Bolehkah Uang Zakat Mal Untuk Pembangunan Masjid. Assalamualaikum, Pak saya mau tanya, zakat itu hitungannya pertahun atau perbulan. Terima kasih atas pertanyaan yang telah disampaikan kepada kami.
Disebutkan, ada khilafiyah di kalangan ulama mengenai boleh tidaknya memanfaatkan zakat untuk membangun masjid. Khilafiyah ini berpangkal dari perbedaan penafsiran istilah fi sabilillah pada ayat tentang delapan ashnaf (golongan) mustahiq zakat.
Maka mereka membolehkan zakat untuk membangun masjid, karena termasuk jalan kebajikan. Pertama, dengan melakukan penelusuran induktif (istiqra`) pada ayat-ayat Alquran terkait, dapat disimpulkan kata “fi sabilillah” jika dihubungkan kata infaq (pembelanjaan harta) atau yang semakna, pada dasarnya mempunyai arti khusus, yaitu jihad fi sabilillah, kecuali jika redaksi ayat bermakna umum, maka “fi sabilillah” berarti umum. Kedua, jika kata fi sabilillah dalam QS At-Taubah: 60 diartikan secara umum, yaitu untuk semua jalan kebajikan (wujuh al-khair), maka ayat itu malah menjadi tidak jelas maknanya.
Sebab semua jalan kebajikan (wujuh al-khair) artinya luas dan umum, termasuk di dalamnya memberi zakat kepada tujuh ashnaf lainnya, yakni orang fakir, miskin, amil zakat, muallaf, ibnu sabil, dan orang berhutang. Artinya, kata fi sabilillah pada ayat itu haruslah memiliki makna khusus (yaitu jihad), agar dapat dibedakan maknanya dengan tujuh ashnaf lainnya.
Apakah Zakat Maal dapat digunakan atau dimanfaatkan untuk kegiatan pembangunan masjid dan keperluan lain terkait dengan dakwah? Zakat pada prinsipnya adalah diperuntukkan bagi para asnaf yang jumlah 8, yaitu fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, gharimin, fi sabilillah, dan Ibnu sabil. Para ulama sepakat bahwa prioritas dalam distribusi adalah fakir dan miskin, dengan pertimbangan merekalah yang lebih membutuhkan. Kelompok ulama ini membolehkan dana zakat maal dimanfaatkan untuk kegiatan pembangunan masjid dan keperluan dakwah lainnya.
- Sebagian ulama membatasi makna fi sabilillah, karena biaya perang saat ini sudah ditanggung oleh pemerintah (negara) maka alokasi asnaffi sabilillah boleh digunakan untuk kebutuhan lainnya, seperti kebutuhan dakwah dengan mempertimbangkan proporsional dan azas keadilan bagi asnaf lainnya.
Apa alasan Imam al-Qaffal memperbolehkan penyaluran hasil zakat untuk pembangunan masjid? Sedangkan zakat fitrah adalah zakat berupa bahan makanan pokok (daerah masing-masing) sebanyak satu’ atau dalam takaran Indonesia sekitar 2,5 Kg., dan diberikan sebelum satu Syawal (hari raya Idul fitri).Setelah memahami definisi zakat, kita akan beralih ke pembahasan lain.
Sesuai judul di atas, bagaimana hukum menggunakan hasil zakat untuk mendirian masjid? Padahal kita tahu bahwa zakat harus diberikan kepada 8 Golongan.
Baca juga : 8 Golongan yang Berhak Menerima Zakat dan yang Haram Menerima Zakat Mereka memahami bahwa substansinya disini adalah masjid, madrasah, sekolah, dan pondok-pondok pesantren (asrama) merupakan. Dan bagaimana hukum zakat tersebut apabila disalurkan untuk pembangunan masjid, madrasah-madrasah, atau pondok pesantren?Hukum menggunakan hasil zakat untuk pembangunan masjid, asrama, madrasah, sekolahan, pondok pesantren, atau yang sejenisnya adalah tidak boleh.
Adapun pemahaman seperti di atas adalah(lemah).Pendapat tersebut merupakan salah satu kutipan dari Imam al-Qaffal, yang secaratidak bisa kita jadikan sebagai pijakan hukum. Jadi masjid, madrasah, dan pondok pesantren bukanlah “” yang termasuk dalam redaksi 8 golongan yang berhak menerima zakat.Dalam kitadijelaskan bahwa, “Dalam kitab, Imam al-Qaffal mengutip dari sebagian ulama fiqih bahwasanya mereka memperbolehkan penggunaan hasil sedekah atau zakat untuk semua jalur kebaikan, seperti untuk biaya pengkafanan mayit, pembangunan benteng, dan pembangunan masjid, karena firman Allah “” memiliki sifat yang sangat umum dan memiliki arti mencakup keseluruhan.Itulah pembahasan mengenai hukum menyalurkan hasil zakat untuk pembangunan masjid, madrasah, asrama, pondok, dan lain-lainnya.
Jadi, kita tetap berpegang pada mereka (mayoritas ulama) yang melarang menggunakan hasil zakat untuk pembangunan masjid, madrasah, pesantren, sekolah dan lain sebagainya.
