Bolehkah Anak Perempuan Memberi Zakat Kepada Ibu Bapa. Zakat tidak boleh diberikan kepada orang yang menjadi tanggung jawab muzakki. Misalnya, seorang ayah tidak boleh memberi zakat kepada anaknya walaupun fakir/miskin, karena anaknya tersebut masih tanggung jawab bapaknya meskipun sudah menikah,.
Zakat fitrah merupakan kewajiban bagi semua umat muslim yang menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadan. Suara.com - Membayar zakat fitrah merupakan kewajiban bagi semua umat muslim yang menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadan. Bila ia mengeluarkannya setelah salat Ied, maka menjadi sedekah biasa.” (HR Abu Dawud 1609 dan Ibnu Majah 1827).
Jika perlu dirinci, maka ada beberapa pihak yang tergolong keluarga dapat dikategorikan berhak menerima zakat.
Bila seseorang wajib menafkahi mereka, maka ia tidak boleh memberikan mereka zakat. Ibnu al-Mundzir berkata, ‘Para ulama sepakat bahwa zakat tidak boleh dibayarkan kepada kedua orang tua yang merupakan orang-orang yang wajib dinafkahi oleh muzakki sendiri. Tidak boleh pula muzakki memberikan zakatnya kepada anak-anaknya.’ Imam Ahmad berkata, ‘Kedua orang tua tidak boleh diberi zakat, tidak pula anak dan cucu, kakek ataupun nenek.’”.
Syeikh al-Islam Ibnu Taymiah berkata dalam al-Ikhtiyarat (hal: 104), “Dibolehkan bagi seseorang untuk membayarkan zakatnya kepada kedua orang tua dan kakek atau neneknya, atau kepada anak-cucunya bila mereka miskin dan ia tidak bisa menafkahi mereka.
Zakat fitrah diwajibkan kepada setiap orang, termasuk orang tua hingga bayi. Dengan begitu orang tua atau mertua tidak berhak mendapatkan zakat dari harta anak-anaknya.
Allah SWT menjelaskan secara rinci tentang orang-orang yang berhak menerima zakat dalam salah satu firman-Nya:. Alasan pelarangan pemberian zakat kepada keluarga yang wajib dinafkahi oleh muzakki, dikarenakan dua hal. Namun patut dipahami bahwa larangan memberikan zakat kepada keluarga yang wajib dinafkahi, hanya ketika mereka termasuk dari golongan fakir, miskin atau mualaf.
Penjelasan tentang ketentuan ini seperti yang tercantum dalam Kitab Al-Majmu’ ala Syarhil Muhadzab berikut:. Artinya, “Tidak boleh memberikan zakat kepada orang yang wajib untuk menafkahinya dari golongan kerabat dan para istri atas dasar bagian orang-orang fakir.
Tidak boleh membagikan zakat dari golongan orang-orang muallaf, jika termasuk orang yang wajib menafkahinya. وإذا كان للمالك الذي وجبت في ماله الزكاة أقارب لا تجب عليه نفقتهم ، كالأخوة والأخوات والأعمام والعمات والأخوال والخالات وأبنائهم وغيرهم، وكانوا فقراء أو مساكين، أو غيرهم من أصناف المستحقين للزكاة، جاز صرف الزكاة إليهم، وكانوا هم أولى من غيرهم.
يسن للزوجة إذا كانت غنية، ووجبت في مالها الزكاة، أن تعطي زكاة مالها لزوجها إن كان فقيرا، وكذلك يستحب لها أن تنفقها على أولادها إن كانوا كذلك، لأن نفقة الزوج والأولاد غير واجبة على الأم والزوجة. Sedangkan ketika mereka adalah orang yang wajib dinafkahi oleh muzakki, yaitu istri, anak, dan orang tua, maka mereka dilarang untuk menerima zakat, jika memang pemberian zakat ini atas nama sifat fakir, miskin dan mualaf.
Baca juga: Menyalurkan Zakat untuk Imam Masjid dan Guru Sekolah Islam, Bolehkah? Dalam ketentuan agama berdasarkan ijmak (kesepakatan atau konsensus) para ulama, seseorang tidak boleh membayar zakatnya kepada kerabat yang menjadi tanggungannya (yaitu istri, anak, dan orangtuanya). Dalam buku Al-Mughnî, misalnya, Ibn Qudâmah (lahir tahun 541 H dan wafat 620 H) menukil ungkapan Ibn Al-Mundzir (lahir 241 H dan wafat 318 H), “Ulama telah berijmak bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada kedua orangtua dalam keadaan yang memungkinkan sang anak untuk menafkahinya.
Sebab, membayar zakat kepada orangtua bisa berakibat sang anak tidak lagi menafkahi orangtuanya. Lalu datanglah Bilal, lalu kami menitip pesan kepadanya, ‘Tolong temui Rasulullah saw., beri tahu beliau bahwa ada dua orang perempuan di depan pintu ingin menanyakan sesuatu, yaitu apakah seorang perempuan boleh bersedekah [berzakat] kepada suaminya, kepada anak-anak yatim yang berada dalam asuhannya? Kalau istri boleh membayar zakat kepada suaminya yang miskin karena sang suami bukan orang yang menjadi tanggungannya, maka seorang menantu pun boleh membayar zakat kepada mertuanya, karena mertua bukan tanggungan menantu. Tentu saja mertua telah memenuhi salah satu dari delapan kriteria yang disebutkan pada ayat di atas. Demikian pula jawaban resmi General Authority of Islamic Affairs and Endowments di Uni Emirat Arab. Seorang ayah boleh membayar zakat kepada anak perempuannya yang menikah dengan suami miskin, karena setelah anak perempuan itu menikah, ia bukan lagi menjadi tanggungan ayahnya, sehingga sang ayah boleh membayar zakat kepadanya.
Begitu kurang lebih disebutkan dalam buku Yas’alûnaka ‘an az-Zakâh (Mereka Bertanya Kepadamu tentang Zakat) yang ditulis oleh Prof. Dr. Husâm ad-Dîn ibn Mûsâ terbitan Palestina tahun 2007. Beberapa waktu kemudian, ketika hendak membayar zakat, B teringat akan A yang berutang kepadanya.
Dalam kasus antara A dan B di atas, tidak ada proses akhdz wa athâ’ itu.