Cara Menghitung Zakat Pertanian Nu Online. Dari kelompok biji-bijiian, meliputi gandum, beras, dan segala jenis tanaman biji-bijian yang bisa dijadikan bahan makanan pokok serta dapat disimpan. Berdasarkan kitab Fathul Qadir fi ‘Ajaibil Maqadir karya Mbah Kiai Ma’shum, Kwaron, Diwek Jombang, diketahui pendekatan berat 1 mud, adalah sebagai berikut:.
Seorang petani telah berhasil memanen padi dengan total akhir gabah kering seberat 2 ton. Jika irigasi sawah berasal dari pengairan gratis, maka zakat yang harus dikeluarkan adalah sebesar 10%. Seorang petani telah panen padi dengan total akhir beras kering yang didapat adalah seberat 1,5 ton.
Jika irigasi sawah berasal dari pengairan gratis, maka zakat yang harus dikeluarkan adalah sebesar 10%.
Tanaman-tanaman lain di luar itu juga masuk sebagai objek zakat ketika menjadi bagian dari usaha produktif. Alhasil, yang masuk dalam rumpun ini adalah tanaman sawit, kopi, karet, teh, tebu, bawang merah, sagu, kelapa, dan sejenisnya. Dalam Majmu’ Syarah Muhadzdzab disampaikan bahwa menurut pendapat masyhur dari kalangan Syafi’iyah, tanaman produktif seumpama kapas semacam ini disepakati sebagai wajib zakat. Alasan pewajibannya adalah juga disebabkan tidak ditemukan adanya nukilan dalam qaul qadim Imam Syafi’i yang menetapkan (itsbat) akan ketiadaan wajib zakat.” (Majmu’ Syarah Muhadzab, juz 6, h. 47). Karena pertanian atau perkebunan produktif dikelompokkan dalam zakat tijarah, maka diperlukan langkah melakukan penghitungan nilai dari urudl al-tijarah. Komponen Penghitungan Rincian Penghitungan Keterangan Material Zakat Biaya Bibit Besaran modal yang digunakan untuk membeli benih tanaman dihitung sebagai urudl al-tijarah (harta niaga), dengan catatan biaya tersebut akan diputar kembali untuk menanam jeniis tanaman yang sama dalam satu tahun itu.
Bila telah tercapai nishab maka boleh untuk melakukan ta’jil al-zakat atau menjumlahkannya di akhir haul kemudian diikeluarkan sebesar 2,5%-nya.
Untuk kategori tanaman yang sifatnya manshush ini, para ulama sepakat mengelompokkan zakatnya sebagai zakat pertanian. Karena sebelumnya tidak dijumpai dalam teks, maka teknik penyelesaian zakat dari kelompok tanaman produksi jenis ini, diperselisihkan. Masuk dalam rumpun lahan pertanian tadah hujan adalah tanah yang pengairannya berada di lokasi yang dekat dengan sungai sehingga akar-akar tanaman budidaya secara langsung menyerap dan mengambil air dari sungai, adalah masuk dalam rumpun lahan tadah hujan.
Demikian pula dengan lahan pertanian yang dialiri oleh mata air tidak berbayar (‘adamu al-mu’nati), semua ini adalah masuk kategori tadah hujan. Namun para ulama menangkap illat (alasan dasar hukum) dari air langit ini sebagai irigrasi gratis, tanpa dipungut biaya (‘adamu al-mu’nah). Artinya: “Jika sebuah tanaman diairi dengan menggunakan gayung atau timba yang besar, maka zakatnya setengahnya sepersepuluh (5%)” (Kifayatu al-Akhyar, Juz I, halaman 189).
Qiyas di atas sebenarnya juga berangkat dari sebuah pengertian dalil asal berupa hadits Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam:. Artinya: “Setiap areal yang mendapat siraman lagit, mata air, atau tadah hujan, maka zakatnya adalah 10%.
Suatu misal, pemilik ragu-ragu, berapa lama musim penghujan telah lewat, dan kemarau telah lewat, maka dalam kondisi seperti ini, seluruh hasil tanaman yang diperoleh dari musim penghujan dan kemarau ditotal secara umum, kemudian diambil 7,5%-nya sebagai zakat. Ustadz Muhamamd Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah - Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur.
Bolehkah sesuatu yang menjadi hak orang lain, seperti ongkos (upah), kita ambilkan dari kewajiban zakat? Lha, misalkan bawon itu diambilkan dari padi yang menjadi kewajiban zakat pertanian kita, angsal mboten (boleh atau tidak)?
Persamaan dari keduanya adalah upah itu diberikan menyesuaikan kuantitas hasil panenan yang berhasil dipetik oleh petani pemanen. Kelompok biji-bijian ini terdiri dari jenis biji tanaman bahan makanan pokok negeri dan bisa disimpan (mudakhar) dalam jangka waktu lama.
Maksudnya, selagi zakat belum dikeluarkan dari ketiga bahan makanan pokok biji-bijian di atas, maka semua kewajiban lainnya mesti diabaikan. Dengan mencermati keterangan di atas, maka pengupahan dengan sistem bawon yang diberlakukan atas tanaman wajib zakat (padi, jagung dan gandum), dan diambil sebelum zakat dikeluarkan oleh petani pemilik hasil panen, secara tidak langsung (mafhum), hukumnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:.
Jika bawon itu diberikan berupa nisbah hasil panen dari tanaman yang dipetik, misalnya setiap 1 kuintal, petani pemanen mendapatkan 10 kg, maka tata cara pengupahan semacam ini secara tidak langsung dapat mengurangi kadar nishab zakat. Adapun jika bawon itu disampaikan dalam bentuk upah berupa uang kontan yang diperingkat sesuai dengan capaian hasil petikan petani pemanen, maka dalam konteks ini tidak ada satu illat larangan pun yang dilanggar sehubungan dengan permasalahan mengurangi kadar nishab.
Membayar zakat dengan harganya atau uang merupakan persoalan hukum Islam yang diperselisihkan di antara beberapa mazhab. Tidak boleh memberikan zakat berupa uang kecuali beberapa hal, menurut sebagian mazhab Syafi’i sebagaimana ditegaskan oleh As-Suyuthiy (849-911 H.) di dalam Al-Asybah wan-Nadzair, h.251.
Adapun dalil yang mendasari teori ta’wil macam ini adalah maqshad asy-syari’ah (tujuan hukum Islam). Khususnnya di Indonesia dan pada zaman sekarang terdapat pertimbangan kuat untuk membolehkan memberikan zakat berupa uang. Pertimbangan tersebut secara jelas dapat dinilai tidak bertentangan dengan nash dan bahkan lebih mengarah pada tercapainya maqshad asy-syari’ah (tujuan hukum Islam). Misalnya, pedagang material bangunan bila ia harus memberikan zakat berupa barang dagangannya; seperti pasir, semen, besi, cat dan sebagainya yang semua itu belum tentu dibutuhkan oleh mereka.
Dalam hal ini khususnya, persoalannnya akan berbeda bila bahan makanan pokok itu berupa kurma yang siap saji dan tahan lama, tentu tidak ada kesulitan baginya.