Bagus Zakat Beras Atau Uang. Apa kata Ustadz Cecep Maulana soal pembayaran zakat fitrah dengan uang dan makanan? Suara.com - Membayar zakat fitrah merupakan kewajiban bagi umat muslim yang menjalankan puasa pada bulan Ramadan. Tapi di sisi lain, ada pula mahzab yang mengatakan tidak boleh, jadi harus dengan makanan.
"Nah, itu terserah umat mau pilih bayar dengan cara yang mana, keduanya boleh. Kalau dikasih uang nanti banyk orang miskin menjadi lebih kaya daripada yang memberi.
Membayar zakat fitrah menggunakan uang atau beras masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Sehingga hal tersebut membuat bingung bagi sebagian Muslim yang akan mengeluarkan zakat fitrah.
"Membayar dengan makanan pokok itu bagus dan memang sebaiknya seperti itu. Ustaz Ahmad mengatakan, yang jadi masalah adalah orang yang membayar zakat fitrah dengan uang kepada miskin (mengikuti Ahnaf) akan tetapi nilai yang dibayarkan adalah nilai kadar jumhur yang hanya sekitar 2,5 kg. Kalau begitu adanya, kata dia, maka orang tersebut tidak sedang mengamalkan pandangan jumhur, juga tidak sedang mengamalkan pandangan al-Hanafiyah.
ini umat muslim bisa membayarkan zakat fitrah di awal atau akhir bulan menjelang Idul Fitri.
Besaran zakat fitrah yang ditetapkan Kementerian Agama Republik Indonesia adalah 2,5 kilogram beras per satu orang. “Zakat fitrah dibayarkan dengan makanan pokok.
KH Ahmad Hudaya menambahkan, sebagian ulama melarang pembayaran zakat fitrah dengan uang. Karena pada dasarnya zakat fitrah dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok,” sambung KH Ahmad Hudaya. Tapi, beberapa ulama berpendapat zakat fitrah semestinya diberikan kepada dua golongan pertama, yakni fakir dan miskin.
Dalam hal apa yang harus dikeluarkan dalam zakat fitrah, sebagian besar masyarakat Indonesia menganut pendapat jumhur; yakni dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok beras. Ulama sepakat bahwa zakat fitrah itu pada asalnya dikeluarkan dalam bentuk komoditas makanan pokok yang ada di zaman nabi seperti gandum, kurma dan kismis, jammed yang sudah ditegaskan dalam hadits.
Dalam hadits Ibnu Umar ra: “Rasullah mewajibkan zakat fitrah di bulan Ramadhan berupa satu sha’ gandum.” (Muttafaq alaih, HR Bukhari no 1432, Muslim no 984). Dalam hadits Abu Said al-Hudri beliau berkata, “Kami mengeluarkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau satu sha’dari gandum atau satu sha’ dari jameed (makanan susu kambing yang dikeringkan) atau satu sha’dari kismis.” (Muttafaq alaihi, Bukhari no 1435, Muslim no 985).
Pendapat pertama: tidak dibolehkan mengeluarkan zakat fitrah berupa uang senilai kadar zakat fitrah. Tidak sah mengeluarkan zakat fitrah dengan lainnya. Tidak sah zakat fitrah dengan uang senilai.
Jika mampu dengan komoditas itu, maka tidak boleh beralih dengan lainnya, baik dengan makanan lain atau nilai. Pendapat kedua: boleh mengeluarkan zakat fitrah berupa uang senilai dengan kadar 1 sha’ gandum jenis tertentu atau setengah sha’ untuk jenis gandum lebih baik. Ini pendapat Hanafi.
Sebenarnya, ada yang pendapat tengah-tengah yakni pendapat Ibnu Taimiyah. Jika tidak ada kondisi yang mengharuskan maka tidak boleh dengan uang. Dalam nash ditentukan zakat fitrah dalam bentuk bahan makanan pokok mentah atau minimal semi olahan seperti tepung, maka tidak dibolehkan beralih atau menggantinya dalam bentuk lain yang senilai seperti uang atau makanan olahan lain.
Hal itu disimpulkan oleh Hanafi dalam beberapa penjelasannya dari hadits-hadits nabi yang menjelaskan bahwa zakat fitrah itu bertujuan mencukupi kebutuhan fakir miskin atau agar mereka ikut bergembira bersama umat Islam lain di hari fitri. Untuk mewujudkan tujuan itu, menurut Hanafi tidak mesti dengan bahan makanan pokok, namun bisa dengan uang.
Misalnya, Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa jika tidak ada kondisi yang mendorong untuk dibayar dengan uang, zakat fitrah tidak perlu dibayarkan dengan uang. Pendapat Jumhur. Jumhur menjawab: jika jenis-jenis itu tidak bermaksud membatasi, maka tetap saja jenis itu diutamakan atas yang lain selama tidak ada maslahat jika dikeluarkan dalam bentuk uang yang senilai.
