Hukum Mengambil Zakat Orang Lain. Umumnya, penyaluran zakat dilakukan melalui badan yang disebut amil zakat.Di Indonesia, zakat tak hanya diatur oleh agama, tetapi juga sudah diserap dalam hukum negara. Siapa saja mustahik yang berhak, UU Pengelolaan Zakat tak mengatur langsung, ia merujuk pada syariat Islam. Ini berarti ada sanksi lho kalau panitia zakat menyalahgunakan zakat.Dari rumusan itu jelas perbuatan yang dilarang adalah memiliki zakat yang telah dikumpulkan; menjaminkan zakat yang terkumpul untuk meminjam uang misalnya; menghibahkan zakat kepada keluarga sendiri, menjual kepada orang lain karena butuh uang, dan mengalihkan hasil zakat kepada pihak ketiga demi keuntungan pribadi.Karena itu, pada saat membayar zakat pastikan bahwa Anda membayar atau menyalurkan kepada pihak tepat dan terpercaya.
Jadi, Anda boleh membayar zakat kepada amil yang ada di masjid sekitar rumah Anda.UU Pengelolaan Zakat merujuk syariat Islam sebagai ukuran keabsahan pembayaran zakat. Ada tiga ketentuan pidana yang bisa dikenakan kepada pelaku penyimpangan dalam UU Pengelolaan Zakat., siapapun yang dengan sengaja dan melawan hukum tidak mendistribusikan zakat sesuai syariah Islam. Sanksinya bisa berupa pidana penjara maksimal lima tahun atau denda paling banyak 500 juta rupiah., setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menjaminkan, menghibahkan, mengambil zakat dengan maksud dimiliki atau perbuatan lain yang diatur dalam Pasal 37 UU Pengelolaan Zakat tersebut.
Artinya: "...Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa meraka akan mendapat) azab yang pedih, (ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, "Inilah harta bendamu yang kami simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.". "Barangsiapa diberi harta oleh Allah, lalu tidak membayarkan zakatnya, maka hartanya itu akan diwujudkan dengan ular botak yang mempunyai dua titik hitam.
Ular itu akan melilitnya pada hari kiamat, mengambil dengan kedua lehernya, kemudian berkata 'Aku hartamu, aku simpananmu', lalu membaca 'Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya pad ahari kiamat.
Pemilik Kutubus Sittah (enam kitab hadits) selain at-Tirmidzi dari Abu Hurairah (Jam'uz Zawaa'id)).
Namun, apakah seorang pegawai negeri tetap tidak boleh menerima hadiah dari para stakeholder, padahal mereka sudah menyatakan bahwa pemberian mereka adalah ikhlas tidak mempunyai niat buruk yang lain? Secara spontan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri di atas mimbar -sedang Sufyan mengatakan dengan redaksi 'naik minbar-, beliau memuja dan memuji Allah kemudian bersabda, "Ada apa dengan seorang pengurus zakat yang kami utus, lalu ia datang dengan mengatakan, Ini untukmu dan ini hadiah untukku! Kita juga dapat melihat dalam hadits lainnya juga dari Abu Humaid As Sa'idi, Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. Karena uang seperti ini termasuk pengkhianatan dalam pekerjaan dan amanah.
Oleh karena itu, dalam hadits di atas disebutkan mengenai hukuman yaitu pekerja seperti ini akan memikul hadiah yang dia peroleh pada hari kiamat nanti, sebagaimana hal ini juga disebutkan pada masalah khianat. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah menjelaskan dalam hadits tadi mengenai sebab diharamkannya hadiah seperti ini, yaitu karena hadiah semacam ini sebenarnya masih karena sebab pekerjaan, berbeda halnya dengan hadiah yang bukan sebab pekerjaan.
Jika seorang pekerja menerima hadiah semacam ini dengan disebut hadiah, maka Pekerja tersebut harus mengembalikan hadiah tadi kepada orang yang memberi. Beliau mengatakan,.
