Nisab Dan Kadar Zakat Mal. Pertanyaan itu banyak mengemuka seiring dengan rencana pemerintah yang akan memungut zakat aparatus sipil negara (ASN). Seorang profesional seperti dokter, pengacara, dan konsultan menjadi wajib zakat apabila pendapatannya mencapai nisab. Ada perbedaan pendapat di antara para ulama terkait nisab, tarif, dan waktu zakat profesi. Pertama, nisab zakat profesi adalah sebesar 85 gram emas (kira-kira senilai Rp 46,75 juta per tahun jika harga emas per gram nya Rp 550 ribu) dengan tarif sebesar 2,5 persen dikeluarkan setiap tahun atau pada saat pendapatannya mencapai nisab. Hal ini sebagaimana fatwa MUI yang menyebutkan "Semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nisab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram. Jika dianalogikan dengan zakat pertanian, itu akan memberatkan muzaki (donatur) karena tarifnya adalah lima persen.
Dengan analogi tersebut, nisab zakat profesi adalah senilai 653 kg beras dan dikeluarkan setiap bulan (saat mendapatkan penghasilan) sebesar 2,5 persen. Kemiripian itu karena baik petani maupun tenaga profesional mengeluarkan zakatnya setiap kali panen atau mendapatkan upah. Oleh karena itu, para sahabat, tabiin, serta ulama Hanafiyah, Maliki yah, Syafi'iyah, dan Hanabilah berbeda pendapat tentang syarat haul dalam zakat profesi.
Berdasarkan keterangan di atas, seorang profesional menunaikan zakatnya jika pendapatannya minimal lima wasaq atau 653 kg beras (kirakira senilai Rp6,53 juta) dengan tarif sebesar 2,5 persen dan dikeluarkan setiap kali menerima gaji.
Dikutip dari buku Fiqih Sunnah 2 karya Sayyid Sabiq, berikut daftar harta dengan zakat yang wajib dikeluarkan. Nisab emas dan kadar wajib zakatnya ketika mencapai dua puluh dinar (sekitar Rp 958 ribu). Sementara itu, nisab perak ketika mencapai dua ratus dirham (setara Rp 784,9 ribu) wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 persen. Cek wajib dikeluarkan zakatnya ketika telah mencapai nisab yaitu 27 Riyal Mesir karena seseorang dapat mencairkannya menjadi uang dengan cepat.
Para ulama telah sepakat bahwa intan, mutiara, yaqut, permata dan batu berlian tidak wajib dizakati, kecuali jika dijadikan barang perniagaan. Abu Hanifah berpendapat bahwa maskawin perempuan tidak wajib dikeluarkan zakatnya, kecuali telah diterima olehnya.
Sebab maskawin merupakan ganti atau imbalan dari selain harta sehingga tidak ada kewajiban zakat di dalamnya sebelum diterima, seperti utang kitabah (utang seorang budak yang harus ia bayar pada tuannya agar ia bisa merdeka). Ulama Syafi'i berpendapat bahwa perempuan wajib menzakati maskawinnya ketika telah mencapai haul walaupun belum ada dukhul (hubungan intim).
Contoh: Harga beras di pasar rata-rata Rp10.000,- per liter, maka zakat fitrah yang harus dibayar per orang sebesar Rp35.000,-. Jika dihitung dari segi berat, maka Zakat Fitrah per orang = 2,5 kg x harga beras di pasaran per kilogram.
Contoh pengeluaran yang bukan keperluan asasi: kursus atau les tambahan, membeli TV baru padahal TV lama masih bagus, jalan-jalan ke luar kota dan makan di luar bersama keluarga, membeli hadiah untuk acara pernikahan, dan keperluan tidak penting lainnya. Misalnya: Seorang pedagang menjumlah barang dagangannya pada akhir tahun dengan total Rp200.000.000,-, laba bersih Rp50.000.000,-, dan memiliki hutang Rp.
Maka, mulailah sadarkan diri untuk berzakat agar harta yang dimiliki menjadi bersih dan hidup penuh dengan keberkahan.