengan 60 sha’ (menurut kesepakatan ulama, silakan lihat penjelasan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 3/364). Adapun ukuran yang dikeluarkan, bila pertanian itu didapatkan dengan cara pengairan (atau menggunakan alat penyiram tanaman), maka zakatnya sebanyak 1/20 (5%).

Misalnya: Seorang petani berhasil menuai hasil panennya sebanyak 1000 kg. Maka ukuran zakat yang dikeluarkan bila dengan pengairan (alat siram tanaman) adalah 1000 x 1/20 = 50 kg. Misalnya: Seorang pedagang menjumlah barang dagangannya pada akhir tahun dengan jumlah total sebesar Rp. Harta karun yang ditemukan, wajib dizakati secara langsung tanpa mensyaratkan nishab dan haul, berdasarkan keumuman sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:. Imam Nawawi berkata, “Menurut mazhab kami (Syafi’i), mazhab Malik, Ahmad, dan jumhur, adalah disyaratkan pada harta yang wajib dikeluarkan zakatnya – dan (dalam mengeluarkan zakatnya) berpedoman pada hitungan haul, seperti: emas, perak, dan binatang ternak- keberadaan nishab pada semua haul (selama setahun). Kemudian pada bulan Ramadhan (pada tahun itu juga) hartanya bertambah hingga mencapai nishab, maka dimulai lagi perhitungan pertama dari bulan Ramadhan tersebut.

Demikian seterusnya sampai mencapai satu tahun sempurna, lalu dikeluarkannya zakatnya. 🔍 Penyimpangan Hizbut Tahrir, Islam Rahmatan Lilalamin, Dalil Tentang Ihsan, Contoh Kemungkaran.

Syarat Wajib Dan Cara Mengeluarkan Zakat

Syarat Wajib Zakat Fitrah Rumaysho. Syarat Wajib Dan Cara Mengeluarkan Zakat

[Al Baqarah/2:110]. Kemudian dalil dari Sunnah, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata,.

Jika mereka telah mentaatimu dalam hal tersebut, maka berhati-hatilah terhadap harta-harta kesayangan mereka dan bertaqwalah dari doa-doa orang yang dizhalimi, karena tidak ada penghalang darinya dengan Allah“. Islam menjadi syarat kewajiban mengeluarkan zakat dengan dalil hadits Ibnu Abbas di atas.

Hadits ini mengemukakan kewajiban zakat, setelah mereka menerima dua kalimat syahadat dan kewajiban shalat. Hal ini tentunya menunjukkan, bahwa orang yang belum menerima Islam tidak berkewajiban mengeluarkan zakat [4].

Tidak diwajibkan zakat pada budak sahaya (orang yang tidak merdeka) atas harta yang dimilikinya, karena kepemilikannya tidak sempurna. Makna nishab disini, ialah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh syar’i (agama) untuk menjadi pedoman menentukan batas kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang memilikinya, jika telah sampai pada ukuran tersebut [7]. Orang yang memiliki harta dan telah mencapai nishab atau lebih, diwajibkan mengeluarkan zakat dengan dasar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :. [Al Baqarah/2:219].

Oleh karena itu, Islam menetapkan nishab sebagai ukuran kekayaan seseorang. Adapun syarat-syarat nishab ialah sebagai berikut:.

Harta yang akan dizakati telah berjalan selama satu tahun (haul) terhitung dari hari kepemilikan nishab [9] dengan dalil hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :. “Tidak ada zakat atas harta, kecuali yang telah melampaui satu haul (satu tahun)” [10]. Dikecualikan dari hal ini, yaitu zakat pertanian dan buah-buahan. Misalnya, jika seorang muslim memiliki 35 ekor kambing, maka ia tidak diwajibkan berzakat karena nishab bagi kambing itu 40 ekor. Nishab Emas Dan Ukuran Zakatnya. Dalil nishab ini ialah hadits Ali bin Abi Thalib, beliau berkata: Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Tidak ada kewajiban atas kamu sesuatupun – yaitu dalam emas- sampai memiliki 20 dinar. Jika telah memiliki 20 dinar dan telah berlalu satu haul, maka terdapat padanya (zakat) 1/2 dinar. Selebihnya dihitung sesuai dengan hal itu, dan tidak ada di harta zakat, kecuali setelah satu haul” [14]. Dan kalau lebih dari nishab dan belum sampai pada ukuran kelipatannya, maka diambil dan diikutkan dengan nishab yang awal. “Dan dalam zakat kambing yang digembalakan diluar; kalau sampai 40 ekor sampai 120 ekor …” [15]. Sedangkan ukuran nishab dan yang dikeluarkan zakatnya ialah sebagai berikut:.

