Tanah Wakaf Orang Aceh Di Mekkah. Pasalnya, setiap jamaah haji asal Aceh akan mendapatkan tambahan dana sebesar 1.200 SAR (Rp 4.500.000). Tambahan dana tersebut didapatkan dari hasil pengelolaan wakaf oleh seorang pedagang asal Aceh yang bernama Habib Bugak Al Asyi.

Sebelum mendatangi Mekkah, ia sudah lebih dahulu berencana untuk berwakaf di Mekkah yang kelak hasilnya akan bisa dinikmati oleh warga Aceh yang berhaji dan menuntut ilmu di tanah suci. Hotel bintang lima dengan kapasitas 650 kamar yang berada di wilayah Ajiyad Mushafi, berjarak ± 250 meter dari Masjidil Haram. Hotel bintang lima dengan kapasitas 1.800 kamar, yang berada di wilayah Ajiyad Mushafi, berjarak ± 300 meter dari Masjidil Haram.

Aceh Bangun Pemondokan Haji di Arab Saudi

Banda Aceh – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh merencanakan pada akhir tahun 2010 akan membangun sebuah hotel sebagai tempat pemondokan (Baitul Asyi) untuk menampung para jemaah haji asal provinsi itu saat menunaikan rukun Islam kelima di Mekkah, Arab Saudi. Menurut Nazar, pihaknya atas nama Pemerintah Aceh berharap lokasi pembangunan Baitul Asyi itu tidak dipindahkan ke daerah lain.

Disebutkan, pembangunan gedung asrama Aceh itu terdiri beberapa lantai, mungkin sekitar dua tower yang. Selain membangun asrama yang diharapkan rampung dibangun 2-3 tahun ke depan, pihak Nadhir Wakaf juga berencana menyediakan bus khusus untuk jamaah haji asal Aceh. Bahkan, lanjutnya, berdasarkan informasi yang diterima, pihak Kerajaan Arab Saudi akan memberikan izin kepada bus jemaah haji Aceh.

Kepada petugas yang kita tunjuk mewakili Pemprov Aceh, dapat mengatur atau memfasilitasinya sehingga proses pembagian dana wakaf Baitul Asyi berjalan tertib dan lancar,” harapnya.

Sejarah Wakaf di Makkah yang Manfaatnya Dirasakan Jemaah Haji

Tanah Wakaf Orang Aceh Di Mekkah. Sejarah Wakaf di Makkah yang Manfaatnya Dirasakan Jemaah Haji

JAKARTA - Habib Bugak Al Asyi dan sejumlah saudagar dari Aceh membeli sebidang tanah di Makkah pada tahun 1809 M. Tanah yang berada di Makkah itu diwakafkan untuk jemaah haji dari Aceh. Sebuah penginapan kemudian didirikan untuk menampung calon jemaah haji dari Aceh. Dengan begitu mereka tak perlu bingung mencari tempat singgah sementara selama di Makkah. Dalam situs acehprov.go.id, dua tokoh Aceh, Dr. Al Yasa’ Abubakar (mantan Kepala Dinas Syariat Islam NAD) dan Dr. Azman Isma’il, MA (Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh) menuliskan asal muasal wakaf Habib Bugak Asyi. "Sekiranya karena sesuatu sebab tidak ada lagi orang Aceh yang datang ke Makkah untuk naik haji maka rumah wakaf ini digunakan untuk tempat tinggal para pelajar (santri, mahasiswa) Jawi (nusantara) yang belajar di Makkah," demikian potongan ikrarnya. "Sekiranya karena sesuatu sebab mahasiswa dari Nusantara pun tidak ada lagi yang belajar di Makkah maka rumah wakaf ini digunakan untuk tempat tinggal mahasiswa Makkah yang belajar di Masjid Haram.

Nazhir kemudian menggunakan uang itu untuk membeli dua lahan lain, yakni di daerah Ajyad. Nazhir juga membeli dua area lahan lain yang luasnya 1.600 meter persegi dan 850 meter persegi di Kawasan Aziziah yang pada tahun 2009 lalu dibangun pondok khusus menampung jamaah dari Embarkasi Aceh. Sejak 2006, hasil keuntungan pengelolaan harta wakaf diberikan kepada jamaah haji asal Aceh.

Baitul Asyi, Warisan Peradaban Islam Aceh – Majelis

Sebagaimana diberitakan Serambi Indonesia, baru-baru ini, 2.600 jemaah calon haji (JCH) asal Aceh di Mekkah, menerima pembagian uang kompensasi pengelolaan Baitul Asyi. Disamping itu, harta agama ini juga diniatkan untuk tempat tinggal bagi warga negara Aceh yang bermukim di Mekkah.

Dari beberapa hasil penelusuran penulis, ada 19 persil lagi perlu ditelusuri keberadaannya sekarang, yang telah terkena perluasan Mesjidil Haram maupun pembangunan fasilitas haji di Mina. Ketiga, endatu dulu berpikir bagaimana mendapat “beureukat” dari amal yang dilakukan, sementara sekarang orang lebih suka “meukat” dalam segala hal untuk persoalan “tiga jengkal.”.

Keempat, sejatinya para hujaj di Aceh juga tidak hanya belajar menikmati uang dari hasil tanah wakaf baitul asyi tersebut. Alangkah baiknya, jika dana tersebut diwakafkan kembali kepada fakir miskin di relung hati para hujaj dari Aceh.

