Jelaskan Bahwa Zakat Merupakan Ibadah Yang Mengandung Aspek Sosial. Teman saya itu, bertanya, ''Bagaimana aspek sosial dari ibadah shalat?''. Ayat itu menyiratkan bahwa shalat dan ibadah sosial (zakat) merupakan ‘satu paket’ ibadah yang harus dilakukan secara bersamaan. Dari ayat ini kita bisa memahami bahwa orang yang shalat itu dapat dimasukkan ke dalam neraka bilamana shalat mereka tidak membuatnya menjadi pembela kepada fakir miskin dan anak yatim.
Sedangkan ibadah sosial dipandang sebagai ibadah hubungan kemasyarakatan yang paling mulia. Untuk menjaga hak-hak orang lain. Dalam sebuah hadis disebutkan, orang yang mendirikan shalat dan menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan dipanggil oleh salah satu dari pintu surga.
Kondisi umat Islam saat ini relatif belum mampu berdaulat dalam penguasaan ekonomi dan memiliki ketergantungan ekonomi yang cukup tinggi terhadap pihak lain. Nilai ibadah yang luas, dimana bukan hanya terkait dengan aspek ritual saja dapat menjadi motivasi utama untuk membangkitkan semangat berbisnis. Motivasi ibadah untuk meraih ridho Allah ini dapat dijadikan dorongan untuk membangkitkan jiwa-jiwa bisnis dan kewirausahaan, sebab menumbuhkan jiwa kewirausahaan merupakan awal dalam membentuk dan menciptakan pribadi yang ulet, tanggung jawab dan berkualitas hingga akhirnya dapat bermuara pada terwujudnya kompetensi kerja.
Dalam konteks membangun jiwa bisnis, saat ini nilai-nilai kejujuran dan amanah seringkali diabaikan oleh pelaku bisnis, padahal hal tersebut merupakan dasar yang cukup penting untuk ditanamkan. Menurut Islam, amal sosial ini bernilai lebih tinggi daripada amal individual. Dari Sumber-sumber Islam baik al Qur-an maupun hadits nabi saw diketahui bahwa dimensi pengabdian atau ibadah sosial dan kemanusiaan dalam Islam sesungguhnya jauh lebih luas dan lebih utama dibandingkan dengan dimensi ibadah personal.
Dapat ditafsirkan bahwa setiap aktivitas manusia sesungguhnya adalah ibadah dan keseluruhan muara dari semua aktivitas tersebut adalah kesejahteraan manusia di dunia maupun kemenangan di akhirat. Oleh karena itu, bercita-cita menjadi kaya dan bekerja keras sebagai aktualisasinya termasuk ke dalam ranah ibadah.
Adapun demikian, fakta yang menunjukkan bahwa belum banyak umat Islam yang mampu berdaulat secara ekonomi seringkali diidentifikasi sebagai akibat dari belum kaffahnya aktvitas bisnis mereka mengadopsi prinsip-prinsip Ibadah dalam aktivitas bisnis mereka. Oleh karena itu gerakan untuk mengubah keadaan dalam bentuk perbaikan dan pemerataan ekonomi perlu dilakukan. Sesungguhnya hal ini tidak akan terjadi jika ada kesadaran untuk mengusahakannya, karena usaha mengubah nasib dan merupakan tanggung jawab setiap orang untuk meningkatkan kesejahteraan diri, keluarga dan bangsanya. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. Oleh karena itu apabila dilakukan dengan ikhlas maka bekerja itu bernilai ibadah dan mendapat pahala. Berusaha dalam bidang bisnis dan perdagangan adalah usaha kerja keras.
Prestasi dimulai dengan kerja keras dalam semua bidang. Bekerja keras merupakan hal yang penting dari kewirausahaan.
Prinsip kerja keras dalam kewirausahaan merupakan langkah nyata yang harus dilakukan agar dapat menghasilkan kesuksesan, tetapi harus melalui proses yang penuh dengan tantangan atau risiko. Motivasi yang diajarkan oleh Islam adalah semangat untuk beribadah dengan sungguh-sungguh dan bekerja keras untuk mencari ridha Allah Swt.
Sebagaimana firman Allah Swt QS al-Kahfi 7-8 berikut ini:. Islam mengajak setiap manusia untuk ikhlas menyerahkan diri kepada Allah dan bekerja dengan baik.
Motivasi ibadah untuk meraih ridho Allah dengan jalan bisnis dapat dijadikan dorongan untuk membangkitkan jiwa-jiwa bisnis dan kewirausahaan, sebab menumbuhkan jiwa kewirausahaan merupakan awal dalam membentuk dan menciptakan pribadi yang ulet, tanggung jawab dan berkualitas hingga akhirnya dapat bermuara pada terwujudnya kompetensi kerja.
Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamiin, rahmat bagi sekalian alam, tidak hanya mengatur hubungan manusia kepada Sang Pencipta, namun di sisi lain Islam mengatur hubungan dengan sesama manusia (hablum minan nas ). Seorang muslim yang baik dalam hubungan muamalahnya juga tetap mengacu pada ketentuan syari’ah agamanya. Hal ini menunjukkan bahwa zakat memiliki kedudukan yang amat penting dalam agama Islam.
Sebagai salah satu ritual dalam Islam, zakat menyimpan dimensi ibadah yang sangat kompleks. Jika ibadah puasa merupakan upaya penyucian diri, maka zakat lebih berorientasi untuk mensucikan harta dan rasa solidaritas kemanusiaan.
Dari sisi muzakki, karena zakat itu mensucikan diri dari kotoran kikir dan dosa selain itu zakat merupakan bukti kebenaran iman yang tunduk dan patuh serta bukti ketaatan terhadap perintah Allah swt. Sejalan dengan hal tersebut Dr. Yusuf Qardhawi, ulama fiqih kontemporer dari Mesir menyatakan bahwa zakat adalah sistem keuangan dan ekonomi umat Islam, yang sekaligus sebagai sistem sosial karena berusaha menyelamatkan masyarakat dari berbagai kelemahan, terutama kelemahan ekonomi.
Di samping itu, Islam sangatlah menganjurkan untuk saling mencintai , menjalin dan membina persaudaraan. Peran sinergi dari umat dan pemerintah sebagai tata kelola manajemen zakat akan membawa ekonomi bangsa ke depan yang lebih baik.
Menurut para ulama, yang menjadi sasaran atau penerima utama zakat adalah fakir miskin (mustadh’afin). Zakat itu “diambil dari orang kaya dan diberikan kepada orang-orang yang papa diantara mereka” (QS 9:60). Jika dicermati, sesungguhnya dengan berzakat kita dididik untuk mengembangkan sense of aware terhadap derita rakyat miskin, yang kemudian melahirkan sikap empati maupun simpati kepada mereka.
Yang dimaksud dengan ibnu sabil adalah orang yang terputus bekalnya dalam perjalanan, untuk saat sekarang, di samping para musafir yang mengadakan perjalanan yang dianjurkan agama.