Membayar zakat fitrah dengan uang senilai dianggap keluar dari yang ditegaskan dalam nash sehingga seperti mengeluarkan yang buruk sebagai ganti dari yang baik. Nabi mewajibkan zakat fitrah dari berbagai jenis makan (gandum, kurma, kismis, jameed) dengan berbeda-beda nilainya, ini berarti Nabi menginginkan komoditas tersebut di dalam nash. Jika uang senilai dengan komoditas itu maka niscaya Nabi hanya menyebutkan satu jenis saja atau yang setara dengan nilai jenis lainnya.
Jumhur mengiaskan jaman mereka dengan jaman Nabi dan mereka mengira bahwa komoditas-komoditas yang ditegaskan di dalam nash berbeda-beda nilainya di masa nabi juga membutuhkan nash lain yang jelas. Selain itu, klaim berbeda-beda nilai dari komoditas itu tidak bisa diterima sebab nabi membedakan komoditas-komoditas tersebut dan tidak menyamakannya.
Hakikatnya yang wajib dalam zakat fitrah adalah mencukupi atau memberikan kecukupan kebutuhan fakir berdasarkan sabda Nabi shallahu alaihi wasallam, “Cukupi mereka dari meminta-minta di hari seperti ini.” (HR. Selain itu, memberikan kecukupan bisa dengan harta (uang) juga dengan makanan.
Jika dibolehkan membayar zakat dengan nilai (uang) dalam zakat komoditas-komoditas yang wajib, maka dibolehkanya dibayar dengan uang senilai dalam zakat fitrah lebih utama (pembolehannya). Tujuan syariat mengharuskan perintah di jaman nabi untuk mengeluarkan zakat berupa makanan pokok agar semua orang bisa menjalankan kewajiban itu dan tidak menyulitkan dan memberatkan.
Sementara saat itu yang paling mudah bagi setiap orang adalah dalam bentuk bahan makanan (komoditas) pokok. Dalam kurma dan gandum, beliau mewajibkan cukup dengan satu sha’dan dalam burr (gandum jenis lebih berkualitas) setengah sha’ karena harganya lebih mahal karena di Madinah saat itu stok terbatas.
Nabi shallahu alaihi wasallam mengatakan kepada kaum perempuan di hari Idul Fitri “Bersedekahlah meski dari perhiasan kalian” (HR. Berbeda dengan zaman nabi, dimana memberikan makanan di masa itu adalah lebih baik karena itu paling disukai.
Sanggahan jumhur: tidak boleh mengeluarkan zakat fitrah berupa uang senilai kadar zakat fitrah (satu sha’makanan) sebab tidak mungkin komoditas makanan itu tidak bermanfaat benar-benar bagi fakir miskin. Ibnu Taimiyah berkata: Adapun mengeluarkan zakat dengan uang senilai kadar zakat dan kaffarat – atau semisalnya – jika tidak ada alasan kebutuhan atau kemasalahatan yang pasti maka hal itu dilarang.
Menjelang akhir Ramadan seperti ini, biasanya banyak perusahaan yang telah memberikan tunjangan hari raya atau THR kepada para karyawannya. Masih bingung berapa banyak zakat fitrah yang harus dibayarkan jika membayarnya dengan beras dan uang? Berikut penjelasan jumlah besaran membayar zakat fitrah dengan beras dan uang yang perlu kamu tahu.
“Menurut kami, membayar zakat fitrah dengan uang itu boleh, bahkan dalam keadaan tertentu lebih utama. Bisa jadi pada saat Idul Fitri jumlah makanan (beras) yang dimiliki para fakir miskin jumlahnya berlebihan.
Dengan membayarkan menggunakan uang, mereka tidak perlu repot-repot menjualnya kembali yang justru nilainya menjadi lebih rendah. Itulah tadi jumlah besaran membayar zakat fitrah dengan beras dan uang yang harus kamu tahu.
Dikutip dari buku Fiqih Islam Wa Adillatuhu karya Prof DR Wahbah Az Zuaili, menurut Hanafiyyah, membayar zakat fitrah dengan harganya atau uang dibolehkan. Kemudian, Malikiyah berpendapat bahwa zakat fitrah wajib dibayar dengan makanan pokok yang mayoritas dikonsumsi di suatu negeri. Terakhir, Hanabilah menetapkan zakat fitrah harus dikelurkan dalam bentuk gandum, kurma, anggur, dan keju. Sementara itu, waktu pembayaran zakat fitrah bisa dilakukan sejak awal bulan Ramadhan sampai dengan sebelum pelaksanaan salat Idul Fitri.