Kewajiban Zakat Disyariatkan Pada Tahun. REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kewajiban yang dikenal sebagai zakat merupakan salah satu dari lima rukun Islam. Pada waktu itu, Nabi SAW, para sahabatnya, dan segenap kaum muhajirin (orang-orang Islam Quraisy yang hijrah dari Makkah ke Madinah) masih disibukkan dengan cara menjalankan usaha untuk menghidupi diri dan keluarganya di tempat baru tersebut.
Perhatian orang-orang Makkah pada perdagangan ini diungkapkan dalam Alqur'an pada ayat-ayat yang mengandung kata-kata tijarah: ''Orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat. Akan tetapi, mereka tetap berusaha mencari nafkah sendiri karena tidak ingin menjadi beban orang lain.
Ayat-ayat Alqur'an yang mengingatkan orang mukmin agar mengeluarkan sebagian harta kekayaannya untuk orang-orang miskin diwahyukan kepada Rasulullah SAW ketika beliau masih tinggal di Makkah. Fakta ini menunjukkan bahwa kewajiban zakat pertama kali diturunkan saat Nabi SAW menetap di Makkah, sedangkan ketentuan nisabnya mulai ditetapkan setelah Beliau hijrah ke Madinah. Setelah hijrah ke Madinah, Nabi SAW menerima wahyu berikut ini, ''Dan dirikanlah shalat serta tunaikanlah zakat. Kewajiban zakat ini tidak dibatasi harta yang diwajibkan untuk dizakati dan ketentuan kadar zakatnya. Akan tetapi, mulai tahun kedua setelah hijrah -- menurut keterangan yang masyhur -- ditetapkan besar dan jumlah setiap jenis harta serta dijelaskan secara teperinci.
“Bab: Zakat hasil usaha dan tijaroh (perdagangan)”, setelah itu beliau rahimahullah membawakan ayat di atas. Nilai barang tersebut telah mencapai salah satu nishob dari emas atau perak, mana yang paling hati-hati dan lebih membahagiakan miskin. Menurut jumhur (mayoritas) ulama, zakat perdagangan itu disyariatkan dalam Islam Caranya, yaitu dengan menghitung nilai jumlah ketiga bentuk harta tersebut diatas dikurangi pengeluaran atau kewajiban seperti biaya operasional, utang, pajak, dan lain-lain.
Apabila mencapai nishab (senilai 85 gram emas) dan berlalu satu tahun Hijriyah (haul), maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% dari Jumlah Tersebut. Namun jika niatan membeli mobil hanya untuk kepentingan pribadi, lalu suatu saat ia jual, maka tidak ada zakat.
Jika awal pembelian diniatkan untuk penggunaan pribadi, namun di tengah jalan, mobil tersebut ingin didagangkan atau disewakan (dijadikan ro’sul maal atau pokok harta jual beli), maka tetap terkena wajib zakat jika telah melampaui haul dan nilainya di atas nishob.
Zakat yang Sahabat Dermawan tunaikan melalui Global Zakat-ACT salah satunya digunakan untuk membantu ekonomi para dai prasejahtera di pelosok negeri. ACTNews, JAKARTA SELATAN – Kewajiban zakat yang merupakan Rukun Islam ketiga memiliki sejarah yang panjang, dari Nabi Muhammad masih di Mekah hingga beliau hijrah ke Madinah.
Zakat fitrah mulai diwajibkan pada tahun ke II Hijriah (623 M) sejalan dengan perintah salat. Pada tahun 9 Hijriah, turunlah ayat 60 surat At-Taubah, berisi siapa yang berhak menerima zakat. Namun pada masa itu, nabi tidak serta merta membagi zakat penuh untuk delapan golongan, namun hanya memberikannya kepada golongan tertentu yang dipandang perlu menurut kebutuhan dari delapan kelompok yang berhak.
"Zakat fitrah wajib dikeluarkan dalam setiap tahun pada bulan Ramadan," kata Ustaz Sunnatullah seperti dilansir dari laman NU. Ia menjelaskan zakat fitrah merupakan ketentuan secara khusus bagi umat Nabi Muhammad SAW diwajibkan pada tahun kedua dari hijrahnya Nabi, tepatnya dua hari sebelum dilaksanakan Hari Raya Idul Fitri.
Ibaratnya, semua ibadah puasa di bulan Ramadan masih tergantung di langit, dan belum diterima oleh Allah SWT sampai mengeluarkan kewajiban zakat fitrah, bahkan semua puasa selama satu bulan itu Allah tangguhkan pada zakat fitrah," papar Sunnatullah. Dalam sebuah hadis, Rasulullah mewajibkan zakat fitrah, sebagai pembersih bagi orang yang puasa dari segala perbuatan sia-sia, dan ucapan tidak baik, dan sebagai makanan bagi orang miskin. 'Siapa yang menunaikannya sebelum salat hari raya maka zakatnya diterima, dan siapa yang menunaikannya setelah salat hari raya maka termasuk sedekah biasa.” (HR Abu Daud). "Jadi, hikmah hadis ini bahwa zakat fitrah menjadi penyelamat bagi puasa umat Islam yang kurang sempurna, juga sebagai bahan pangan pokok yang dibutuhkan fakir-miskin, terutama pada masa-masa ekonomi sulit seperti masa pandemi covid 19 saat ini, " ujarnya.
Sunnatullah menegaskan, dengan menunaikan zakat, umat Islam akan menyelamatkan nyawa fakir-miskin yang sedang kelaparan pada masa-masa darurat.