Nishab onta ialah 5 ekor. Bintu makhad ialah onta yang telah berusia satu tahun.

Nishab sapi ialah 30 ekor. Apabila kurang dari 30 ekor, maka tidak ada zakatnya. Setiap 30 ekor sapi zakatnya ialah satu ekor tabi’ dan setiap 40 ekor sapi, zakatnya ialah satu ekor musinnah. Nishab kambing ialah 40 ekor.

“Ini adalah kewajiban zakat yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas kaum muslimin dan yang diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui RasulNya: Dalam setiap 24 ekor onta dan yang kurang dari itu (zakatnya) kambing; pada setiap 5 ekor (onta), (zakatnya) satu kambing. Kalau telah sampai 25 ekor sampai 35 ekor, maka ada (zakat) binti makhad (onta perempuan yang berusia satu tahun); jika tidak ada, (maka) boleh dengan ibnu labun (onta laki-laki yang berusia dua tahun). Kalau sampai 76 hingga 90 ekor, terdapat 2 bintu labun. Kalau sampai 91 hingga 120 ekor, terdapat 2 hiqqah. Dan barangsiapa yang memiliki kurang dari 4 ekor onta, maka tidak ada zakatnya kecuali kalau pemiliknya menghendaki. Dan dalam zakat kambing yang digembalakan diluar; kalau sampai 40 ekor hingga 120 ekor ada satu ekor kambing.

Dan jika lebih dari 120 sampai 200 ekor, ada 2 ekor. Jika lebih dari 200 sampai 300 ekor, (maka) ada 3 ekor dan kalau lebih dari 300 ekor, maka setiap 100 ekor ada satu ekor kambing.

[Al An’am/6 :141]. Adapun nishabnya ialah 5 wasaq, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :. Nishab Zakat Barang Dagangan Dan Ukuran Zakatnya.

Menurut pendapat yang mewajibkan zakat perdagangan, nishab dan ukuran zakatnya sama dengan nishab dan ukuran zakat emas. Adapun syarat-syarat mengeluarkan zakat perdagangan, sama dengan syarat-syarat yang ada pada zakat yang lain, dan ditambah dengan tiga syarat lainnya,yaitu:.

Misalnya: Seorang pedagang menjumlah barang dagangannya pada akhir tahun dengan jumlah total sebesar Rp 200.000.000,- dan laba bersih sebesar Rp 50.000.000,- Sementara itu, ia memiliki hutang sebanyak Rp 100.000.000,- Maka perhitungannya sebagai berikut:. Nishab Zakat Harta Karun Dan Ukuran Zakatnya.

Al Imam An Nawawi berkata,“Menurut mazdhab kami (Syafi’i), mazdhab Malik, Ahmad, dan jumhur, adalah disyaratkan pada harta yang wajib dikeluarkan zakatnya –dan (dalam mengeluarkan zakatnya) berpedoman pada hitungan haul, seperti: emas, perak dan binatang ternak– keberadaan nishab pada semua haul (selama setahun). Lihat Al Mughni, karya Ibnu Al Qudamah 4/5. Lihat Al Wajiz Fi Fiqhi Al Sunnah Wa Al Kitabi Al Aziz, karya Abdul’azhim bin Badawi, hal.

