Hukum Zakat Fitrah Diganti Dengan Uang. Dari hadis di atas, dapat disimpulkan ketepatan waktu dalam membayar zakat fitrah itu sangat penting. Namun, jika dikeluarkan setelah salat Id, maka hal itu merupakan sedekah biasa, tidak dihitung sebagai zakat fitrah.
Dikutip dari Buku Saku Sukses Ibadah Ramadan terbitan LTN PBNU (2017:38-39), zakat yang dikeluarkan oleh Rasulluhoh adalah berupa gandum. Sementara berdasarkan hasil ijtihad para ulama yang dimaksud dengan zakat fitrah adalah berupa membayar makanan pokok.
Pendapat kedua, dari mazhab Hanafiyah, pembayaran zakat fitrah boleh menggunakan uang dan dengan jumlah yang harus sesuai.
Selama bulan suci Ramadhan, umat Islam yang mampu diwajibkan untuk membayar zakat fitrah. Hal itu sesuai dengan perintah Nabi Muhammad SAW agar mengeluarkan harta bagi yang membutuhkan. Dikutip dari buku Fiqih Islam Wa Adillatuhu karya Prof DR Wahbah Az Zuaili, menurut Hanafiyyah, membayar zakat fitrah dengan harganya atau uang dibolehkan. Sebab, yang wajib adalah mencukupkan orang fakir miskin dari meminta-minta salah satunya dengan memberinya harga.
Kemudian, Malikiyah berpendapat bahwa zakat fitrah wajib dibayar dengan makanan pokok yang mayoritas dikonsumsi di suatu negeri. Terakhir, Hanabilah menetapkan zakat fitrah harus dikelurkan dalam bentuk gandum, kurma, anggur, dan keju. Sementara itu, waktu pembayaran zakat fitrah bisa dilakukan sejak awal bulan Ramadhan sampai dengan sebelum pelaksanaan salat Idul Fitri.
Zakat Fitrah disyariatkan bersamaan dengan disyariatkannya puasa Ramadhan, yaitu pada tahun kedua Hijriyah. Zakat fitrah boleh dikeluarkan mulai awal Ramadhan sampai menjelang pelaksanaan shalat Idul Fitri. Pada hadits di atas, para sahabat Nabi tidak mengeluarkan zakat fitrah kecuali dalam bentuk makanan. Mereka juga berargumentasi, zakat fitrah merupakan ibadah yang diwajibkan atas jenis harta tertentu sehingga tidak boleh dibayarkan dalam bentuk selain jenis harta dimaksud, sebagaimana tidak boleh menunaikannya di luar waktu yang sudah ditentukan. Di samping itu, mereka juga berargumen bahwa menjaga kemaslahatan merupakan hal prinsip dalam hukum Islam. Sedangkan bagi mustahiq, dengan uang tersebut ia bisa membeli keperluan yang mendesak pada saat itu.
Akan tetapi, jika membayar dalam bentuk bahan makanan dianggap berat, dan ada hajat mendesak serta maslahat nyata untuk berzakat menggunakan uang maka diperbolehkan bertaqlid kepada mazhab Hanafi.
Jumhur ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah merupakan yang secara keras menentang pergantian zakat fitrah menjadi uang. Mencukupkan kebutuhan agar orang miskin dapat berhari raya dengan layak, menjadi lebih maslahat dan lebih lapang jika diberikan uang seharga bahan makanan pokok ketimbang memberikan makanan pokoknya karena keperluan hari raya tidak hanya berupa nasi. Penarikan kesimpulan hukum seperti ini tidak menjadi kendala karena pada dasarnya ulama yang membolehkan membayar zakat fitrah dengan jenis makanan yang tidak disebutkan di dalam hadis (makanan pokok suatu negeri) adalah hasil ijtihad atas nash, bukan nash itu sendiri.
Begitu juga kebolehan membayar zakat fitrah dengan uang pun adalah hasil ijtihad yang sah dan memenuhi syarat. Dari sisi inilah yang menjadikan syari’at walaupun teksnya terbatas, namun dapat beradaptasi dengan semua lingkungan dan abadi di sepanjang zaman. Imam Al-Syathibi dalam al-Muwafaqat, mengatakan ‘sesungguhnya diturunkannya syari’at bertujuan untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat’. Penulis adalah alumni Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia Bogor dan Pascasarjana UIN Antasari Banjarmasin yang berhasil mendapatkan predikat wisudawan terbaik saat lulus. Thesisnya yang berjudul Sharia Law of Tax Amnesty in Perspective of the South Kalimantan Muslim Economists dapat dilihat di jurnal dengan DOI: http://dx.doi.org/10.18592/sy.v18i2.2220.
TARI, Sherlyeni Erwinda. Hukum Zakat Fitrah dalam Bentuk Uang (Studi Komparatif Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i)., [S.l. ], v. 19, n. 2, p. 379 - 422, sep. 2018.
ISSN 2715-3606. Available at: < http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/syakhsia/article/view/3319 >. Date accessed: 16 mar.
2022. doi: http://dx.doi.org/10.37035/syakhsia.v19i2.3319. How to Cite.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Walaupun pada masanya, untuk Mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali bayar zakat disarankan mengunakan makanan pokok. Itulah sebabnya sekarang kita berani membayar pakai beras, karena memang sudah menjadi barang pokok disini.
Pada video berjudul Serba-serbi Zakat Fitrah, ia berkata, “…Saya tidak menyalahkan yang pakai duit, karena Mazhab Hanafi membolehkan. Biasanya apabila melewati lembaga amil zakat, kamu akan diberikan waktu tertentu untuk mengumpulkan uang atau beras yang hendak disumbangkan. Namun, apabila kamu berencana memberikan zakat secara personal, waktunya adalah sebelum matahari tenggelam pada Hari Raya Idul Fitri, seperti sabda Rasulullah saw.
Sebagaimana hukumnya dalam ajaran Islam, memulai sesuatu dengan niat akan membuat amalan dan tindakan tersebut sah di mata Allah Swt., tidak terkecuali zakat Ramadan. (sebutkan nama anak perempuan), fardu karena Allah Ta’ala” Untuk diri sendiri dan seluruh anggota keluarga : ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَنِّيْ ﻭَﻋَﻦْ ﺟَﻤِﻴْﻊِ ﻣَﺎ ﻳَﻠْﺰَﻣُنِيْ ﻧَﻔَﻘَﺎﺗُﻬُﻢْ ﺷَﺮْﻋًﺎ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ. “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku dan seluruh orang yang nafkahnya menjadi tanggunganku, fardu karena Allah Ta’ala”.
Untuk kamu yang tertarik atau sedang mencari harga sewa apartemen Bekasi dan wilayah sekitarnya, langsung saja kunjungi 99.co/id.