Hukum Menjual Tanah Wakaf Nu Online. Suatu ketika karena masjid sudah tua sehingga dibongkar dan dibangun lagi yang baru. Tetapi karena keterbatasan dana, sehingga panitia pembangunan dan DKM bermusyawarah yang hasilnya adalah kesepakatan menjual sebagian tanah wakaf berupa sawah tersebut untuk membiayai pembangunan masjid, sampai saat ini tinggal sebagian tanah wakaf yang masih ada.

Seorang ibu menyerahkan tanah miliknya dari bagian warisan suaminya yang telah meninggal dunia ke masjid sebagai wakaf, tetapi beberapa bulan kemudian anak tunggal dari ibu tersebut menemui DKM dan meminta kembali tanah wakaf yang telah diberikan oleh ibunya. Dan karena keterbatasan waktu maka dalam kesempatan ini kami akan menjawab pertanyaan pertama terlebih dahulu.

Sebelum kami menjawab pertanyaan di atas, maka pertama-pertama yang harus dipahami adalah tentang pengertian wakaf. Secara bahasa wakaf artinya menahan (al-habs), sedang menurut syara` wakaf adalah menahan harta-benda yang bisa diambil manfaatnya untuk hal yang diperbolehkan berserta tetap utuhnya harta-benda itu sediri dengan cara tidak mentasharufkan dzatnya.

Para ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud sedekah jariyah di dalam hadits tersebut adalah wakaf. Menurut para ulama sedekah jariyah ditafsirkan atau mengandung pengertian wakaf,” (Zakariya al-Anshari, Fath al-Wahhab bi Syarhi Manhaj ath-Thullab, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1418 H, juz, I, h. 440).

Hanya imam Abu Hanifah yang memperbolehkan jual-beli harta-benda wakaf tetapi dengan catatan belum disahkan oleh hakim. Kendati demikian dalam kasus tertentu dimana harta-benda wakaf tersebut sama sekali tidak bisa dimanfaatkan lagi maka ada pendapat yang memperbolehkannya.

Misalnya menjual tikar atau karpet masjid yang sudah rusak dan tidak layak untuk dipakai. Sedangkan hasil penjualannya diperuntukkan bagi kepentingan wakaf itu sendiri, yang dalam hal ini adalah untuk kemaslahatan masjid.

Dengan mengacu pada penjelasan di atas maka menjual tanah sawah masjid di mana tanah tersebut masih produktif adalah tidak diperbolehkan, dan jual-beli tersebut adalah batal sebab harta-benda wakaf hanya boleh diambil manfaatnya tanpa harus menghilangkan materinya.

Hukum Menjual Material Wakaf Bangunan Lama

Hukum Menjual Tanah Wakaf Nu Online. Hukum Menjual Material Wakaf Bangunan Lama

Al-Imam al-Subki berkata; bahkan bila mungkin menggunakannya dengan memasukan harta wakaf dalam alat-alat pembangunan, maka tercegah menjualnya menurut pendapat yang jelas.” (Syekh Abu Bakr 'Utsman bin Muhammad Syatha' Al-Bakri, I’anah al-Thalibin, juz 3, hal. “Diambil dari jawaban penanya bahwa bila memungkinkan menjaga material-material (wakaf) tersebut dalam pertanyaan sampai waktu kebutuhan masjid, maka wajib atas nadzir menjaganya, tidak boleh menjualnya, tidak boleh mengalokasikannya untuk pembangunan masjid yang lain.” (Syekh Bafadlal, Mawahib al-Fadl min Fatawa Ba Fadlal, hal.

Menurut Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, tidak boleh dijual, tapi dimanfaatkan untuk masjid/mushala lain yang membutuhkan, diutamakan masjid/mushala terdekat. (فأجاب) بقوله نعم تجوز عمارة مسجد قديم أو حادث بها حيث قطع بعدم احتياج المسجد الذي هي منه إليها قبل فنائها ولا يجوز بيعها بوجه من الوجوه فقد صرحوا بأن المسجد المعطل لخراب البلد إذا خيف من أهل الفساد على نقضه نقض وحفظ وإن رأى الحاكم أن يعمر بنقضه مسجدا آخر جاز وما قرب منه أولى.