212 dan Al Zakat Wa Tanmiyat Al Mujtama’, karya Al Sayyid Ahmad Al Makhzanji, hal. Lihat Al Zakat Wa Tanmiyat Al Mujtama’, karya Al Sayyid Ahmad Al Makhzanji, hal. Lihat Al Zakat Wa Tanmiyat Al Mujtama’, karya Al Sayyid Ahmad Al Makhzanji, hal.

1793, dari periwayatan Anas bin Malik oleh Al Daraquthni dalam Sunan-nya no. Dalam Syarh Al Mumti’ 6/103. Hadits Ali bin Abi Thalib ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya no.1573 dan Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 4/95. Menurut hitungan Syaikh Abdullah bin Sulaiman Alimani’ dalam makalah beliau yang berjudul Bahtsun Fi Tahwili Al Mawaziin Wa Al Makayil Al Syari’ah Ila Al Maqadir Al Mu’ashir, dalam Majalah Buhuts Al Islami Edisi 59, hal.

Menurut perhitungan beliau, nishab zakat pertanian dan buah-buahan ialah 300 x 2,175 = 652,5 kg. Lihat Al Wajiz Fi Fiqhi Al Sunnah Wa Al Kitabi Al Aziz, hal.

Tuntunan Zakat Fithri

Syarat Wajib Zakat Fitrah Rumaysho. Tuntunan Zakat Fithri

Islam adalah agama agung yang telah diridhai oleh Allah Azza wa Jalla untuk manusia. Dengan rahmatNya, Allah telah menetapkan dua hari raya bagi umat ini setiap tahunnya.

Karena di dalam melakukan ibadah puasa, seorang muslim sering melakukan perkara yang dapat mengurangi nilai puasa, maka dengan hikmahNya, Allah Azza wa Jalla mensyari’atkan zakat fithri untuk lebih menyempurnakan puasanya. Oleh karena itulah, sangat penting bagi kita untuk memahami hukum-hukum yang berkaitan dengan zakat fithri.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan hikmah zakat fithri, sebagaimana tersebut di dalam hadits :. “Dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fithri untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkara sia-sia dan perkataan keji, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa menunaikannya sebelum shalat (‘Id), maka itu adalah zakat yang diterima.

Dan barangsiapa menunaikannya setelah shalat (‘Id), maka itu adalah satu shadaqah dari shadaqah-shadaqah“. Sebagian ulama beranggapan, kewajiban zakat fithri telah mansukh, tetapi dalil yang mereka gunakan tidak shahih dan sharih (jelas). Imam Ibnul Mundzir rahimahullah mengutip adanya Ijma’ ulama tentang kewajiban zakat fithri ini. Beliau rahimahullah berkata,”Telah bersepakat semua ahli ilmu yang kami menghafal darinya bahwa shadaqah fithri wajib[4]. Maka kemudian menjadi sebuah ketetapan bahwa zakat fithri hukumnya wajib, tidak mansukh. Zakat fithri wajib bagi setiap muslim, kaya atau miskin, yang mampu menunaikannya.

Dan beliau memerintahkan agar zakat fithri itu ditunaikan sebelum keluarnya orang-orang menuju shalat (‘Id)“[5]. Sedangkan syarat kemampuan, karena Allah Azza wa Jalla tidaklah membebani hambaNya kecuali sesuai dengan kemampuannya. Adapun Hanafiyah berpendapat, ukuran kemampuan itu ialah, memiliki nishab zakat uang atau senilai dengannya dan lebih dari kebutuhan tempat tinggalnya.

Para ulama berbeda pendapat tentang janin, apakah orang tuanya juga wajib mengeluarkan zakat fithri baginya? Adapun janin, menurut bahasa dan kebiasaan (istilah), tidak dinamakan anak kecil”.

Dan disukai mengeluarkan zakat fithri bagi janin yang berada di dalam perut ibunya”. Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah berkata : “Yang nampak bagiku, jika kita mengatakan disukai mengeluarkan zakat fithri bagi janin, maka zakat itu hanyalah dikeluarkan bagi janin yang telah ditiupkan ruh padanya.

