Contoh Wakaf Pada Masa Sahabat. Kemudian disusul dengan pembangunan Masjid Nabawi yang dibangun di atas tanah anak yatim dari Bani Najjar setelah dibeli oleh Rasulullah dengan harga delapan ratus dirham. Peristiwa ini menjadi kisah pertama wakaf yang dilakukan oleh Rasulullah SAW yang kemudian ajaran ini di ikuti oleh para sahabat. Selain kisah diatas terdapat 2 kisah sahabat nabi yang pertama kali melaksanakan syariat Wakaf yaitu kisah Umar bin Khatab dan Abu Thalhah yang mewakafkan kebun kesayangan dan terbaik yang mereka miliki berikut ini kisahnya yang berdasarkan hadis yang diriwayatkan Ibnu Umar ra. Dari Ibnu Umar ra, ia berkata: “Bahwa sahabat Umar ra, memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian Umar ra, menghadap Rasulullah SAW untuk meminta petunjuk,. Sejak saat itu banyak keluarga Nabi dan para sahabat yang mewakafkan tanah dan perkebunannya. Ayat inilah yang membuat Abu Thalhah semangat mewakafkan perkebunannya.
Maka Abu Thalhah mengikuti perintah Rasulullah tersebut, dan di antara keluarga keluarga yang mendapat wakaf dari Abu Thalhah adalah Hassan bin Tsabit. Kisah ini dijadikan sebagai kisah wakaf produktif dimana hasil yang di peroleh dari pengelolaan sebidang tanah perkebunan di pergunakan untuk kepentingan kaum.
Semua orang berduyun-duyun untuk melaksanakan wakaf, dan wakaf tidak hanya untuk orang-orang fakir dan miskin saja, tetapi wakaf menjadi modal untuk membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan dan membayar gaji para stafnya, gaji para guru dan beasiswa untuk para siswa dan mahasiswa.
Zakat zaman Abu Bakar. Zakat zaman Umar bin Khattab. Khalifah Umar bin Khattab mendirikan lembaga baitul mal, suatu lembaga yang mengurusi harta yang dikumpulkan dari orang-orang mampu dan sebagian dari harta rampasan perang (ghanimah).
Bahkan, di zaman ini pula, Umar bin Khattab tidak mau lagi memberikan harta zakat kepada salah satu dari delapan golongan (ashnaf), yakni mualaf (orang yang baru masuk Islam). Umar tidak memberikan zakat kepada mualaf karena ia menilai orang yang masuk Islam saat itu sebagian besar adalah orang yang kaya dan mampu.
Menurut pendapat sebagian ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan Syariat Wakaf adalah Umar bin Khatab. Namun setelah masyarakatIslam merasakan betapa manfaatnya lembaga wakaf, maka timbullah keinginan untuk mengatur perwakafan dengan baik.
Ketika Shalahuddin Al-Ayyuby memerintah Mesir, maka ia bermaksud mewakafkan tanah-tanah milik negara diserahkan kepada yayasan keagamaan dan yayasan sosial sebagaimana yang dilakukan oleh dinasti Fathimiyah sebelumnnya, meskipun secara fiqh Islam hukum mewakafkan harta baitulmal masih berbeda pendapat di antara para ulama. Pertama kali orang yang mewakafkan tanah milik nagara (baitul mal) kepada yayasan dan sosial adalah Raja Nuruddin Asy-Skyahid dengan ketegasan fatwa yang dekeluarkan oleh seorang ulama pada masa itu ialah Ibnu “Ishrun dan didukung oleh pada ulama lainnya bahwa mewakafkan harta milik negara hukumnya boleh (jawaz), dengan argumentasi (dalil) memelihara dan menjaga kekayaan negara. Dalam rangka mensejahterakan ulama dan kepentingan misi mazhab Sunni Shalahuddin al-Ayyuby menetapkan kebijakan (1178 M/572 H) bahwa bagi orang Kristen yang datang dari Iskandar untuk berdagang wajib membayar bea cukai.
Perkembangan wakaf pada masa dinasti Mamluk sangat pesat dan beraneka ragam, sehingga apapun yang dapat diambil manfaatnya boleh diwakafkan. Pada masa Mamluk terdapat wakaf hamba sahaya yang di wakafkan budak untuk memelihara masjid dan madrasah. Hal ini dilakukan pertama kali oleh pengusa dinasti Ustmani ketika menaklukan Mesir, Sulaiman Basya yang mewakafkan budaknya untuk merawat mesjid. Perkembangan berikutnya yang dirasa manfaat wakaf telah menjadi tulang punggung dalam roda ekonomi pada masa dinasti Mamluk mendapat perhatian khusus pada masa itu meski tidak diketahui secara pasti awal mula disahkannya undang-undang wakaf. Pada orde al-Dzahir Bibers perwakafan dapat dibagi menjadi tiga katagori: Pendapat negara hasil wakaf yang diberikan oleh penguasa kepada orang-orang yanbg dianggap berjasa, wakaf untuk membantu haramain (fasilitas Mekkah dan Madinah) dan kepentingan masyarakat umum. Kekuasaan politik yang diraih oleh dinasti Utsmani secara otomatis mempermudah untuk merapkan Syari’at Islam, diantaranya ialah peraturan tentang perwakafan.
Dari implementasi undang-undang tersebut di negara-negara Arab masih banyak tanah yang berstatus wakaf dan diperaktekkan sampai saat sekarang. Di Indonesia sendiri, saat ini wakaf kian mendapat perhatian yang cukup serius dengan diterbitkannya Undang-undang No.
Wakaf merupakan salah satu ibadah sunah yang dilakukan seorang Muslim untuk mendekatkan dirinya kepada Sang Khalik. Menurut John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern, ide wakaf sama tuanya dengan usia manusia.
Seseorang bernama Mukhairiq mendermakan (mewakafkan) tujuh bidang kebun buah-buahan miliknya yang ada di Madinah, setelah dia meninggal, kepada Nabi SAW pada 626 M. Nabi SAW mengambil alih kepemilikan tujuh bidang kebun tersebut dan menetapkannya sebagai wakaf derma untuk diambil manfaatnya bagi fakir miskin. Praktik itu diikuti oleh para sahabat Nabi SAW dan Khalifah Umar bin Khattab.
Menurut sebagian para uluma yang mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah SAW ialah wakaf tanah miliki Nabi Muhammad SAW untuk dibangun sebuah masjid. Kemudian disusul dengan pembangunan Masjid Nabawi yang dibangun di atas tanah anak yatim dari Bani Najjar setelah dibeli oleh Rasulullah saw dengan harga 800 dirham. Baca Juga Artikel : Potensi, Optimalisasi Wakaf Produktif di Indonesia.
Ibnu Umar berkata "Umar menyedekahkannya (hasil pengelolahan tanah) kepada orang orang fakir, miskin, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah Ibnu sabil, dan tamu dan tidak dilarang bagi yang mgelolah (nazhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta".