Makalah Instrumen Non Zakat Sebagai Sumber Keuangan Negara. Kebijakan pengeluaran harus bisa menjamin pemenuhan kebutuhan pokok yang ditujukan kepada seluruh warga negara tanpa memandang agama, warna kulit, suku bangsa, dan status sosial. Keberhasilan negara untuk melakukan kebijakan pengeluaran sesuai tujuan yang disyaratkan syariah akan menciptakan kesejahteraan masyarakat. Di dalam makalah ini jugaNurul Huda, dkk., Keuangan Publik Islam: Pendekatan Teoritis dan Sejarah, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 188. Kaidah-kaidah tersebut sebagai berikut:4 a. Bahwa timbangan kebijakan pengeluaran dan belanja pemerintahan harus senantiasa mengikuti kaidah maslahah. b. Menghindari masyaqqah, (al-masyaqqah), menurut arti bahasa adalah atta’ab, yaitu kelelahan, kepayahan, kesulitan dan kesukaran. 7 Intervensi pasar yaitu campur tangan dalam perselisihan antara dua pihak (orang, golongan, negara).

6Kebijakan Pengeluaran Instrumen Non-zakat Dalam IslamAdapun kaidah syariah yang berkaitan dengan belanja kebutuhan operasional pemerintah yang rutin mengacu pada kaidah-kaidah yang telah disebutkan di atas, secara lebih perinci pembelanjaan negara harus didasarkan pada hal-hal berikut ini:9 a. Bahwa kebijakan belanja rutin harus sesuai dengan asas maslahat umum, tidak boleh dikaitkan dengan kemaslahatan seseorang atau kelompok masyarakat tertentu, apalagi kemaslahatan pemerintah. b. Kaidah atau prinsip efisiensi dalam belanja rutin, yaitu mendapatkan sebanyak mungkin manfaat dalam biaya semurah-murahnya, dengan sendirinya jauh dari sifat mubadzir dan kikir di samping alokasinya pada sektor-sektor yang tidak bertentangan dengan syariah. Bahkan Umar berkata: “Hati-hati jangan sampai ternak Abdurrahman bin Auf mendekati lahan pengembalaan kaum duafa.” d. Kaidah atau prinsip komitmen dengan aturan syariah, maka alokasi belanja negara hanya hanya boleh pada hal-hal yang mubah dan menjauhi yang haram. e. Kaidah atau prinsip komitmen dengan skala prioritas syariah, di mulai dari yang wajib, sunah, dan mubah.Ibid., h. 189-190.Kebijakan Pengeluaran Instrumen Non-zakat Dalam IslamAdapun belanja umum yang dapat dilakukan pemerintah apabila sumber dananya tersedia, mencakup pengadaan infrastruktur10 air, listrik, kesehatan, pendidikan, dan sejenisnya.

Subsidi sendiri sesuai dengan konsep syariah yang memihak kepada kaum fuqara dalam hal kebijakan keuangan, yaitu bagaimana meningkatkan taraf hidup mereka. Analisis Kebijakan Pengeluaran Negara Sepanjang Sejarah Dalam Islam Menurut Ibnu Taimiyah,, prinsip dasar dari pengelolaan pengeluaran adalah pendapatan yang berada di tangan pemerintahan atau negara merupakan milik masyarakat sehingga harus dibelanjakan untuk kebutuhan masyarakat sesuai dengan pedoman Allah SWT. 10Infrastruktur yaitu prasarana atau segala sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek, dan sebagainya). Dalam pengelolaan agama Islam pemerintah sebaiknya mendahulukan kepentingan syariah daripada pertimbangan negara yang bersifat keduniaan.

Berikut ini tabel alokasi pengeluaran dari sumber penerimaan negara:16 Alokasi Pengeluaran dari Sumber Penerimaan Negara Penerimaan Jenis Regulasi Zakat Kharaj17 Jizyah18 Jenis SukarelaPengeluaran Kebutuhan dasar Kesejahteraan sosial Pendidikan dan penelitian13Ganimah yaitu harta yang diperoleh kaum muslimin dari musuh melalui peperangan dan kekerasan dengan mengerahkan pasukan, kuda-kuda dan unta peperangan yang memunculkan rasa takut dalam hati kaum musyrikin. Sumber: Ibid., h. 119.Kebijakan Pengeluaran Instrumen Non-zakat Dalam IslamUsyr19 Infak-sedekah Wakaf Jenis Kondisional Khums20 Pajak Keuntungan BUMN Lain-lainInfrastrukutur (fasilitas publik) Dakwah dan propaganda Islam Administrasi negaraa.