Ulama menegaskan bahwa masjid yang vakum karena hancurnya negara bila dikhawatirkan dihancurkan oleh para perusak, maka wajib dibongkar dan dijaga (materialnya). Dalam himpunan fatwa Syekh Bafadlal, pakar fiqh terkenal dari Tarim Yaman disebutkan keterangan sebagai berikut:.

أما اذا قطع بعدم احتياج المسجد التي هي منه اليها فيجوز عمارة مسجد آخر بها والقريب اولى ولا يجوز بيعها بحال. وقال الشيخ العلامة عبد الله بن عمر مخرمة رحمه الله انه اذا لم تبع ضاعت او انها تتطرق اليها ايدي الظلمة ونحو ذلك جاز بل وجب بيعها ويؤخذ بثمنها مثلها ان كان يمكن حفظه ويؤمن عليه ولا أخذ به جزء عقار ونحوه مما يؤمن عليه ويمكن حفظه للمسجد الى وقت حاجته. Kesimpulannya, menjual material wakaf bangunan lama hukumnya tidak diperbolehkan jika masih memungkinkan dipakai untuk kebutuhan masjid/mushala yang bersangkutan.

Sedangkan menurut Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, hukum menjualnya haram, bahkan wajib dialokasikan untuk masjid/mushala lain yang lebih membutuhkan. Pihak takmir boleh memilih salah satu dari dua pendapat tersebut sesuai dengan pertimbangan yang menurutnya dirasa lebih maslahat.

Bolehkah Menjual Barang Wakaf?

Hukum Menjual Tanah Wakaf Nu Online. Bolehkah Menjual Barang Wakaf?

Diperbolehkan menjual tikar (alas) wakaf untuk masjid yang sudah rusak, dengan hilangnya keindahan dan manfaatnya, sedangkan kemaslahatannya hanya ada pada penjualannya. Dicontohkan, jika atap-atap patah itu memungkinkan untuk dimanfaatkan seperti dibuat papan maka sama sekali tidak boleh dijual.

Hukum Menjual Barang Wakaf Masjid yang Sudah Rusak

Hukum Menjual Tanah Wakaf Nu Online. Hukum Menjual Barang Wakaf Masjid yang Sudah Rusak

Namun, tidak banyak yang mengetahui tentang hukum-hukum yang berkaitan dengannya, terlebih ihwal alat-alat masjid yang berstatus wakaf. Pada akhirnya, barang-barang tersebut mangkrak di gudang tanpa dimanfaatkan. Menurut Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, sebagaimana dikutip oleh Syekh Abu Bakr bin Syatha, kebolehan penjualan harta wakaf ini dimaksudkan agar ia tidak tersia-sia, menghasilkan uang (meski minim) dari hasil penjualan yang manfaatnya kembali kepada harta wakaf adalah lebih baik ketimbang membiarkannya sia-sia tanpa guna.

Bila tidak memungkinkan, misalnya hasil penjualan alat masjid tidak memadai untuk membeli barang yang sama, maka uang hasil penjualannya ditasarufkan untuk segala hal yang berkaitan dengan kemaslahatan masjid. “Ungkapan Syekh Zainuddin al-Malibar; bila tidak mungkin membeli tikar atau pelapah kurma dengannya; bila memungkinkan maka dibelikan tikar atau pelapah kurma dengannya dan uang tersebut tidak ditasarufkan untuk kemaslahatan masjid” (Syekh Zainuddin al-Malibari dan Syekh Abu Bakr bin Muhammad Syatha, Fath al-Mu’in dan Hasyiyah I’anah al-Thalibin, juz 3, hal. Pendapat berbeda disampaikan oleh segolongan ulama dari kalangan Syafi’iyyah, menurut mereka hukum menjual harta wakafan tersebut tidak diperbolehkan, sebab lebih menekankan kepada kelestarian harta wakaf. Selain membahas hukum menjualnya, keputusan tersebut juga menyebut alat-alat masjid yang sudah rusak masih menetapi statusnya sebagai harta wakaf, tapi boleh dijual bila maslahatnya hanya dijual. “Bagaimana hukumnya alat-alat mesjid yang sudah rusak seperti tikar dan pelepah kurma? “Alat-alat mesjid yang sudah rusak yang tidak patut dipakai lagi kecuali dibakar, itu masih tetap hukum kewakafannya, tetapi boleh dijual kalau kemaslahatannya hanya dijual, kecuali menurut segolongan ulama” (Ahkam al-Fuqaha, hal.

