Dalil Zakat Kepada Anak Yatim. Salah satu buktinya adalah diangkatnya derajat orang yang merawat dan menanggung kebutuhan anak yatim. Memang jika melihat konteks zaman dahulu, anak yatim tidak berhak menerima zakat, sebab mereka mendapat bagian khusus dari harta rampasan perang (ghanimah) sehingga kebutuhan-kebutuhannya dapat tercukupi. Namun, di zaman sekarang, harta rampasan perang sudah tidak ada lagi, terlebih mengalirkan harta rampasan untuk penyaluran kebutuhan anak yatim, sehingga anak yatim yang tidak tercukupi kebutuhan-kebutuhannya berhak menerima zakat. “Cabang permasalahan, anak kecil ketika tidak ada orang yang menafkahinya, maka menurut sebagian pendapat (yang lemah) ia tidak boleh diberi zakat, karena sudah tercukupi dengan anggaran dana untuk anak yatim dari harta ghanimah (rampasan). Menurut pendapat ashah (kuat), ia dapat diberi zakat, maka harta zakat diberikan pada pengasuhnya, sebab terkadang tidak ada yang menafkahi anak kecil kecuali dia, dan terkadang pula anak kecil tersebut tidak mendapatkan bagian anggaran dana untuk anak-anak yatim, karena orang tuanya miskin. Aku berkata: “Urusan harta ghanimah di zaman ini sudah tidak ada lagi di berbagai daerah, karena tidak adilnya para penguasa, maka sebaiknya memastikan bolehnya memberikan zakat pada anak yatim, kecuali anak yatim tersebut tergolong nasab mulia (nasab yang bersambung pada Rasulullah) maka tidak boleh untuk memberinya zakat, meskipun ia tercegah dari bagian seperlima dari seperlimanya harta ghanimah menurut qaul shahih.
Sedangkan dalam konteks memberikan harta zakat pada panti asuhan yang menampung banyak anak yatim, perlu diperinci sesuai dengan ketentuan di atas. Jika kebutuhan anak yatim di panti asuhan telah dicukupi oleh para donatur tetap, maka tidak boleh memberi harta zakat pada mereka.
Anak kecil dan orang gila tidak diwajibkan membayar zakat, tetapi dibayarkan oleh wali yang menanggungnya. Allah memberikan kesempatan kepada manusia untuk memiliki harta baik banyak atau sedikit dan tidak boleh sewenang-wenang dalam menggunakan (memfungsikan) hartanya itu. Harta anak yatim merupakan kepunyaan dia sendiri dimana tak seorang pun diizinkan untuk mengambilnya atau menghabiskannya tanpa ada manfaatnya. Pendapat Abu Hanifah bahwasanya harta anak yatim itu tidak wajib zakat kecuali pada tanaman dan buah-buahan. Dalil-dalil pendapat pertama yaitu Abu Hanifah yang mengatakan bahwa harta anak yatim itu tidak wajib zakat :. Dalil-dalil pendapat kedua yaitu Malik,Syafi’I dan Ahmad yang mengatakan bahwa harta anak yatim itu wajib zakat :.
Dari ayat ini Ibnu Hazm mengomentari bahwasanya ayat ini berbentuk umum sehingga mencakup semua baik dia orang berakal atau orang gila ataupun dia dewasa atau anak-anak.Karena mereka semuanya memerlukan kepada penyucian dan pembersihan dari Allah swt,dan karena mereka orang-orang yang beriman[8]. Dan mengeluarkan zakat dari harta anak kecil itu tak mungkin diperbolehkan, kalau bukan karena wajib.
Dalam hadits tadi dijelaskan bahwa zakat diambil dari orang kaya tanpa memandang apakah dia sudah dewasa atau masih kanak-kanak. Keenam: Zakat bukanlah ibadat badaniyah semata-mata sehingga harus diterapkan padanya syarat-syarat taklif, atau kewajibannya terpengaruh dengan kurangnya kepatutan si mukallaf, tetapi merupakan ibadat yang lebih cenderung kepada soal harta, di samping merupakan pemelihara bagi salah satu segi keseimbangan ekonomi, dan evaluasi menyeluruh bagi kecukupan.
Mereka diamanahkan untuk disantuni sebagaimana menyantuni diri sendiri dan keluarga. Terdapat tiga keutamaan besar dalam menyantuni anak yatim, seperti yang dijelaskan pada hadis-hadis Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam :. Rasulullah Saw bersabda: “Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta agak merenggangkan keduanya” (HR. Barang siapa yang ingin bersama Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam di surga, santunilah anak yatim.
Kekerasan hati manusia bisa berasal dari akhlak yang buruk, seperti dengki, dusta, kikir dan sebagainya. Tidak hanya jaminan surga di akhirat, Allah Ta’ala pun menjanjikan kepada orang yang menyantuni anak yatim akan terpenuhi semua kebutuhan hidupnya. “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (An-Nisa: 10).