Sumber: Adiwarman Azwan Karim, Sejarah Pemikran Ekonomi Islam, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2008), edisi ke 3., h. 126. 22 Nurul Huda, dkk., Keuangan Publik Islam: Pendekatan Teoritis Dan Sejarah, op.cit., h. 193-194.Kebijakan Pengeluaran Instrumen Non-zakat Dalam Islamb) Hiburan untuk para delegasi keagamaan. j) Persediaan darurat (sebagian dari pendapatan pada perang Khaibar).Dari Kebijakan yang dilakukan Rasulullah, menurut kami sebagai pemakalah, kebijakan beliau dalam menggunakan harta negara lebih memprioritaskan kepada masyarakat dan persediaan dana untuk perang, tujuannya tidak lain demi kemaslahatan umat.b. Diakses 11 Desember 2013 Pukul 13:50 WITA.Kebijakan Pengeluaran Instrumen Non-zakat Dalam Islamsaat beliau wafat hanya ada 1 (satu) dirham24 yang tersisa dalam perbendaharaan keuangan.25 Dari kebijakan yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar, menurut kamisebagaipemakalah,kebijakaninisangatbaikkarenapendistribusiannya dilakukan sesuai dengan masa Rasulullah. Dana pada bait al-ma>l adalah milik kaum muslimin, sehingga menjadi tanggung jawab negara menjamin kesejahtraan rakyatnya. 27Kebijakan Pengeluaran Instrumen Non-zakat Dalam Islama) Khums dan sedekah, didistribusikan kepada kaum miskin tanpa diskriminasi apakah dia muslim atau non-muslim.

Dari pemaparan di atas, kemudian ditindaklanjut oleh Khalifah Umar bin Khattab kemudian membentuk sistem dîwân29 yang menurut pendapat terkuat mulai dipraktekkan untuk pertama kalinya pada tahun 20 H. Dalam rangka ini, ia menunjuk sebuah komite pengurus ternama yang terdiri dari Aqil bin Abu Thalib, Mahzamah bin Naufal, dan Jabir bin Mut`im untuk membuat laporan sensus penduduk sesuai dengan tingkat kepentingan dan golongannya.30 Setelah semua penduduk terdata, Umar mengklasifikasikan beberapa golongan yang berbeda-beda dalam pendistibusian harta bait al-ma>l sebagai berikut:31No.PenerimaJumlah1.Aisyah dan Abbas bin Abdul [email protected] dirham322.Para istri Nabi selain [email protected] dirham3329Diwan yaitu sebuah kantor yang ditujukan untuk membayar tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pensiunan dan tunjangan-tunjangan lainnya. Sumber: Abdul Gafur, Kebijakan Ekonomi di Masa Pemerintahan Khalifah Umar, http://gavouer.wordpress.com/2011/03/02/kebijakan-ekonomi-di-masa-pemerintahan-khalifahumar-bin-khattab/ Diakses 11 Desember 2013 pukul 16:58 WITA. Dan kita ketahui pula bahwa Khalifah Umar bin Khattab tidak sembarangan dalam menyalurkan harta negara, akan tetapi beliau membuat panitia khusus untuk mengurus masalah tersebut.3) Usman bin Affan (23-35 H/644-656 M) Ada beberapa kebijakan pengeluaran kontroversial yang dilakukan Khalifah yang menimbulkan kericuhan di kalangan umat Islam, yaitu:45a) Kebijakan untuk memberikan kepada kerabatnya harta dari bait al-ma>l. Kebijakan ini dianggap kurang tepat oleh sahabat karena menyalahi aturan Allah dalam distribusi zakat sebagaimana yang diperintahkan dala Al-Qur’an. Mungkin salah satunya terjadi karena sebagian besar pejabat negara adalah kerabat beliau, hal ini menyebabkan banyak harta negara mengalir kepada keluarga beliau dan masalah harta zakat yang tidak digunakan atau disalurkan kepada orang-orang yang telah ditentukan dalam Al-Qur’an. Keputusan Umar dalam pertemuan dengan Majelis Syura yang menetapkan bahwa sebagian dari harta bait al-ma>l dijadikan cadangan, tidak sejalan dengan pedapat Ali, sehingga pada saat Ali diangkat menjadi khalifah, kebijakan yang dilakukan berubah.

Pengeluaran untuk angkatan laut yang ditambah jumlahnya pada masa Usman, oleh Ali dihilangkan karena daerah sepanjang garis pantai Syria, Palestina dan Mesir berada di bawah kekuasaan Muawiyah, sementara Muawiyah memberontak kepada Ali dengan memproklamirkan dirinya sebagai penguasa independen di Syria. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Khalifah Ali menggunakan seluruh dana negara untuk kepentingan masyarakat.

