Berikut Ini Perbedaan Antara Zakat Dan Pajak Kecuali. Mantan ketua umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) itu menjelaskan, dilihat dari status kewajibannya, zakat merupakan kewajiban syar'i dari Allah bagi umat Islam. Sedangkan pajak merupakan kewajiban yang berdasarkan kebijakan pemerintah," ujar Kiai Didin. "Hal itu untuk mendorong umat Islam agar mempunyai pendapatan yang halal dan bersih (tayib). "Sejarah membuktikan, pada masa kejayaan Islam dahulu, masyarakat hidup makmur ketika zakat dikelola dengan baik oleh pemerintah," ujar Didin. Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, juga melihat kelebihan zakat dibandingkan pajak. Menurut Enny, pemerintah harus belajar mengemban amanah dari rakyat, setidaknya dengan mulai membangun sistem yang baik dan mengarah ke tujuan.
Ia menilai, selama ini sistem yang ada tergolong rumit dan tidak jelas.
Dalil-dalil yang dikemukakan oleh pihak yang menolak pajak, antara lain: [1] Larangan Allah SWT agar tidak memakan harta sesama dengan cara yang bathil, QS. Kemudian hadits Rasulullah SAW tentang pemungut Al Maks yang berbunyi,” إِنَّ صَاحِبَ الْمَكسِ فِيْ النَّارِ, yang diterjemahkan menjadi, ”Sesungguhnya pemungut Al Maks (pemungut pajak) masuk neraka” [HR Ahmad 4/109]; [3] Hadits Rasulullah SAW yang berbunyi: لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ, diterjemahkan menjadi, “Tidak akan masuk surga pemungut Al Maks (orang yang mengambil pajak)”, (HR. Abu Daud II/147 No.2937); [4] Hadits Rasulullah SAW yang berbunyi: ليْسَ فِي الْمَالِ حَقٌّ سِوَى الزَّكَاةِ, artinya, “Tidak ada kewajiban dalam harta kecuali Zakat” (HR Ibnu Majah I/570 No.1789); [5] Hadits Rasulullah SAW yang berbunyi: فَوَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ تَابَهَا صَاحِبُ مَكْسٍ لَغُفِرَ لَهُ, artinya, “Demi dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sesungguhnya perempuan itu telah benar-benar bertaubat, sekiranya seorang pemungut Al Maks (pemungut pajak) bertaubat sebagaimana taubatnya wanita itu, niscaya dosanya akan diampuni.” (HR. (روه الترميذى و بن ماجة) , yang artinya,”Di dalam harta terdapat hak-hak yang lain di samping Zakat.” (HR Tirmidzi dari Fathimah binti Qais RA., Kitab Zakat, Bab 27, Hadits No.659-660 dan Ibnu Majah, kitab Zakat, Bab III, Hadits No.1789); [4] Hadits Rasulullah SAW tentang kewajiban Khalifah yang berbunyi:الإمام راع و هو مسؤول عن رعيته (رواه مسلم) , yang artinya,”Seorang Imam (Khalifah) adalah adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan dia akan diminta pertanggungjawabannya terhadap rakyatnya, (HR Muslim); [5] Dalam keadaan kekosongan Baitul Mal, seorang Khalifah tetap wajib mengadakan berbagai kebutuhan pokok rakyatnya, untuk mencegah timbulnya kemudharatan, dan mencegah suatu kemudaratan adalah juga kewajiban, sebagaimana kaidah ushul fiqh yang mengatakan: ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب , artinya,”Segala sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan demi terlaksananya kewajiban selain harus dengannya, maka sesuatu itupun wajib hukumnya.”; [6] Hadits Nabi SAW tentang wajibnya kaum Muslimin untuk mencukupi kebutuhan pokok mereka yang berbunyi: عن سلمة بن عبد ا لله بن مجضن الخطمى ‘ عن أ بيه و كا نت له صحبة , قال : قال رسول الله صلى ا لله عليه و سلم.
Perdebatan tentang boleh atau tidaknya memungut pajak dengan “perang dalil” seperti di atas tidak akan menghasilkan kesepakatan apa-apa jika tidak di awali dengan pemahaman yang sama tentang apa saja sumber-sumber pendapatan negara yang di perbolehkan dalam Islam. Di zaman pemerintahan Nabi Muhammad SAW sebagai Kepala Negara di Madinah (622-632 M/ 1-10 H), sumber pendapatan negara terpenting dan terbesar adalah Ghanimah (harta rampasan perang) yang diperoleh dari kaum kafir, melalui peperangan, yang kemudian harta itu dibagi sesuai dengan perintah Allah SWT pada QS. Ghanimah merupakan salah satu kelebihan yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, yang tidak diberikan kepada Nabi-Nabi yang lain (lihat QS.
Sumber pendapatan kedua adalah Fa’i, yaitu harta rampasan yang diperoleh kaum Muslim dari musuh tanpa terjadinya pertempuran (QS. Namun kemudian, khalifah Umar bin Khattab RA berijtihad, tidak lagi menjadikannya milik kaum Muslim, tapi tetap memberikan hak milik pada non Muslim, namun mewajibkan mereka membayar sewa (Kharaj) atas tanah yang diolah tersebut. Tingkat bea yang diberikan kepada non Muslim adalah 5% dan kepada Muslim sebesar 2,5%.
Mereka tetap wajib membayar Jizyah, selagi mereka kafir. Hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT dalam QS.
