Bolehkah Zakat Ke Anak Yatim. Salah satu buktinya adalah diangkatnya derajat orang yang merawat dan menanggung kebutuhan anak yatim. Anak yatim tidak termasuk dari delapan golongan yang disebutkan dalam ayat tersebut. Memang jika melihat konteks zaman dahulu, anak yatim tidak berhak menerima zakat, sebab mereka mendapat bagian khusus dari harta rampasan perang (ghanimah) sehingga kebutuhan-kebutuhannya dapat tercukupi.
Namun, di zaman sekarang, harta rampasan perang sudah tidak ada lagi, terlebih mengalirkan harta rampasan untuk penyaluran kebutuhan anak yatim, sehingga anak yatim yang tidak tercukupi kebutuhan-kebutuhannya berhak menerima zakat. “Cabang permasalahan, anak kecil ketika tidak ada orang yang menafkahinya, maka menurut sebagian pendapat (yang lemah) ia tidak boleh diberi zakat, karena sudah tercukupi dengan anggaran dana untuk anak yatim dari harta ghanimah (rampasan). Menurut pendapat ashah (kuat), ia dapat diberi zakat, maka harta zakat diberikan pada pengasuhnya, sebab terkadang tidak ada yang menafkahi anak kecil kecuali dia, dan terkadang pula anak kecil tersebut tidak mendapatkan bagian anggaran dana untuk anak-anak yatim, karena orang tuanya miskin.
Aku berkata: “Urusan harta ghanimah di zaman ini sudah tidak ada lagi di berbagai daerah, karena tidak adilnya para penguasa, maka sebaiknya memastikan bolehnya memberikan zakat pada anak yatim, kecuali anak yatim tersebut tergolong nasab mulia (nasab yang bersambung pada Rasulullah) maka tidak boleh untuk memberinya zakat, meskipun ia tercegah dari bagian seperlima dari seperlimanya harta ghanimah menurut qaul shahih. Sedangkan dalam konteks memberikan harta zakat pada panti asuhan yang menampung banyak anak yatim, perlu diperinci sesuai dengan ketentuan di atas.
Jika kebutuhan anak yatim di panti asuhan telah dicukupi oleh para donatur tetap, maka tidak boleh memberi harta zakat pada mereka.
Ditambah lagi, ajaran Islam mewajibkan ummatnya untuk selalu berbagi dan menunaikan zakat pada mereka yang membutuhkan. Di dalam ayat tersebut, anak yatim memang tidak disebutkan sebagai salah satu golongan yang berhak menerima zakat.
Dari penjelasan tersebut, semakin diperkuat bahwa memang anak yatim yang miskin atau dhuafa diperbolehkan menerima zakat. Tentu saja dengan catatan bahwa zakat tersebut akan membantu kebutuhan kehidupannya, pendidikan, dan masa depannya yang lebih. Hal ini agar pendistribusian zakat dapat diserap manfaatnya serta memberikan dampak yang luas bagi anak-anak yatim tersebut.
Seperti mengungkit soal orang tuanya, menanyakan cerita tentang diri dan keluarganya yang membuat emosi anak-anak yatim menjadi sedih. Untuk menyalurkan zakat pada anak-anak yatim, kita juga bisa melihat seberapa besar kebutuhannya dan apa yang mereka butuhkan.
Dengan menyalurkannya melalui lembaga, misalnya seperti Dompet Dhuafa, zakat kita juga bisa lebih berdampak secara luas.
Anak yatim bisa masuk kategori penerima zakat selama kriterianya terpenuhi. Muncul pertanyaan apakah boleh menafkahi anak yatim dengan dana zakat?
Menurut Syekh Abdul Sami, anak yatim bisa termasuk golongan penerima zakat selama memenuhi kriteria tersebut. "Tak masalah mengalokasikan sebagian dana zakat untuk memenuhi kebutuhan dan merawat anak yatim.
Dengan catatan, dana yang dizakatkan untuk memberi makan anak yatim dan menafkahinya itu (diperoleh) sesuai syariat," jelasnya. Meski begitu, Syekh Ashour menyarankan, lebih baik menafkahi anak yatim dengan menggunakan dana pribadi. Hal ini supaya zakat hartanya mengalir kepada orang-orang lain yang membutuhkannya sehingga mereka dapat memanfaatkannya.
Nabi Muhammad SAW pun telah bersabda tentang menafkahi anak yatim," jelas Syekh Ashour. أنا وَكافلُ اليتيمِ في الجنَّةِ كَهاتين ، وأشارَ بأصبُعَيْهِ يعني : السَّبَّابةَ والوسطى "Aku dan orang yang memelihara anak yatim itu akan masuk surga seperti ini.".