“Hadiah bagi pekerja termasuk ghulul (pengkhianatan) yaitu jika seseorang sebagai pegawai pemerintahan, dia diberi hadiah oleh seseorang yang berkaitan dengan pekerjaannya. “Tidak boleh bagi seorang pegawai di wilayah pemerintahan menerima hadiah berkaitan dengan pekerjaannya.
Oleh karena itu, wajib bagi setiap pegawai jika dia diberi hadiah yang berkaitan dengan pekerjaannya, maka hendaklah dia mengembalikan hadiah tersebut. Hadiah semacam ini tidak boleh dia terima. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ma’shum, beliau bisa menghindarkan diri dari hal terlarang berbeda dengan orang lain (termasuk dalam hadiah tadi, tidak mungkin dengan hadiah tersebut beliau berbuat curang atau khianat, pen).
Namun bagi kita itu adalah suap. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan hadiah semacam itu lebih tepat karena kedudukan beliau sebagai nabi, bukan karena jabatan beliau sebagai penguasa. Itulah hadiah yang diberikan bukan untuk hakim dan pejabat semisal hadiah seorang teman untuk temannya.
Seorang hakim atau pejabat negara tidak boleh menerima hadiah jenis pertama ini dari orang lain. Itu hukumnya berubah menjadi haram dan berstatus suap jika untuk hakim dan pejabat. Para pegawai pemerintahan haram hukumnya untuk menerima pemberian baik itu disamarkan dengan uang tips, uang lelah, uang terima kasih, uang komisi, bagi hasil dan sebagainya selama ada kaitannya dengan pekerjaan yang dilaksanakan.
Hadiah bagi pekerja termasuk ghulul (pengkhianatan) yaitu jika seseorang sebagai pegawai pemerintahan, dia diberi hadiah oleh seseorang yang berkaitan dengan pekerjaannya. Oleh karena itu, wajib bagi setiap pegawai jika dia diberi hadiah yang berkaitan dengan pekerjaannya, maka hendaklah dia mengembalikan hadiah tersebut baik pada orang yang bersangkutan ataupun menyerahkannya pada KPK, sebagai pengembalian gratifikasi.
Salah satu kewajiban umat Muslim saat Ramadhan adalah membayar zakat fitrah. Intinya, tujuan dari berzakat bukan sekedar menunaikan kewajiban, tetapi juga untuk membersihkan harta, mensucikan diri, serta berbagi dengan orang-orang yang membutuhkan. Zakat hasil pertanian merupakan salah satu jenis zakat maal, objeknya meliputi hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dll. Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin)” (QS. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Tidak ada zakat bagi tanaman di bawah 5 wasaq.” (HR. Pertama, para ulama sepakat bahwa hasil pertanian yang wajib dizakati ada empat macam, yaitu: sya’ir (gandum kasar), hinthoh (gandum halus), kurma dan kismis (anggur kering).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka agar tidak mengambil zakat pertanian kecuali dari empat jenis tanaman: hinthah (gandum halus), sya’ir (gandum kasar), kurma, dan zabib (kismis). Dari Al Harits dari Ali, beliau mengatakan, “Zakat (pertanian) hanya untuk empat komoditi: Burr (gandum halus), jika tidak ada maka kurma, jika tidak ada kurma maka zabib (kismis), jika tidak ada zabib maka sya’ir (gandum kasar).”[HR. Jumhur ulama berselisih pandangan mengenai ‘illah (sebab) zakat hasil pertanian.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada segala sesuatu yang ditanam baik hubub (biji-bijian), tsimar (buah-buahan) dan sayur-sayuran. Imam Ahmad berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada tanaman yang dapat disimpan dan ditakar. Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada tanaman yang dapat disimpan. Sedangkan pendapat Abu Hanifah adalah pendapat yang lemah dengan alasan beberapa dalil berikut, dari Mu’adz, ia menulis surat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya mengenai sayur-sayuran (apakah dikenai zakat). Pendapat Imam Syafi’i lebih dicenderungi karena hadits-hadits yang telah disebutkan di atas memiliki ‘illah (sebab hukum) yang dapat ditarik di mana gandum, kurma dan kismis adalah makanan pokok di masa silam –karena menjadi suatu kebutuhan primer- dan makanan tersebut bisa disimpan. Dalil yang mendukung pendapat jumhur adalah hadits, “Tidak ada zakat bagi tanaman di bawah 5 wasaq.”[HR.