Sumber pendapatan negara keenam adalah Zakat (Shadaqah) adalah kewajiban kaum Muslim atas harta tertentu yang mencapai nishab tertentu dan dibayar pada waktu tertentu, sesuai perintah Allah dalam QS [9]:103. Dari uraian tentang sumber-sumber Pendapatan Negara diatas, terlihat bahwa pendapatan negara pada pemerintahan Islam periode awal di Madinah bersumber dari orang kafir (Ghanimah, Fa’i, Kharaj, Jizyah, ‘Ushr) dan juga dari kaum Muslimin yaitu Zakat.
Akibat tidak adanya sumber-sumber pendapatan negara seperti yang di contohkan oleh Rasulullah SAW dan para Shahabat berupa Ghanimah, Fa’i, Kharaj, Jizyah dan ‘Ushr di zaman sekarang, maka muncul pemikiran baru (Ijtihad) dari para ulama yang kemudian di sahkan oleh Ulil Amri sebagai sumber pendapatan baru. Pada masa pemerintahan Rasulullah SAW dan Shahabat, Pajak (Dharibah) belum ada, karena dari pendapatan Ghanimah dan Fay’i sudah cukup untuk membiayai berbagai pengeluaran umum negara. Sungguhpun penerimaan Zakat meningkat karena makin bertambahnya jumlah kaum Muslim, namun Zakat tidak boleh digunakan untuk kepentingan umum seperti menggaji tentara, membuat jalan raya, membangun masjid, apalagi untuk non Muslim sebagaimana perintah Allah SWT pada QS.[9]:60. Jika SDA tidak diolah, maka negara-negara Muslim tetap saja menjadi negara miskin. Jika terjadi kondisi kas negara (Baitul Mal) kekurangan atau kosong (karena tidak ada Ghanimah dan Fay’i atau Zakat), maka seorang Imam (khalifah) tetap wajib mengadakan tiga kebutuhan pokok rakyatnya yaitu keamanan, kesehatan dan pendidikan. Jika terjadi kondisi Baitul Mal kekurangan atau kosong (karena tidak ada Ghanimah dan Fay’i atau Zakat), maka seorang Imam (khalifah) tetap wajib mengadakan tiga kebutuhan pokok rakyatnya yaitu Keamanan, Kesehatan dan Pendidikan, sebagaimana hadits Rasulullah Saw.
Dalam Al-Qur’an yang terdiri dari 30 Juz, 114 surat, 74.499 kata, 325.345 suku kata dan 604 halaman memang tidak ditemukan satu pun kata “pajak” karena “pajak” bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan berasal bahasa Jawa yaitu “ajeg” yang artinya pungutan tertentu pada waktu tertentu. At-Taubah [9]:29:قَٰتِلُواْ ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَلَا بِٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ ٱلۡحَقِّ مِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ حَتَّىٰ يُعۡطُواْ ٱلۡجِزۡيَةَ عَن يَدٖ وَهُمۡ صَٰغِرُونَ ٢٩ , artinya,”Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar Jizyah (Pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk (QS.
Padanan kata yang paling tepat untuk pajak menurut Sistem Ekonomi Islam bukan Jizyah karena Jizyah artinya kehinaan, rendah atau berkurang. Dalam Al-Qur’an, kata dengan akar kata da-ra-ba terdapat di beberapa ayat, antara lain pada QS.
Ada juga ulama atau ekonom Muslim dalam berbagai literatur menyebut pajak dengan padanan kata/istilah Kharaj (pajak tanah) atau ‘Ushr (bea masuk) selain Jizyah (upeti), padahal sesungguhnya ketiganya berbeda dengan Dharibah. Untuk itu, biarkanlah pungutan sewa atas hasil tanah disebut dengan Kharaj, sedangkan istilah yang tepat untuk pajak yang objeknya harta/penghasilan adalah Dharibah.
Shabibul Maks adalah petugas pajak yang dzalim, yang memungut pajak di pasar-pasar (di Kota Madinah waktu) yang tidak ada perintah dan contoh dari Nabi Muhammad SAW. Petugas pajak yang yang memungut uang tidak didasari Undang-Undang seperti inilah yang dimaksud dengan “Shahibul maks” atau petugas pajak yang dzalim. Jika dikatakan petugas pajak masuk neraka, bagaimana halnya dengan nasib pemungut Jizyah (pajak kepala) yang tegas-tegas merupakan perintah Allah SWT dalam QS [9]:29, petugas pemungut Kharaj (sewa tanah) yang diangkat Khalifah, petugas pemungut ‘Ushr (bea masuk) untuk proteksi pedagang Muslim dari persaingan dengan pedagang dari luar Madinah.
Salah satu amalan dalam ajaran Islam ini sangat diutamakan karena merupakan perilaku untuk membantu orang lain.
Muslim yang wajib membayar zakat ini memiliki syarat-syarat, berupa (1) milik penuh, (2) harta berkembang/produktif, (3) cukup senisab, (4) bebas dari utang, (5) sudah sampai setahun (haul), (6) melebihi kebutuhan rutin/primer. Umat muslim diwajibkan menunaikan ibadah zakat yang bertujuan untuk menyucikan jiwa dan membersihkan harta.
Bila, badah zakat merupakan perintah langsung dari Allah yang sama pentingnya dengan ibadah sholat. Selain di masjid, amil zakat juga dapat ditemui dari lembaga sosial yang terpercaya, salah satu contohnya adalah Dompet Dhuafa.