Para ulama berbeda pendapat, apakah setiap orang wajib membayar zakat fithri dari dirinya sendiri, sehingga seorang isteri juga wajib membayar zakat bagi dirinya sendiri, atau seorang suami menanggung seluruh anggota keluarganya? Suami wajib membayar zakat fithri bagi dirinya dan orang-orang yang dia tanggung.

Dengan dalil, bahwa suami wajib menanggung nafkah isteri dan keluarganya, maka dia juga membayarkan zakat fithri untuk mereka. Sebagian ulama (Abu Hanifah, Sufyan ats Tsauri, Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm, Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin) berpendapat, seorang isteri membayar zakat fithri sendiri, dengan dalil:. Tetapi pendapat ini dibantah : Bahwa disebutkan “wanita”, tidak berarti dia wajib membayar zakat fithrah bagi dirinya. Karena di dalam hadits itu, juga disebutkan budak dan anak kecil.

Dalam masalah ini sudah dimaklumi, jika keduanya ditanggung oleh tuannya dan orang tuanya. Demikian juga para sahabat membayar zakat fithri untuk janin di dalam perut ibunya. Jika penduduk suatu kota menggunakan salah satu dari jenis ini sebagai makanan pokok, maka tidak diragukan, mereka boleh mengeluarkan zakat fithri dari (jenis) makanan pokok (tersebut). (Dalam permasalahan ini), telah masyhur dikenal terjadinya perselisihan, dan keduanya diriwayatkan dari Imam Ahmad :. Tidak mengeluarkan (untuk zakat fithri) kecuali (dengan jenis) yang disebutkan di dalam hadits. Mengeluarkan makanan pokoknya walaupun tidak termasuk dari jenis-jenis ini (yang disebutkan di dalam hadits).

Karena yang asal, dalam semua shadaqah adalah, diwajibkan untuk menolong orang-orang miskin, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Dari Abu Sa’id Radhiyalahu ‘anhu, dia berkata : “Kami dahulu di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari fithri mengeluarkan satu sha’ makanan”. Abu Sa’id berkata,”Makanan kami dahulu adalah gandum, anggur kering, keju, dan kurma kering.” [HR Bukhari, no.

“Abdullah bin Tsa’labah bin Shu’air al ‘Udzri berkata : Dua hari sebelum (‘Idul) fithri, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah kepada orang banyak, Beliau bersabda: “Tunaikan satu sha’ burr atau qumh (gandum jenis yang bagus) untuk dua orang, atau satu sha’ kurma kering, atau satu sha’ sya’ir (gandum jenis biasa), atas setiap satu orang merdeka, budak, anak kecil, dan orang tua “[17]. Syaikh al ‘Utsaimin rahimahullah berkata,”Para ulama telah mencoba dengan gandum yang bagus.

Telah dijelaskan, zakat fithri dikeluarkan dalam wujud makanan pokok ditempat orang yang berzakat tersebut tinggal. Imam Nawawi rahimahullah berkata : “Kebanyakan ahli fiqih tidak membolehkan mengeluarkan dengan nilai, tetapi Abu Hanifah membolehkannya”. Syaikh Abdul ‘Azhim al Badawi berkata: “Pendapat Abu Hanifah rahimahullah ini tertolak karena sesungguhnya وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا “Dan tidaklah Tuhanmu lupa” – Maryam/19 ayat 64-, maka seandainya nilai itu mencukupi, tentu telah dijelaskan oleh Allah dan RasulNya. Syaikh Abu Bakar Jabir al Jazairi berkata,”Zakat fithri wajib dikeluarkan dari jenis-jenis makanan (pokok, Pen), dan tidak menggantinya dengan uang, kecuali karena darurat (terpaksa).

Karena, tidak ada dalil (yang menunjukkan) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggantikan zakat fithri dengan uang. Bahkan juga tidak dinukilkan walaupun dari para sahabat, mengeluarkannya dengan uang” [19]. Maksudnya, yaitu waktu jika seorang bayi dilahirkan, atau seseorang masuk Islam sesudahnya, maka tidak wajib membayar zakat fithri.

