Dasar Hukum Wakaf Dari Ayat Dan Hadits. Seiring berkembangnya pembangunan untuk masyarakat, wakafpun semakin berkembang hingga masa kini. Tetapi, pertama kali di syariatkan pada masa Rasulullah ketika sudah hijrah ke Madinah. Terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama, tentang siapa yang pertama kali melakukan wakaf.
Pada tahun ketiga hijriah, Rasulullah mewakafkan tujuh kebun kurma di Madinah. Rasulullah SAW bersabda: ‘Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya), tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan.’ Ibnu Umar berkata: “Umar menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah Ibnu sabil, dan tamu, dan tidak dilarang bagi yang mengelola (nazhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta.”. Beliau mewakafkan sumur yang airnya digunakan untuk memberi minum kaum Muslimin.
Beliau bersabda, “Barang siapa yang membeli sumur Raumah, Allah mengampuni dosa-dosanya” (HR. Sebab, Allah pasti akan balas dengan balasan yang jauh lebih baik.
Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika memperoleh tanah di Khaibar.
Hadis tentang hal ini secara lengkap adalah; “Umar memperoleh tanah di Khaibar, lalu dia bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya untuk melakukannya? Sabda Rasulullah: “Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya.” Lalu Umar menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan wariskan. Bagaimanapun ia boleh digunakan dengan cara yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya, seperti memakan atau memberi makan kawan tanpa menjadikannya sebagai sumber pendapatan.”.
Nas hadis tersebut adalah; “Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang mendoakannya.”. Selain dasar dari al-Quran dan Hadis di atas, para ulama sepakat (ijma’) menerima wakaf sebagai satu amal jariah yang disyariatkan dalam Islam.
Tidak ada orang yang dapat menafikan dan menolak amalan wakaf dalam Islam karena wakaf telah menjadi amalan yang senantiasa dijalankan dan diamalkan oleh para sahabat Nabi dan kaum Muslimim sejak masa awal Islam hingga sekarang. Oleh karena itu pihak pemerintah telah menetapkan Undang-undang khusus yang mengatur tentang perwakafan di Indonesia, yaitu Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf.
Tujuan wakaf tiada lain kecuali hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dalam kitab Kifayatut Tanbih fi Syarh Al-Tanbih, Ibn Al-Rif’ah menyebutkan bahwa setidaknya ada dua ayat Al-Quran yang menjadi dasar hukum wakaf.
Menurut Ibn Ar-Rif’ah, wakaf termasuk bagian dari khair atau kebaikan sehingga masuk dalam anjuran kedua ayat di atas. Pertama adalah hadis riwayat Imam Muslim dari Ibn Umar, dia berkata;.
Nabi Saw menjawab; Jika kamu mau, peliharalah pohonnya dan sedekahkanlah hasilnya. Kedua adalah hadis riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Nabi Saw bersabda;.
Kenegaraan Kamis, 1 April 2021. Dasar Hukum Wakaf di Indonesia. Pertanyaan.
Kalo tidak salah, hingga tahun ini, ketentuan tentang wakaf masih merujuk pada UU tahun 1977 yang mendefinisikan benda wakaf hanya terbatas pada tanah (Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 28 tahun 1977). Adapun jika merujuk pada hukum islam, benda wakaf tidak hanya terbatas pada tanah milik dan realitas perkembangan zaman menjadi bukti konkrit. Masih relevankah UU Nomor 28 Tahun 1977 tersebut? Kalau pun sudah ada UU baru diatur di pasal berapa dan ayat berapa?
Secara sederhana, pengertian wakaf adalah amalan yang luar biasa. Wakaf termasuk sedekah jariyah, yang dimana tidak putus pahalanya selama terus memberikan manfaat untuk banyak orang.
Para ahli fikih, memiliki pandangan yang berbeda tentang pengertian dari wakaf tersebut. Menurut Abu Hanifah, pengertian wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap di wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan.
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakat tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya. Perbuatan si wakif menjadi menfaat hartanya untuk digunakan oleh mustahiq (penerima wakaf), walaupun yang dimilikinya itu berbentuk upah, atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang. Pengertian walah berikutnya dijelaskan menurut Mazhab Syafi’I dan Ahmad bin Hambal.
Syafi’i dan Ahmad berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Jika wakif wakaf, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh warisnya. Apabila wakif melarangnya, maka Qadli berhak memaksa agar memberikannya kepada mauquf’alaih.