(Ungkapan Syekh Zainuddin al-Malibari: “Diperbolehkan menjual tikar yang diwakafkan untuk mesjid.”) Dalam kitab al-Tuhfah Ibn Hajar al-Haitami berkata: “Maksudnya supaya tidak tersia-sia, karena menghasilkan harta -uang- sedikit dari harga penjualannya yang kembali pada barang wakaf itu lebih baik dari pada menyia-nyiakannya. Penjualan tersebut dikecualikan dari -larangan penjualan barang wakaf karena tikar dan batang kayu tersebut seperti sudah tidak ada.” Dalam Matn al-Minhaj al-Nawawi menambahkan: “Dan tikar serta batang kayu tersebut tidak layak kecuali dibakar.” Dalam al-Tuhfah Ibn Hajar berkata: “Dengan ungkapan: “Dan tikar serta batang kayu tersebut tidak layak …” al-Nawawi mengecualikan kondisi bila batang kayu itu masih bisa dibuat papan, maka tidak boleh dijual tanpa khilafiyah para ulama.” Namun hakim -daerah terkait- harus melakukan pertimbangan matang dan menggunakannya dalam perkara yang lebih dekat dengan tujuan si pewakaf.

"Barang wakaf tidak boleh dijual meski sudah rusak … Maka bila sudah tidak bisa difungsikan, kecuali dengan pemanfaatan yang menghabiskannya, seperti tidak akan termanfaatkan kecuali dengan dibakar, maka -sifat- wakafnya terputus.

Bolehkah Menjual Tanah Wakaf?

Hukum Menjual Tanah Wakaf Nu Online. Bolehkah Menjual Tanah Wakaf?

Saya sudah membaca terkait fatwa Tarjih tentang kebolehan menjual tanah wakaf untuk kebutuhan yang sangat penting, yaitu dalam SM No. 18 Tahun 2008 yang membahas tanah wakaf yang terlantar, disebutkan bahwa wakaf memiliki arti perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan menahan harta miliknya dari lalu lintas muamalat dan menyerahkan manfaatnya untuk kepentingan umat atau anggota masyarakat dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dalam hadis lain dikisahkan tentang Ibnu Umar r.a. yang mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, sebagai berikut,. Lalu beliau mendatangi Nabi saw dan meminta nasihat mengenai tanah itu, seraya berkata, ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, yang saya tidak pernah mendapatkan harta lebih baik dari pada tanah itu, maka apa yang akan engkau perintahkan kepadaku dengannya?

Ibnu Umar berkata, maka bersedekahlah Umar dengan hasilnya, dan pokoknya itu tidak dijual, dihadiahkan, dan diwariskan. Pada dasarnya benda wakaf harus diabadikan dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan wakif.

Namun, apabila benda wakaf itu sudah rusak atau kurang bermanfaat bagi mauquf ‘alaih (orang yang menerima wakaf) maka bolehlah benda wakaf itu dipergunakan untuk yang lebih banyak manfaatnya sesuai dengan tujuan wakaf. Penjualan tanah wakaf tersebut masih dimungkinkan sepanjang masih dapat melestarikan keberadaan tanah wakaf, misalnya dengan menukar tanah lain yang lebih memiliki nilai ekonomis atau dengan kata lain dengan melakukan tukar guling tanah wakaf itu. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan apabila harta benda wakaf ternyata tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam ikrar wakaf. Dalam Pasal 48 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, juga disebutkan bahwa pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf harus berpedoman pada peraturan Badan Wakaf Indonesia (BWI). Hal ini dilakukan berdasarkan hadis Ibnu Umar r.a. yang telah disebutkan di atas, bahwa tanah wakaf tidak boleh dijual, dihadiahkan, dan diwariskan sehingga dengan adanya tukar guling ini tanah sebagai pokok wakaf tidak berubah dan nilai wakafnya tidak berkurang.

Aset Wakaf Masjid Dikembangkan lewat Usaha Ekonomi?

Hukum Menjual Tanah Wakaf Nu Online. Aset Wakaf Masjid Dikembangkan lewat Usaha Ekonomi?