Dan jika seseorang mati sebelumnya, maka tidak wajib membayar zakat fithri. Jumhur ulama berpendapat, waktu wajib membayarnya adalah, tenggelamnya matahari pada hari terakhir bulan Ramadhan. Maksudnya adalah, waktu terbaik untuk membayar zakat fithri, yaitu fajar hari ‘Id, dengan kesepakatan empat madzhab. “Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fithri untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkara sia-sia dan perkataan keji, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa menunaikannya sebelum shalat (‘Id), maka itu adalah zakat yang diterima. Dan barangsiapa menunaikannya setelah shalat (‘Id), maka itu adalah satu shadaqah dari shadaqah-shadaqah“.

Pendapat terakhir inilah yang pantas dipegangi, karena sesuai dengan perbuatan Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma, sedangkan beliau adalah termasuk sahabat yang meriwayatkan kewajiban zakat fithri dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallm. Seperti sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘Barangsiapa membayarnya sebelum shalat, maka itu merupakan zakat yang diterima,’ dan perkataan Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan zakat fithri.

Tetapi sepantasnya didahulukan orang-orang faqir, karena perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mencukupi mereka pada hari (raya) tersebut. Malikiyah berpendapat, shadaqah fithri diberikan kepada orang merdeka, muslim, yang faqir.

Adapun selainnya, (seperti) orang yang mengurusinya, atau menjaganya, maka tidak diberi. Termasuk Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu adanya orang-orang yang mengurusi zakat fithri. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mewakilkan Abu Hurairah menjaga zakat fithri.

Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma biasa memberikan zakat fithri kepada orang-orang yang menerimanya [HR Bukhari, no. Tetapi mereka tidak mendapatkan bagian zakat fithri dengan sebab mengurus ini, kecuali sebagai orang miskin, sebagaimana telah kami jelaskan di atas. Syarhul Mumti’, 6/155-156, Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin, Penerbit Muassasah Aasaam, Cet. [11] Riwayat Ibnu Abi Syaibah, 3/419; dan ‘Abdullah bin Ahmad dalam al Masail, no 644.

Juga diriwayatkan oleh al Baihaqi (4/161) dengan sanad lain dari Ali, tetapi sanadnya munqathi’ (terputus). Hadits ini juga memiliki jalan yang lain mauquf (berhenti) pada Ibnu ‘Umar (yakni ucapan sahabat, bukan sabda Nabi, Pen) diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam kitab al Mushannaf (4/37) dengan sanad yang shahih. (Lihat catatan kaki kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam fii Ramadhan, hlm.

Juga memiliki penguat pada riwayat Daruquthni, 2/151 dari Jabir dengan sanad shahih. Lihat catatan kaki kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam fii Ramadhan, hlm. Penerbit Makatabatul ‘Ulum wal Hikam & Darul Hadits, tanpa tahun; Taisirul Fiqh, 74.

Safinatun Najah: Cara Bayar Zakat dan Harta yang Wajib Dizakati

Syarat Wajib Zakat Fitrah Rumaysho. Safinatun Najah: Cara Bayar Zakat dan Harta yang Wajib Dizakati

Kali ini kelanjutan dari bahasan Safinatun Najah sangat manfaat sekali untuk memahami bagaimana seorang muslim harusnya membayar zakat, dan masih banyak yang belum menyadari hal ini padahal kalau dari segi syarat wajib zakat, ia sudah terkena kewajiban. Dalil yang menunjukkan wajibnya zakat dari Al-Qur’an di antaranya firman Allah Ta’ala,. Begitu pula dalam hadits ditunjukkan mengenai wajibnya melalui hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,.

“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya; menegakkan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji; dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Nishab adalah kadar minimal suatu harta terkena zakat maal.