48Kebijakan Pengeluaran Instrumen Non-zakat Dalam Islam14Keadaan tersebut berlangsung sampai datangnya khalifah ke-8 Bani Umayyah, yakni Umar bin Abdul Aziz (memerintah 717-720 M). Umar membuat perhitungan dengan para amir (setingkat gubernur) agar mereka mengembalikan harta yang sebelumnya bersumber dari sesuatu yang tidak sah.49 Khalifah Umar bin Abdul Aziz dengan tegas memutus rantai penyimpangan pendapatan dan distribusi keuangan negara oleh aparatur negara bahkan yang masih ada pertalian darah dengannya atau dengan kata lain masih keturunan Bani Umayyah.

Beliau memulai kehidupannya sebagai pemimpin dengan membersihkan harta pribadinya dari barangbarang haram dan syubhat serta menyerahkannya ke bait al-ma>l. Dalam bidang keuangan, Umar melakukan pembenahan dan pengelolaan keuangan negara secara total, yaitu dengan menghapuskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada era pemerintahan khalifah sebelumnya, baik dari pengelolaan pemasukan dan pengeluaran maupun pembenahan administrasi negara secara adil dan transparan.50 Khalifah Umar bin Abdul Azis mewarisi pengelolaan keuangan yang telah jauh menyeleweng dari hukum Islam, yang dilakukan oleh para pendahulunya. Ketidakseimbangan yang terjadi kemudian berimbas pada ketidakmerataan distribusi pendapatan negara, seperti tidak meratanya pembangunan antarkota dan melebarnya kesenjangan antara 49Ibid.

Dengan alasan tersebut, Umar memandang bahwa pembenahan secara lebih mendasar merupakan pilihan utama yang tidak dapat dihindari. Maka beliau memerintahkan seseorang untuk mencari jurisprudensi milik kakeknya Umar bin Khattab kemudian menjadikannya sebagai dasar awal kebijakan-kebijakan pemerintahannya yang tentu dengan ada beberapa perubahan sesuai kebutuhan pada zaman itu.51 Untuk menghindari kecurangan dan penyimpangan jabatan dikarenakan gaji yang tidak mencukupi, Umar membuat kebijakan dengan menaikkan gaji para pejabat.

Bahkan, karena gaji yang tinggi dianggap lebih dan cukup maka ia melarang para pejabat untuk berdagang atau mempunyai aktifitas lain yang akan mengganggu konsentrasi mereka dalam menjalankan roda pemerintahan.52 Dari kebijakan pada masa Bani Umayyah, menurut kami sebagai pemakalah, kebijakan Khalifah Umar bin Abdul Azis mengikuti kebijakan yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Walaupun beliau mewarisi pengelolaan keuangan yang menyeleweng dari hukum Islam, akan tetapi beliau langsung merubahnya dan menanamkan beberapa kebijakan yang ditujukan kepada para pejabat negara demi tercapainya tujuan pemerintah yaitu untuk mensejahterakan rakyat.d.

Hal ini sebagian karena telah berubahnya53Zoulkem, Kebijakan Fiskal dan Moneter Pertengahan Islam, http://zoulkem.wordpress.com/2010/01/14/kebijakan-fiskal-dan-moneter-pertengahan-islam/., loccit. Kemudian ditetapkan sebagai peraturan setelah dibahas dengan parlemen.57 Anggaran modern merupakan suatu campuran rumit antara rencana dan proyek yang harus dilaksanakan di masa depan, maupun melenyapkan kesulitan dan rintangan yang terdapat pada jalan pertumbuhan ekonomi negara.

58 Telah kita lihat bahwa selama masa Islam dini, penerimaan zakat dan sedekah merupakan sumber pokok pendapatan. Diperlukan untuk mengenakan pajak baru, terutama pada orang yang lebih kaya demi kepentingan 56Nurul Huda, dkk., Keuangan Publik Islam: Pendekatan Teoritis Dan Sejarah, op.cit.,57Nurul Huda, dkk., Keuangan Publik Islam: Pendekatan Teoritis dan Sejarah, op.cit., h.58Ibid., h.210.h.

As-Sunnah dengan jelas menyatakan tentang hal ini: ”Selalu ada yang harus dibayar selain zakat.” Maka Rasulullah SAW berpesan dan memerintahkan pengeluaran untuk kebajikan masyarakat. Menurut prinsip ekonomi, biaya pemungutan pajak tidak boleh melebihi pendapatan dari pungutan pajak itu sendiri.60 Terangkum dengan jelas bahwa sistem perekonomian yang mengenai anggaran belanja, menjadi suatu perbeadan yang mendasar mengenai sistem belanja Islam dengan modern.

Berbeda dengan anggaran belanja modern lebih menekankan pada suatu campuran rumit antara rencana dan proyek. 60Kebijakan Pengeluaran Instrumen Non-zakat Dalam Islam19hanya dapat dilaksanakan bila terdapat sarana dan prasarana administrasi yang kuat dengan staf akuntan terdidik, ahli ekonomi, perencana, dan tenaga ahli lainnya.62 Analisis kami sebagai pemakalah tentang kebijakan pengeluaran negara di masa kontemporer ini, walaupun disebutkan bahwa kebijakan sekarang ini dinyatakan rumit atau susah dan sangat berbeda dengan kebijakan di masa Islam. Penutup Kebijakan pengeluaran non-zakat adalah salah satu instrumen penting dalam kemajuan suatu negara saat ini.

Berkaca pada negara kita Indonesia saat ini, karena terlalu menitikberatkan pada penghasilan non-zakat maka dapat kita lihat dari keadaan masyarakat negara kita yang masih banyak rendah perekonomian atau dengan kata lain dapat disebut miskin, padahal masih ada instrumen yang dapat digunakan untuk mengulangi masalah tersebut yaitu memperhatikan bagaimana pengelolaan zakat.

Implikasi Instrumen Non-Zakat (Infaq, Sedekah Dan Wakaf) Dalam

The results of the management of infaq, alms and endowment funds in a productive form can be utilized more broadly in the context of the welfare of the community at large and can be applied as economic development including programs to empower people, alleviate poverty, education, health and others.

Solusi Ekonomi dan Keuangan Islam Saat Pandemi COVID-19

Solusi Ekonomi dan Keuangan Islam Saat Pandemi COVID-19. Dalam kajian teori ilmu ekonomi, physical distancing atau pengetatan dan pembatasan aktifitas masyarakat akan berakibat pada penurunan Agregat Supply (AS) dalam perekonomian yang berdampak pada penurunan jumlah produksi atau quantitiy (Q).

Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, umat Islam dapat memberikan peran terbaiknya melalui berbagai bentuk atau model filantropi dalam Ekonomi dan Keuangan Syariah. Pertama, penyaluran bantuan langsung tunai yang berasal dari zakat, infak dan sedekah, baik yang berasal dari unit-unit pengumpul zakat maupun dari masyarakat. Di tengah-tengah krisis, tidak sedikit sektor usaha atau Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang berjuang agar tetap eksis.

Oleh karena itu, pemberian modal pada usaha dijadikan sebagai sarana mengurangi dampak krisis. Pemberian permodalan dari perbankan/lembaga keuangan syariah ini perlu didukung dan dikuatkan dengan pendampingan sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

Kelima, selain dari sektor perbankan syariah dan qardhul hasan, sebagian dana yang dikumpulkan oleh unit-unit atau organisasi pengumpul zakat, khususnya yang ada di daerah, dapat digunakan untuk memperkuat usaha UMKM. Menyelamatkan kelompok UMKM yang krisis atau terancam bangkrut karena terkena dampak ekonomi dari wabah COVID-19, dapat dikategorikan sebagai golongan asnaf (penerima zakat), yaitu sebagai kelompok miskin, berjuang di jalan Allah (fii sabilillah), atau orang yang berhutang (gharimin).

Pada akhirnya, jika program-program di atas, khususnya bantuan langsung tunai, zakat, infak, wakaf, atau CSR, baik untuk masyarakat maupun sektor usaha atau UMKM, betul-betul dapat digalakkan, maka upaya tersebut diharapkan dapat meningkatkan kembali aggregate demand dan aggregate supply ke kanan (dalam kurva demand and supply) diikuti dengan pembangunan pasar daring yang fokus kepada UMKM yang mempertemukan permintaan dan penawaran, sehingga surplus ekonomi terbentuk kembali dan membantu percepatan pemulihan ekonomi.

Sistem Perpajakan di Masa Rasulullah

Makalah Instrumen Non Zakat Sebagai Sumber Keuangan Negara. Sistem Perpajakan di Masa Rasulullah

Penerimaan dari zakat ini hanya dibebankan kepada penduduk Muslim, selain merupakan kewajiban dalam ajaran Islam. Seiring dengan makin meluasnya wilayah kekuasaan Islam, membuat jumlah muzakki (para pembayar zakat) mengalami peningkatan. Karena itu, sekitar tahun ke-9 Hijriyah, Rasulullah mengangkat sejumlah orang untuk menghimpun zakat dari berbagai suku.

Sistem pembayaran kharraj yang telah diterapkan oleh Umar ini di masa kepemimpinan Ustman bin Affan tidak berjalan dengan baik. Baru setelah Ali bin Abi Thalib menduduki jabatan khalifah, para gubernur yang pernah diangkat oleh Usman dipecatnya.

Related Posts

Leave a reply