Hadits Zakat Fitrah Dengan Makanan Pokok. Pertama, sebelum berangkat ke masjid atau tanah lapang untuk melaksanakan shalat Idul Fitri, umat Islam disunnahkan makan terlebih dahulu. Mayoritas ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa membayar zakat fitrah adalah dengan qût (makanan pokok) .
Pendapat itu didasarkan pada hadits yang menyatakan zakat fitrah adalah harus dengan makanan pokok sebagaiamana diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma sebagai berikut:. Secara harfiah, “Idul Fitri” berarti “kembali makan di pagi hari (sarapan)” sebagaimana hari-hari biasa. Sedangkan makan pagi atau sarapan umumnya dilakukan sebelum berangkat kerja karena tidak berpuasa. Semua warung sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitri umumnya tutup sehingga memiliki uang pada saat itu tidak menjamin seseorang bisa membeli sesuatu untuk dimakan. Lain halnya dengan setelah shalat Idul Fitri, beberapa warung makan biasa buka dan banyak pembeli. Di situlah permasalahannya, jika fakir miskin mendapatkan zakat fitrah berupa uang dan uang baru bisa dibelikan makanan setelah shalat Idul Fitri, tentu mereka kehilangan kesempatan menjalankan sunnah Nabi, yakni makan atau sarapan pagi sebelum berangkat menunaikan shalat Idul Fitri.
Dari keempat alasan itulah, maka bisa dimengeti bahwa sebagian besar ulama memandang menunaikan zakat fitrah sebaiknya dengan makanan pokok daripada uang. Jika para ulama Hanafiyah memandang uang lebih praktis dan lebih bermanfaat bagi fakir-mskin, maka baik-baik saja memberikan uang kepada mereka sebagai sedekah namun dengan tetap memberikan makanan pokok kepada mereka sebagai zakat.
dan berapa besaran jumlah zakat fitrah?Terima kasihAssalamu alaikum wr.wbIbnu Umar ra berkata, "Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha kurma atau gandum pada budak, orang merdeka, lelaki, perempuan, anak kecil, dan orang dewasa dari umat Islam. (HR Bukhari Muslim).Dari hadits di atas Imam Malik, Syafii, dan Hambali menyebutkan bahwa zakat fitrah harus dengan makanan pokok.
Ketika Imam Ahmad bin Hanbal ra ditanya tentang membayar zakat fithrah dengan uang maka beliau menjawab,"Aku takut hal itu tidak memadai dan hal itu bertentangan dengan sunnah Rasulullah SAW". (Lihat Al-Muhalla 6/137).Namun, At-Tsauri dan Imam Abu Hanifah ra adalah membolehkan membayar zakat fithrah dengan nilainya berupa uang atau sejenisnya. Dalil yang mereka gunakan dalam membolehkan membayar harta zakat fithrah dengan menggunakan uang antara lain adalah sabda Rasulullah SAW :Cukupilah mereka (orang miskin) pada hari ini.Hadits di atas menunjukkan tujuan pengeluaran zakat fitrah.
Bahkan dengan uang bisa jadi lebih utama karena banyaknya makanan malah membuat mereka harus menjualnya untuk memenuhi kebutuhan lain yang juga penting.
Dari hadis di atas, dapat disimpulkan ketepatan waktu dalam membayar zakat fitrah itu sangat penting. Namun, jika dikeluarkan setelah salat Id, maka hal itu merupakan sedekah biasa, tidak dihitung sebagai zakat fitrah.
Dikutip dari Buku Saku Sukses Ibadah Ramadan terbitan LTN PBNU (2017:38-39), zakat yang dikeluarkan oleh Rasulluhoh adalah berupa gandum. Sementara berdasarkan hasil ijtihad para ulama yang dimaksud dengan zakat fitrah adalah berupa membayar makanan pokok.
Pendapat kedua, dari mazhab Hanafiyah, pembayaran zakat fitrah boleh menggunakan uang dan dengan jumlah yang harus sesuai. Dalam hal ini, pendapatnya adalah, ayat tersebut menunjukkan bahwa zakat asalnya diambil dari harta.