Nishab ini berbeda-beda tergantung harta yang dikeluarkan zakatnya. Harta yang dikeluarkan zakat adalah harta tertentu yaitu: (1) hewan ternak (unta, sapi, dan kambing), (2) hasil pertanian (makanan pokok dan buah-buahan tertentu), (3) mata uang (emas, perak, uang kertas), (4) barang dagangan, (5) barang tambang dan rikaz (harta karun) yang berupa emas dan perak. “Dan tidak ada zakat pada harta hingga mencapai haul.” (HR. Dan syarat ini juga terkait dengan haknya orang miskin.” (Al-Mu’tamad fi Al-Fiqh Asy-Syafi’i, 2:21) Dalam Al-Majmu’ (5:328), Imam Nawawi rahimahulahberkata, “Harta zakat itu ada dua macam: (1) harta yang tumbuh dengan sendirinya yaitu harta hasil pertanian, ketika hasil tersebut ada, maka ada zakat; (2) harta yang disiapkan untuk berkembang, seperti emas, perak, barang dagangan, hewan ternak, maka untuk zakatnya ketika telah mencapai nishab harus memperhatikan haul.

“Tidak ada zakat jika emas kurang dari 20 mitsqol dan tidak ada zakat jika kurang dari 200 dirham.” (HR. Dalam Al-Fiqh Al-Manhaji ‘ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i (1:291) disebutkan bahwa yang hati-hati dalam beragama adalah mempertimbangkan mana yang lebih maslahat untuk orang fakir.

Jika sudah mencapai nishab perak, maka hendaklah zakat mata uang ditunaikan. Imam Bukhari memberi judul bab dalam kitab Zakat dalam kitab shahihnya sebagaimana berikut ini, “Bab: Zakat hasil usaha dan tijaroh (perdagangan)” , setelah itu beliau rahimahullah membawakan ayat di atas.

Nishab zakat barang dagangan = mana yang duluan tercapai antara nishab emas atau perak Kadar zakat mata uang kertas = 1/40 = 2,5%. Ada dua syarat penting untuk wajibnya zakat hewan ternak:.

Nishab unta = 5 ekor Nishab sapi = 30 ekor Nishab kambing = 40 ekor Yang dikeluarkan zakatnya punya ketentuan sebagai berikut. Kadar wajib zakat pada unta. Kadar wajib zakat pada sapi.

Dalil dalam hal ini adalah,. “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Hadits ini dinilai sahih oleh Syaikh Al-Albani). Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,. Zakat yang dimaksud adalah zakat pada emas dan perak yang keluar dari dalam bumi.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,. “Barang tambang (ma’din) adalah harta yang tidak ada ganti rugi jika ada yang meninggal dunia karena menggalinya dan harta karun (rikaz) ada kewajiban sebesar 1/5 (20%).” (HR.

1710) Nishab ma’din sama dengan nishab emas atau perak, namun tidak disyaratkan haul, jadi dikeluarkan zakat dengan segera. Kadar zakatnya adalah 1/40 atau 2,5%.

Kadar zakatnya adalah 1/5 atau 20%. Jika seorang muslim sudah terpenuhi kewajiban membayar zakat, dan itu sudah berlalu beberapa tahun, maka tahun-tahun sebelumnya tetap dihitung untuk dikeluarkan zakat, terserah ketika itu ia ketahui ilmunya ataukah tidak, terserah pula ia berada di negeri kafir ataukah di negeri muslim.

Jika ada kewajiban zakat, dan ia mampu menunaikannya, kemudian meninggal dunia sebelum membayarkan zakat tadi, maka kewajiban zakat tidaklah gugur karena kematian, ia tetap masih harus mengeluarkannya. Penunaian zakat tersebut ditunaikan dari harta peninggalannya karena zakat tersebut adalah hak harta yang harus ditunaikan ketika hidup. Jika ada utang zakat bersamaan dengan itu ada pula utang kepada yang lain, sedangkan harta tidak cukup untuk melunasi semuanya, maka didahulukan menunaikan zakat dari utang kepada Allah lebih berhak ditunaikan.

Karena diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,.

Related Posts

Leave a reply