Dalil Naqli Tentang Kewajiban Membayar Zakat. Zakat merupakan kewajiban yang tercantum dalam Al Qur’an. “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” [Al Bayyinah:5]. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” [Al Ahzab:33].
Selain membayar zakat, hendaknya kita juga menyuruh orang lain untuk membayar zakat dan berbuat kebaikan lainnya. “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain.
Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. “Yaitu orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya.
Menurut ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa, zakat fitrah yang diberikan adalah yang berupa makanan pokok, seperti kurma, gandum, beras, dan semacamnya. Dan untuk di Indonesia sendiri, yang mayoritas makanan pokok penduduknya adalah nasi, maka zakat fitrah haruslah berbentuk beras. “Telah kita ketahui bahwa ketika pensyari’atan dan dikeluarkannya zakat fithri ini sudah ada mata uang dinar dan dirham di tengah kaum muslimin –khususnya penduduk Madinah (tempat domisili Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen)-. Seandainya mata uang dianggap sah dalam membayar zakat fitrah, tentu Rasulullah SAW akan menjelaskan hal ini. Alasannya, karena tidak boleh bagi Rasulullah SAW mengakhirkan penjelasan padahal sedang dibutuhkan. Seandainya Rasulullah SAW membayar zakat fitrah dengan uang, tentu para sahabat akan menukil berita tersebut.
Kami juga tidak mengetahui ada seorang sahabat Nabi yang membayar zakat fithri dengan uang. Seandainya ada di antara mereka yang membayar zakat fitrah dengan uang, tentu hal ini akan dinukil sebagaimana perkataan dan perbuatan mereka yang berkaitan dengan syari’at lainnya dinukil (sampai pada kita).
Pada ayat 102 dijelaskan tentang sekelompok orang yang mengakui perbuatan dosanya lalu bertaubat kepada Allah SWT. Diketahui penyebab dosa mereka adalah kecintaannya terhadap harta, maka dalam ayat 103 dijelaskan tentang wujud taubat dan ketaatan dengan menunaikan zakat.
Selain itu, zakat juga akan membersihkan diri dari segala sifat jelek akibat harta, seperti kikir, tamak, dan semacamnya. Hal itulah yang kemudian membuat Rasulullah SAW memerintahkan sahabatnya untuk menarik zakat dari kaum Muslimin.
Imam Muslim meriwayatkan melalui Abdullah ibnu Abu Aufa yang mengatakan bahwa Nabi Saw. Lebih lanjut Ibnu Katsir menjelaskan, zakat tersebut diperuntukkan bagi orang yang pantas menerimanya.
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah, M.Ag., alumni STDI Imam Syafi’i Jember dan Dewan Konsultasi bimbinganislam.com (BIAS) melanjutkan pembahasannya mengenai pra nikah bab mahar pada Sabtu (22/8) secara daring. Menurut Ustadz Rosyid, perbedaan adat melahirkan kesalahpahaman di masyarakat, maka pembahasan ini penting dipahami setiap orang. Dalam Islam kata Ustadz Rosyid, seorang wanita dibebaskan menentukan apa bentuk dan berapa besar mahar yang diinginkannya.
Selain itu, jika laki-laki tersebut mengiyakan dengan mahar yang tinggi, maka dapat membuat ia ketika menjadi suaminya tidak ridho terhadapnya. Andai dulu maharnya tidak terlalu tinggi, bisa aku belikan bahan-bahan untuk usaha,” contoh Ustadz Rosyid. Merangkum dari berbagai sumber, Allah Swt melarang suami menarik kembali mahar yang telah mereka berikan kepada istri.
Meski demikian, Tindakan tersebut salah apabila suami mengambil atau menjual mahar tanpa sepengetahuan istri.
Menurut bahasa, harta adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia, untuk dimiliki, dimanfaatkan, atau disimpan. Yang artinya : Rasulullah SAW bersabda, "Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya; mendirikan salat; melaksanakan puasa (di bulan Ramadan); menunaikan zakat; dan berhaji ke Baitullah (bagi yang mampu)" (HR.
Oleh sebab itu, hukum menunaikan zakat adalah wajib bagi setiap muslim dan muslimah, yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat juga merupakan kegiatan amal sosial dan kemanusiaan, yang dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan umat manusia.
Sedangkan untuk nisab atau syarat jumlah minimum zakat maal yakni, 85 gram apabila dalam bentuk emas. Atau bila dalam bentuk harta lain, maka yang setara harga emas 85 gram dari nisab tersebut diambil 2,5% sebagai adar zakat maal.
Dalam QS At-Taubah ayat 60, Allah memberikan ketentuan ada 8 golongan orang yang menerima zakat yakni sebagai berikut:. Fisabilillah, adalah mereka yang berjuang di jalan Allah dalam bentuk kegiatan dakwah, jihad dan sebagainya.
Jadi, mulai sekarang jangan lupa untuk membayar zakat ya, karena hukumnya adalah wajib jika telah memenuhi beberapa syarat dan akan berdosa bila ditinggalkan.
Zakat sebagai salah satu rukun Islam yang lima memiliki rujukan atau landasan kuat berdasar Al-Quran dan al-Sunnah. Persaksian bahwa tiada tuhan selain Allah Menegakkan shalat Membayar zakat Menjalankan puasa ramadhan dan Melaksanakan ibadah haji bagi yang berkemampuan.".
"Dari Ibnu Abbas r.a, bahwa Rasulullah SAW ketika mengutus Muadz ke Yaman beliau berpesan: "Hai Muadz, engkau hendak mendatangi sekelompok kaum dari kalangan Ahli Kitab (di Yaman), maka mula-mula yang harus engkau lakukan adalah:. Ajak mereka untuk bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku Muhammad adalah utusan-Nya;.
Sepeninggal Nabi SAW dan tampuk pemerintahan dipegang Abu Bakar, timbul kemelut seputar keengganan membayar zakat sehingga terjadi peristiwa "perang riddah". Kebulatan tekad Abu Bakar sebagai khalifah terhadap penetapan kewajiban zakat didukung penuh oleh para sahabat yang kemudian menjadi ijma.
Seseorang tidak diwajibkan berzakat selama ia belum mampu memenuhi kewajiban pokoknya. Kebutuhan pokok yang dimaksud itu meliputi makanan, pakaian dan tempat tinggal. Apabila setelah dibayarkan hutang-hutangnya tapi kekayaannya masih mencapai nishab, maka wajib untuk mengeluarkan zakat, tapi sebaliknya apabila tidak mencapai nishab setelah dilunasi hutang-hutang maka tidak wajib mengeluarkan zakat.