Allah SWT tidak memasukkan masjid sebagai salah satu objek penerima zakat. Mulai pekan ini dan selama bulan Ramadhan, redaksi akan menayangkan tanya jawab seputar zakat bersama Bapak Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Ketua Dewan Penasehat Syariah Dompet Dhuafa. Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh. Ustaz, mohon dijelaskan apa boleh dana zakat fitrah dipakai untuk membangun masjid atau musholla?
Terima kasih, Ustaz. Wassalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh.
Semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan keberkahan-Nya kepada saudara dan keluarga. Allah swt telah menetapkan orang-orang yang berhak menerima zakat, pada Alquran Surah Attaubah ayat : 60. Pada ayat tersebut, Allah SWT tidak memasukkan masjid sebagai salah satu objek penerima zakat.
Sebagian besar ulama klasik dan kontemporer berpendapat bahwa dana zakat, baik zakat mal maupun zakat fitrah, tidak boleh digunakan untuk pembangunan masjid.
Bahwa masjid di kampung kami sedang dalam tahap renovasi besar-besaran karena memang sudah sangat tua. Allah Mahamengetahui, Mahabijaksana,” (QS At-Taubah [9]: 60).Dari ayat ini maka kita dapat memahami bahwa ada delapan golongan yang berhak menerima zakat.
Dari sini kemudian kita bisa mengerti kenapa zakat tidak boleh didistribusikan untuk pembangunan masjid. Argumentasi yang dibangun untuk menguatkan padangan ini adalah terletak pada pemahaman makna “fi sabilillah” (untuk jalan Allah) dalam ayat di atas.Menurut pandangan ini, firman Allah “fi sabilillah” dilihat dari sisi-nya tidak hanya membatasi () pada orang-orang yang berperang.
Maka atas dasar inilah, diajukan nukilan Al-Qaffal dari pendapat sebagaian pakar hukum Islam yang menyatakan bahwa boleh mendistribusikan zakat kepada pelbagai sektor kebaikan, seperti mengafani orang mati, membangun benteng, dan memperbaiki masjid.Artinya, “Ketahuilah, bahwa zhahir lafazh dalam firman Allah SWT: “fi sabilillah” tidak mengandung kepastian hanya mencakup setiap orang yang berperang. Atas dasar pengertian ini, maka Al-Qaffal menukil pendapat—dalam tafsirnya—dari sebagian pakar hukum yang membolehkan mendistribusikan zakat ke semua sektor kebaikan seperti mengkafani orang mati, membangun benteng, dan memperbaiki masjid.
Sebab, firman Allah swt: “fi sabilillah” adalah bersifat umum mencakup semuanya,” (Lihat Fakhruddin Ar-Razi,, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1419 H/1998 M, juz X, halaman 127).Berangkat dari penjelasan di atas maka dalam status hukum zakat ke masjid ada dua pendapat. Pendapat pertama yang dipegang oleh empat imam madzhab menyatakan tidak boleh zakat untuk pembangunan masjid.
Kendati demikian, pendapat ini dapat dipertimbangkan dalam kondisi tertentu semisal di suatu kampung tidak ada orang yang mau menyumbang untuk pembangunan masjid padahal masjid tersebut sudah tidak layak dan harus diperbaiki.Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Zakat memang bukan sekadar kewajiban agama yang harus dipenuhi umat Islam. Zakat merupakan potensi ekonomi yang harus bisa dimanfaatkan untuk pengentasan kemiskinan.
Ketua Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Bambang Sudibyo, menekankan, dana zakat tidak bisa asal saja digunakan untuk pembangunan atau renovasi masjid. "Jadi UPZ ini sekaligus meluruskan, tidak bisa seenaknya orang mengumpulkan zakat untuk bangun masjid, di Alquran pun tidak ada, sebagian besar harus diberikan ke fakir miskin," kata Bambang, Kamis (27/10).
Dikatakan Bambang, selama ini, cukup banyak umat Islam di Indonesia yang mengalami kekeliruan mendistribusikan dana zakat, yang malah untuk pembangunan masjid. Menurut dia, pembangunan masjid bisa menggunakan wakaf, infaq maupun sedekah, tapi sekali lagi tidak dengan menggunakan dana yang dihimpun dari zakat.
Melalui UPZ, ucap Bambang, secara resmi dana zakat yang terhimpun bisa langsung disetorkan ke BAZNAS untuk sekaligus mendapat audit dari Kementerian Agama. Dengan begitu, dia merasa, pengumpulan, peruntukan, sampai proses penyaluran sekalipun dapat dipantau langsung masyarakat, sehingga dana itu bisa lebih jelas dan tepat guna. Dari riset yang dilakukan BAZNAS, IPB, dan IRTI-IDB pada 2011, potensi zakat di Indonesia diperkirakan sudah mencapai angka Rp 217 triliun. Namun, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2011-2014 yang di atas 5,02, melalui ekstrapolasi potensi zakat pada 2014, ternyata meningkat dan sudah mencapai angkat Rp 273 triliun.