Alasan BPKH Incar Investasi Tanah Wakaf Aceh di Arab Saudi

Tanah Wakaf Orang Aceh Di Mekkah. Alasan BPKH Incar Investasi Tanah Wakaf Aceh di Arab Saudi

-- Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengaku berminat untuk berinvestasi pada tanah wakaf milik Aceh di Baitul Asyi, Arab Saudi. Investasi pada tanah wakaf tersebut dinilai tak sekadar memiliki manfaat komersial.Kepala Badan Pelaksana BPKH Anggito Abimanyu menjelaskan bahwa investasi di Arab Saudi sebenarnya paling tepat bagi pengelolaan dana haji. Selain memberikan keuntungan yang cukup bagus, penempatan dana di negera tersebut, memberikan hasil investasi dalam bentuk mata uang riyal yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan haji.

Kalau di Tanah Wakaf Aceh itu kan sebenarnya ada dua manfaat, manfaat komersial dan kemaslahatan," ujarnya saat berkunjung ke kantor Transmedia, Rabu (14/5).Anggito menegaskan BPKH tak akan mengambil alih tanah wakaf tersebut, melainkan hanya berinvestasi. Saat ini, tanah wakaf yang terletak di Ajyad dan berlokasi hanya 400 meter dari Masjidil Haram Mekkah tersebut dikelola dalam bentuk hotel oleh investor asal Arab Saudi.Adapun kerja sama investor tersebut dengan nazir wakaf atau pihak yang menerima harta benda wakaf berlangsung selama 25 tahun, dengan sisa waktu 8 tahun. "Sekarang ini sekitar 60 persen hasilnya diperuntukkan kepada investor dan sisanya dimanfaatkan untuk masyarakat Aceh yang berada di tanah suci," terang dia.BPKH memastikan rencana investasi pihaknya pada tanah wakaf tak akan menganggu manfaat yang selama ini diperoleh masyarakat Aceh selama ini.

Pasalnya, pihaknya hingga kini belum melakukan penjajakan (due diligent). "Kami juuga belum tahu, apa akan kerja sama atau akuisisi sebagian.

Belum sampai ke sana," imbuh dia.Sementara itu, Anggota BPKH Benny Witjaksono menyebut investasi pada properti di Mekkah bisa menghasilkan imbal hasil sekitar 15 persen hingga 20 persen. "Itu menghitung jika (properti) digunakan selama 12 bulan, haji dan umrah.

BPKH: Akuisisi Hotel Baitul Asyi Bukan Satu-satunya Pilihan

Tanah Wakaf Orang Aceh Di Mekkah. BPKH: Akuisisi Hotel Baitul Asyi Bukan Satu-satunya Pilihan

"Jadi kalau kami tidak disetujui (akuisisi hotel di atas Baitul Asyi) ya tidak apa-apa, kami akan mencari tanah wakaf yang lain," ujar Kepala Badan Pelaksana BPKH Anggito Abimanyu ketika berkunjung ke Detik Network, Rabu (14/3/2018).Menurut Anggito, BPKH akan bertemu dengan nazhir (pengelola) tanah wakaf Baitul Asyi yang saat ini dikelola oleh Mahkamah Syariah Arab Saudi, pada Senin 19 Maret 2018 pekan depan. Pada dasarnya, tutur dia, BPKH tidak akan mengambil alih pengelolaan tanah wakaf dari nazhir, melainkan mengakuisisi hotel yang selama ini dikelola oleh investor dan operator yang ditunjuk oleh nazhir.

Di atas Baitul Asyi itu berdiri hotel yang dibangun oleh investor swasta. Nah yang ingin kami akuisisi itu adalah pengelolaan hotel tersebut, bukan akuisisi tanah wakaf Baitul Asyi,"jelasnya.Lebih rinci dia menjelaskan, investor swasta yang dimaksud memiliki perjanjian dengan nazhir pengelola Baitul Asyi dengan jangka waktu 25 tahun. Saat ini investor tersebut masih memiliki hak pengelolaan hotel selama 8 tahun lagi.

"Namun sebenarnya tidak perlu menunggu sampai 8 tahun selesai, kalau investor setuju kami akuisisi, maka bisa langsung jalan," jelasnya.Anggito menjelaskan dalam pengelolaan tanah wakaf Baitul Asyi, pada dasarnya jamaah haji asal Aceh hanya menerima sepertiga dari hasil usaha Baitul Asyi, sementara sisanya untuk investor dan nazhir. Hasil usaha itu, diberikan langsung di Mekkah bagi setiap jamaah haji asal Aceh dengan nilai sekitar 1.500 Riyal.Meski demikian, beberapa hari ini muncul polemik mengenai rencana BPKH tersebut.

Sebagian tokoh masyarakat Aceh menolak rencana BPKH untuk mengelola hotel di atas Baitul Asyi.Baitul Asyi atau Rumah Aceh merupakan wakaf dari Habib Abdurrahman Al-Habsyi atau Habib Bugak Asyi sekitar 200 tahun lalu. Dalam wakaf yang diikrarkan sampai kiamat tersebut dinyatakan bahwa Baitul Asyi di dijadikan tempat tinggal jamaah haji asal Aceh yang datang ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan juga tempat tinggal orang asal Aceh yang menetap di Mekah.Bila tidak ada lagi orang Aceh yang datang ke Mekah untuk haji, maka rumah wakaf ini digunakan untuk tempat tinggal para pelajar Jawi (Asia Tenggara).

Bila tidak ada lagi pelajar asal Jawi maka wakaf ini diserahkan kepada Imam Masjidil Haram.Namun, dalam perkembangnya di atas Baitul Asyi berdiri hotel dan manfaat dari tanah wakaf tersebut diserahkan secara tunai kepada jamaah haji Aceh.

Related Posts

Leave a reply