Yang paling afdhol untuk mengetahui besar sho’, setiap barang ditakar terlebih dahulu. Dari sini, jika hasil pertanian telah melampaui 1 ton (1000 kg), maka sudah terkena wajib zakat. Kedua, jika tanaman diairi dengan air yang memerlukan biaya untuk pengairan misalnya membutuhkan pompa untuk menarik air dari sumbernya, seperti ini dikenai zakat sebesar 5%.
Sedangkan tanaman yang diairi dengan mengeluarkan biaya, maka dikenai zakat 1/20 (5%).” [HR. Contoh, hasil panen padi yang diairi dengan mengeluarkan biaya sebesar 1 ton. Zakat buah-buahan dikeluarkan setelah diperkirakan berapa takaran jika buah tersebut menjadi kering.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits, dari ‘Attab bin Asid, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menaksir anggur sebagaimana menaksir kurma. Walau hadits ini dho’if (dinilai lemah) namun telah ada hadits shahih yang disebutkan sebelumnya yang menyebutkan dengan lafazh zabib (anggur kering atau kismis) dan tamr (kurma kering). Di antara para petani, ada yang menanami lahannya tidak dengan padi, tetapi dengan yang lainnya, misalnya durian, mangga, dukuh, cengkih, kelapa, jeruk dan lain-lain.
Nisab zakatnya juga senilai dengan 653 kg beras, dibayarkan ketika panen sebesar 5%.
1564) dan akan mendapatkan balasan orang zalim dalam islam. Islam sangat membenci perbuatan jahat terlebih jika sengaja dan melakukan dosa yang berulang dalam islam, dan menahan hak orang lain nunda pembayaran hak orang lain karena sifat kikir yang dimiliki merupakan sebuah bentuk kejahatan yang amat buruk.
Sungguh mengherankan orang orang yang suka menahan hak orang lain pembayaran hak orang lain.
Saya tinggal di suatu tempat, taraf hidup masyarakatnya baik, jarang sekali ada fakir miskin yang berhak menerima zakat. (Imam at-Tirmidzi meriwayatkan, ia nyatakan sebagai hadis hasan, bahwa Abu Juhaifah berkata, “Seorang amil zakat pada masa Rasulullah datang kepada kami. Ia mengambil zakat dari orang-orang yang mampu diantara kami dan ia membagikannya kepada orang-orang fakir di antara kami”.Berdasarkan riwayat-riwayat ini para fuqaha’ (ahli Fiqh) berdalil bahwa zakat dibagikan kepada orang-orang fakir di negeri bersangkutan.
Seperti yang disebutkan Abu ‘Ubaid bahwa Mu’adz datang dari Yaman setelah Rasulullah meninggal dunia, Umar mengembalikannya. Zakat dibagikan di negeri zakat tersebut dikutip dan negeri sekitarnya yang berada di bawah jarak Qashar salat.Ibnu Qudamah al-Hanbali berkata, “Jika seseorang menentang pendapat ini dan ia mengalihkan zakatnya, zakatnya tetap sah menurut pendapat mayoritas ulama.
Berdasarkan ini saya nyatakan kepada penanya, jika ada mustahik zakat di tempat ia tinggal, maka zakat dibagikan kepada mustahik yang ada di tempat tersebut, demikian menurut jumhur fuqaha’.