Makalah Pelaksanaan Zakat Di Indonesia. Pengelolaan zakat yang profesional, di harapkan pendistribusiannya lebih produktif, pemberian pinjaman modal misalnya, dalam rangaka peningkatan prekonomia masyarakat. Apalagi, hal itu didukung oleh janji komisi tersebut yang akan menuntaskan amandemen UU Zakat pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010. Pada tahap awal perkembangan zakat, hal tersebut dapat dipahami, mengingat inisiator yang menggerakkan dunia perzakatan selama ini adalah masyarakat.

Bahkan dalam forum National Summit yang dilaksanakan pada 29-31 Oktober 2009 lalu, isu zakat sama sekali tidak dibahas. Kedua, zakat masih dianggap belum terlalu penting untuk dimasukkan sebagai bagian dari kebijakan utama ekonomi nasional. Ketiga, sebagian penguasa melihat zakat dan instrumen ekonomi syariah lainnya masih dari perspektif ideologis religius semata, sehingga dianggap berpotensi mengancam prinsip kebhinekaan bangsa Indonesia, sebagaimana yang pernah terjadi dalam pembahasan RUU SBSN dan Perbankan Syariah pada 2008 di mana sekelompok kecil politisi menolak kedua RUU tersebut karena dianggap bertentangan dengan kemajemukan bangsa.

Memang jika melihat sejarah Islam, jatuh bangunnya pengelolaan zakat sangat dipengaruhi oleh kondisi dan keputusan politik penguasa. Karakter politik inilah yang kemudian menjadikan instrumen zakat sebagai bagian fundamental dari sistem keuangan publik Islam. Pertama, menjadikan amandemen UU zakat sebagai pintu masuk integrasi ke dalam kebijakan ekonomi negara secara lebih mendalam. Ketiga, perlu peningkatan peran FOZ sebagai kelompok lobi sekaligus sparing partner pemerintah dan DPR yang lebih efektif.

(DOC) Makalah Fiqih Muamalah 2 : Zakat dan Wakaf

Makalah Pelaksanaan Zakat Di Indonesia. (DOC) Makalah Fiqih Muamalah 2 : Zakat dan Wakaf

Academia.edu uses cookies to personalize content, tailor ads and improve the user experience. By using our site, you agree to our collection of information through the use of cookies. To learn more, view our Privacy Policy.

×.

UU 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat

Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi. BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Pasal 11 Persyaratan untuk dapat diangkat sebagai anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 paling sedikit harus: warga negara Indonesia; beragama Islam; bertakwa kepada Allah SWT; berakhlak mulia; berusia minimal 40 (empat puluh) tahun; sehat jasmani dan rohani; tidak menjadi anggota partai politik; memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat; dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja sekretariat BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 19 LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala. Pasal 20 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi, mekanisme perizinan, pembentukan perwakilan, pelaporan, dan pertanggungjawaban LAZ diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pendayagunaan Pasal 27 Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat. BAZNAS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada Menteri secara berkala. LARANGAN Pasal 37 Setiap orang dilarang melakukan tindakan memiliki, menjaminkan, menghibahkan, menjual, dan/atau mengalihkan zakat, infak, sedekah, dan/atau dana sosial keagamaan lainnya yang ada dalam pengelolaannya.

Sejarah Pengelolaan Zakat Nasional – Baznas

Makalah Pelaksanaan Zakat Di Indonesia. Sejarah Pengelolaan Zakat Nasional – Baznas

Padahal walaupun tidak menjadi aktivitas prioritas, kolonialis Belanda menganggap bahwa seluruh ajaran Islam termasuk zakat merupakan salah satu faktor yang menyebabkan Belanda kesulitan menjajah Indonesia khususnya di Aceh sebagai pintu masuk. Atas hal tersebut, Pemerintah Belanda melalui kebijakannya Bijblad Nomor 1892 tahun 1866 dan Bijblad 6200 tahun 1905 melarang petugas keagamaan, pegawai pemerintah dari kepala desa sampai bupati, termasuk priayi pribumi ikut serta dalam pengumpulan zakat.

Peraturan tersebut mengakibatkan penduduk di bebe-rapa tempat enggan mengeluarkan zakat atau tidak memberikannya kepada peng-hulu dan naib sebagai amil resmi waktu itu, melainkan kepada ahli agama yang dihormati, yaitu kiyai atau guru mengaji. Badan ini dikepalai oleh Ketua MIAI sendiri, Windoamiseno dengan anggota komite yang berjumlah 5 orang, yaitu Mr. Kasman Singodimedjo, S.M.

Dengan latar belakang tanggapan atas pidato Presiden Soeharto 26 Oktober 1968, 11 orang alim ulama di ibukota yang dihadiri antara lain oleh Buya Hamka menge-luarkan rekomendasi perlunya membentuk lembaga zakat ditingkat wilayah yang kemudian direspon dengan pembentukan BAZIS DKI Jakarta melalui keputusan Gubernur Ali Sadikin No. Sejak tahun 2002, total dana zakat yang berhasil dihimpun BAZNAS dan LAZ mengalami pening-katan pada tiap tahunnya. Selain itu, pendayagunaan zakat juga semakin bertambah bahkan menjangkau sampai ke pelosok-pelosok negeri. Pendayagunaan zakat mulai dilaksanakan pada lima program yaitu kemanusiaan, pendidikan, kesehatan, ekono-mi, dan dakwah.

Pelaksanaannya Kurang Efektif, Inilah Kondisi Pengelolaan Zakat di

Makalah Pelaksanaan Zakat Di Indonesia. Pelaksanaannya Kurang Efektif, Inilah Kondisi Pengelolaan Zakat di

Bisnis.com, JAKARTA--Maman Abdurrahman, Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis) mengatakan meskipun Undang-undang zakat sudah diatur pemerintah, tetapi implementasi yang diserukan Al-Quran dan Hadist harus tetap dilaksanakan. Akan tetapi masalah yang terjadi saat ini mulai dari kesadaran muzaki dan amilin kurang optimal satu sama lain. Untuk itu, badan atau lembaga penghimpun zakat sendiri perlu melakukan strategi guna mengelola sebaik mungkin dana yang belum terhimpun. “Makanya untuk para muzaki saya sarankan bayarlah zakat ke lembaga yang sudah memiliki izin negara dan tentunya terpercaya,” ungkapnya. Adanya dua pihak yang berwenang mengelola zakat antara pemerintah dan lembaga di bawah naungan swasta menjadi kurang terarah.

Related Posts

Leave a reply