Membayar Zakat Untuk Orang Yang Sudah Meninggal. Ustaz, bolehkah kita mengeluarkan zakat atau infak untuk orang yang sudah meninggal? Misalnya, seorang anak ingin mengelarkan zakat untuk ibunya yang sudah meninggal.
Terkait pertanyaan ini, ada sebuah hadis Nabi Muhammad SAW yang menegaskan bahwa, “Begitu seorang anak Adam wafat maka akan putus (berakhirlah) semua amal perbuatannya. Senafas dengan hadis di atas, tanpa ada maksud menafikan, tetap ada pendapat yang membolehkan berinfak (tidak dalam hal berzakat) dengan mengatasnamakan orang lain yang sudah tiada (wafat) maka mengeluarkan infak dan terutama zakat atas nama orang yang sudah wafat pada dasarnya tidak perlu. Kecuali untuk membayarkan zakat harta si mayit, misalnya, orang tua Anda yang selagi masih hidupnya belum/tidak mem bayarkan zakat atas harta yang dimilikinya tersebut. Apabila orang yang telah wafat itu dahulu (selagi masih hidup) sudah menzakati harta yang dimilikinya dan kini harta itu sudah beralih kepada Anda (sebagai ahli waris), maka yang berkewajiban membayar zakat tersebut adalah Anda sendiri, bukan atas nama almarhumah ibu Anda yang telah wafat itu. Dengan cara demikian, insya Allah kalau tidak boleh dikatakan pasti, dengan pengeluaran zakat yang Anda lakukan atas nama Anda sendiri tersebut, ibu Anda yang sudah tiada tetap dengan sendirinya akan mendapat pahala dari perilaku Anda. Hal itu mengingat perilaku Anda dalam hal ini pembayaran zakat, selain terjadi berkat pendidikan almarhumah ibunda Anda, juga mengingat minimal sebagian dari harta yang Anda zakati itu sendiri berasal usul dari ibunda Anda.
Masih ada hal lain yang penting dicatatkan di sini, jadilah Anda (Heriyanto) anak saleh yang terus mendoakan ibunda Anda, terutama sehabis shalat dengan doa. “Rabbigh-firli wa-liwalidayya warhamhuma kama rabbayani shaghira (Ya Allah, ampunilah (dosa)-ku dan (dosa) kedua ibubapakku, dan rahmatilah keduanya sebagaimana mereka menyayangi aku (terutama) di waktu kecil.” Demikian jawabannya Heryanto, semoga jawaban yang singkat ini bisa bermanfaat.
“Dan wajib zakat fitrah dengan beberapa syarat padanya yaitu mendapatkan waktu wajib. Bahwa ia hidup dengan sifat-sifat yang mendatang ketika masuk matahari malam Id, dengan didapatkannya akhir bagian daripada Ramadhan, dan awal bagian dari Syawal, karena tersandar kedua masa itulah pengertian al-fitri yang tersebut dalam hadits. Serta kewajiban itu karena puasa dan berbuka. Maka dalam tiap satu dari keduanya masuk padanya.
Maka disandarkan kewajiban itu kepada keduanya, tidak kepada salah satu dari keduanya, agar tidak melazimkan tahakkum. Tahakkum adalah menghukumkan sesuatu tanpa dasar.”.
Namun bagaimana jika ia tidak berzakat hingga meninggal, apakah zakatnya wajib dibayarkan? Jika wajib, dari mana harta untuk membayarkan zakat orang yang telah meninggal? Jika ia memiliki harta peninggalan, maka sebelum harta tersebut dibagi oleh ahli waris, maka ahli waris wajib membayarkan zakat terlebih dahulu sesuai zakat yang ditinggalkan olehnya.
ومن وجبت عليه الزكاة وتمكن من أدائها فلم يفعل حتى مات وجب قضاء ذلك من تركته لأنه حق مال لزمه في حال الحياة فلم يسقط بالموت كدين الآدمي. Dalam kitab Al-Majmu, Imam Nawawi menegaskan bahwa kewajiban mengqadha atau membayarkan zakat sudah disepakati oleh kebanyakan ulama. Barangsiapa wajib baginya mengeluarkan zakat dan memungkinkan untuk mengeluarkannya kemudian ia mati sebelum melakukannya, maka ia telah berbuat maksiat dan wajib dikeluarkan dari harta peninggalannya, menurut kami (ulama Syafiiyah) tanpa ada perbedaan pendapat.