Dalam situs web resmi Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), diterangkan bahwa zakat fitrah ditunaikan dalam bentuk beras atau makanan pokok seberat 2,5 kg atau 3,5 liter untuk setiap jiwa. Namun beras atau makanan pokok tersebut dapat diganti dalam bentuk uang yang nilainya sama.
Kekhawatiran mereka yang tidak memperkenankan hal ini adalah karena ditakutkan bertentangan dengan sunah Rasullah S.A.W. Jumhur ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah merupakan yang secara keras menentang pergantian zakat fitrah menjadi uang. Mencukupkan kebutuhan agar orang miskin dapat berhari raya dengan layak, menjadi lebih maslahat dan lebih lapang jika diberikan uang seharga bahan makanan pokok ketimbang memberikan makanan pokoknya karena keperluan hari raya tidak hanya berupa nasi. Penarikan kesimpulan hukum seperti ini tidak menjadi kendala karena pada dasarnya ulama yang membolehkan membayar zakat fitrah dengan jenis makanan yang tidak disebutkan di dalam hadis (makanan pokok suatu negeri) adalah hasil ijtihad atas nash, bukan nash itu sendiri.
Begitu juga kebolehan membayar zakat fitrah dengan uang pun adalah hasil ijtihad yang sah dan memenuhi syarat. Dari sisi inilah yang menjadikan syari’at walaupun teksnya terbatas, namun dapat beradaptasi dengan semua lingkungan dan abadi di sepanjang zaman.
Imam Al-Syathibi dalam al-Muwafaqat, mengatakan ‘sesungguhnya diturunkannya syari’at bertujuan untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat’. Penulis adalah alumni Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia Bogor dan Pascasarjana UIN Antasari Banjarmasin yang berhasil mendapatkan predikat wisudawan terbaik saat lulus.
Thesisnya yang berjudul Sharia Law of Tax Amnesty in Perspective of the South Kalimantan Muslim Economists dapat dilihat di jurnal dengan DOI: http://dx.doi.org/10.18592/sy.v18i2.2220.
Praktik ini menandakan bahwa fikih yang dianut umat Islam Indonesia lebih fleksibel dan disajikan dalam bentuk baku kepada masyarakat sesuai dengan kondisi mereka. Dengan kata lain juga bahwa ulama kita memberikan panduan pilihan tanpa paksaan dan masih menganggap sah mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk uang. Dalam hadits Ibnu Umar ra: “Rasullah mewajibkan zakat fitrah di bulan Ramadhan berupa satu sha’ gandum.” (Muttafaq alaih, HR Bukhari no 1432, Muslim no 984).
Hakikatnya yang wajib dalam zakat fitrah adalah mencukupi atau memberikan kecukupan kebutuhan fakir berdasarkan sabda Nabi shallahu alaihi wasallam, “Cukupi mereka dari meminta-minta di hari seperti ini.” (HR. Jumhur menjawab: jika hadits yang jadi dasar benar, penilaian patokan berdasarkan harga dan nilai barang, maka tidak mengabaikan jenisnya.
Nabi shallahu alaihi wasallam mengatakan kepada kaum perempuan di hari Idul Fitri “Bersedekahlah meski dari perhiasan kalian” (HR.
Suara.com - Menjelang akhir bulan Ramadan, umat Muslim diwajibkan untuk membayar zakat fitrah yang dapat berupa uang tunai maupun beras. Kewajiban zakat disyariatkan bagi seluruh umat Muslim, baik dewasa maupun anak-anak, bahkan janin yang masih berada di perut ibu dan telah bernyawa juga diwajibkan untuk dikeluarkan zakatnya.
Bagi umat Muslim di Indonesia, sudah tak asing lagi dengan pilihan membayar zakat, antara menggunakan uang tunai atau beras. Sesuai hadis tersebut, besar harta yang harus dikeluarkan adalah sebanyak satu sha' gandum atau kurma.
Para ulama mazhab Syafi'i memahami arti kurma dan gandum dalam hadis sebagai makanan pokok penduduk di suatu kawasan.