Oleh sebab itu, tugas nazir (pengelola wakaf) tidak hanya menjaga fisik barang wakaf, tapi juga mengembangkan asetnya. Bisa juga dibelikan tanah untuk memperluas wilayah tanah milik masjid. Jika shighat pewakafannya dibatasi untuk ‘imarah al-masjid, misalnya pewakaf mengatakan, “Aku wakafkan sebidang tanah ini untuk kebutuhan pembangunan fisik masjid”, maka hasil pengembangan tanah tersebut hanya boleh dialokasikan untuk kebutuhan pembangunan fisik masjid, tidak diperbolehkan dibelikan tanah atau inventaris lainnya. Selama kebutuhan fisik masjid belum terpenuhi, hasil pengembangan aset wakaf milik masjid tidak diperbolehkan dibuat usaha, semisal dengan memperdagangkan. Menurut pendapat ini, uang saldo pengembangan aset wakaf milik masjid yang berkecukupan wajib disimpan untuk kebutuhan masjid di masa mendatang. Bila saldo aset yang diwakafkan atas masjid untuk kemaslahatannya atau wakaf mutlak melebihi kebutuhan masjid, maka disimpan untuk kebutuhan pembangunan masjid, nazir diperbolehkan membeli sesuatu dengan saldo tersebut dari perkara-perkara yang dapat menambah wilayah masjid.

“Dan wajib atas nazir wakaf menyimpan dana yang melebihi (kebutuhan wakaf) dari hasil wakaf untuk pembangunan wakaf dan membeli tanah dengan sisanya. Sebagian ulama muta’akkhirin berfatwa kebolehan memperdagangkan dana tersebut bila berasal dari wakaf masjid, bila tidak demikian maka tidak diperbolehkan” (Syekh Syihabuddin al-Qalyubi, Hasyiyah al-Qalyubi ‘ala al-Mahalli, juz 3, hal.

Jawab: Kalau yang dimaksud barang wakaf itu barang hasil dari wakaf untuk masjid yang lebih dari kebutuhan masjid, maka hukumnya menurut fatwa sebagian ulama akhir adalah boleh (tidak dilarang) diperdagangkan.

Hukum Mengubah atau Menjual Tanah Wakaf (3-habis)

Hukum Menjual Tanah Wakaf Nu Online. Hukum Mengubah atau Menjual Tanah Wakaf (3-habis)

REPUBLIKA.CO.ID, Maka berdasarkan alasan ini, bisa saja tanah itu dijual, kemudian harga penjualannya dibelikan atau digunakan untuk menyelesaikan gedung sekolah di lahan tanah yang lebih strategis dan lebih mendatangkan kemanfaatan sesuai dengan tujuan wakaf. Misalnya, membangun masjid untuk mengganti yang lebih layak bagi penduduk kampung, maka masjid yang pertama (yang juga berasal dari wakaf) dijual dan hasilnya untuk mendirikan masjid yang baru di tempat yang baru.

Menukar Tanah Wakaf, Apa Hukumnya?

Hukum Menjual Tanah Wakaf Nu Online. Menukar Tanah Wakaf, Apa Hukumnya?

Jakarta - Sejak dulu, para ahli fikih telah menaruh perhatian yang sangat besar terhadap pengembangan dan investasi harta wakaf. Jakarta – Sejak dulu, para ahli fikih telah menaruh perhatian yang sangat besar terhadap pengembangan dan investasi harta wakaf. Dengan aset yang begitu besar, Presiden Islamic Development Bank (IDB), Ahmed Mohamed Ali, pernah menyatakan, BWI berpotensi menjadi pusat gerakan wakaf di kawasan Asia Tenggara.

Selama ini, sebagian umat Islam masih terjebak dengan ketentuan fikih yang kaku dalam pemanfaatan harta wakaf. Dalam keputusannya, para ulama komisi fatwa juga memperbolehkan alih fungsi benda wakaf sepanjang kemaslahatannya lebih dominan.

Selaian itu, para ulama komisi fatwa pun menegaskan, nazir (pengelola wakaf) harus mengerti tugas dan tanggung jawabnya secara benar. Sebab, harta wakaf menjadi milik Allah dan tidak dapat dijadikan obyek transaksi untuk dialihkan hak pemilikannya kepada orang lain. Bahkan, ulama NU pun memutuskan untuk membiayai organisasi melalui hasil pengelolaan harta wakaf yang dimiliki.

Related Posts

Leave a reply