Hukum Wakaf Kepada Orang Kafir. Ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, di tangan beliau masih banyak harta titipan milik orang-orang kafir yang harus dikembalikan terlebih dahulu. Rasulullah SAW dan Abu Bakar menyewa seorang guide profesional untuk mengantarkan mereka berdua hingga tiba ke arah Madinah, Abdullah bin Uraiqidz, yang nota bene bukan muslim. Artinya tidak ada larangan apapun berhubungan secara sosial selama dalam koridor mampu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Hanya saja prinsip-prinsip hubungan (muamalah) harus terpenuhi, seperti kesetaraan, kejujuran, kepercayaan, keadilan, transaksi pada hal yang di bolehkan dalam Islam, dan lain-lain.
Wakaf sebagaimana yang kami pahami adalah berorientasi pada manfaat dari harta-benda yang diwakafkan. Dalam pandangan kami, ini sangat menarik, karena ada non-Muslim mau memberikan tanahnya kepada orang muslim untuk dibuat sebagai tempat ibadah.Lantas bagaimana sikap para ulama dalam menanggapi persoalan ini? Pandangan ini dianut oleh para ulama dari kalangan Madzhab Syafi’i.Setidaknya ada empat rukun wakaf, yaitu harta benda yang diwakafkan (), pihak penerima wakaf (), pernyataan tentang wakaf (), dan pihak pemberi wakaf ().
Yang menjadi titik fokus dalam pembahasan ini adalah terkait pihak pemberi wakaf.Menurut ulama dari kalangan Madzhab Syafi’i—sebagaimana terdokumentasikan dalam kitab—syarat pemberi wakaf adalah pihak yang nyata-nyata tidak dalam tekanan (). Dengan kata lain ia adalah pihak yang dengan sukarela memberikan harta-bendanya untuk diwakafkan di samping juga sebagai orang yang memiliki kecakapan dalam berbuat kebajikan ().Menariknya, persyaratan yang diajukan terkait pemberi wakaf tidak menyebutkan ia harus seorang Muslim. Karena itu kemudian dengan tegas Syekh Zakariya Al-Anshari dalam-nya menyatakan keabsahan wakaf non-Muslim meskipun untuk masjid.Artinya, “Rukun wakaf ada empat yaitu harta benda yang diwakafkan, pihak penerima wakaf, pernyataan wakaf, dan pihak yang mewakafkan. Disyaratakan pihak yang memberi wakaf adalah ia orang yang secara sukarela memberikannya (), dan penjelasan tambahan dari saya dalam hal ini adalah ia merupakan(orang cakap dalam kebajikan). Yang terpenting adalah sepanjang wakaf tersebut memiliki nilaiatau ibadah dalam pandangan Islam maka dapat dibenarkan.Karena itu kemudian dikatakan bahwa yang menjadi acuan dalam soal wakaf adalah sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah dalam pandangan Islam. Sehingga misalnya wakaf non-Muslim untuk masjid adalah sah, sebab dalam pandangan Islam itu dianggap sebagai.
Berbeda jika ia mewakafkan tanahnya misalnya untuk gereja, jelas tidak sah karena itu bukan termasuk kategoridalam pandangan Islam.Artinya, “Para ulama dari kalangan madzhab Syafi’i dan Hanbali menyatakan bahwa yang menjadi acuan dalam soal wakaf adalah qurbah (mendekatkan diri kepada Allah) yang sesuai dengan pandangan Islam, baik itu selaras dengan keyakinan pemberi wakaf atau tidak. Karenanya, sah wakaf non-Muslim untuk masjid karena dalam pandangan Islam itu merupakan bentuk dari qurbah. Tidak sah wakaf untuk gereja,(tempat penyembahan api), atau sejenisnya karena itu bukan merupakan qurbah dalam pandangan Islam,” (Lihat Wahbah Az-Zuhaili,, Damaskus, Darul Fikr, cet ke-XII, juz X, halaman 330).Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan.
Masyarakat bahu membahu mendirikan mas jid dari nominal terkecil hingga yang mencapai sumbangan ratus an juta rupiah. Meski demikian, menurut Qu raish, bantuan dari orang kafir untuk memakmurkan masjid, baik dalam bentuk materi atau pikiran bukannya harus ditolak.
Dalam konteks ini, mantan mufti Mesir dan pemimpin tertinggi al-Azhar almarhum Syekh Had al-Haq Ali Had al-Haq memfatwakan bahwa Allah SWT memerintahkan kita berbuat baik ke pada semua manusia. Prof Dr Wahbah az-Zuhaili da lam kitabnya At-Tafsir al-Mu nier Juz X halaman 140-141 meng ungkapkan pendapat yang pa ling sahih (valid) bahwa orang kafir diperbolehkan membantu pembangunan masjid. Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Ja karta pada 12 Juli 2001 pun pernah membahas hukum sumbang an non-Muslim untuk pembangunan masjid, mushala, dan pondok pesantren. Menurut MUI DKI Jakarta, masyarakat Indonesia yang me megang teguh dasar Negara Pan casila dan UUD 1945 sangat toleran terhadap pemeluk agama lain. Salah satu bentuk nyata dari sikap saling bantu membantu dan to long menolong bangsa Indone sia adalah kesediaan kaum Mus limin Indonesia memberikan ban tuan untuk pembangunan rumah iba dah agama lain.
Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Quran seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi Isa AS. Al-Mau'idhah (pelajaran/nasihat) : QS (10:57).
Al-Hukm (peraturan/hukum) : QS (13:37). Asy-Syifa' (obat/penyembuh) : QS (10:57), QS (17:82).
Al-Huda (petunjuk) : QS (72:13), QS (9:33). Al-Kalam (ucapan/firman) : QS (9:6). Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS (14:52). "Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) yaitu Kitab (Al-Qur`an) itulah yang benar, membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya.". "Al-Qur`an itu tidak lain adalah pelajaran dan kitab yang jelas.". "Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur`an) kepada hamba-Nya dan Dia tidak menjadikannya bengkok, sebagai bimbingan yang lurus.." (QS.
"Al-Qur`an itu tidak lain adalah peringatan bagi seluruh alam" (QS. "Wahai manusia, sungguh telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur`an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada, petunjuk dan rahmat bagi orang yang beriman".
Memang, dengan turunnya Quran secara berangsur-angsur, sangatlah mudah bagi manusia untuk menghafal serta memahami maknanya.