Berikan Contoh Benda Wakaf Tidak Bergerak. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. e. kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan. d. hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;.
e. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Benda bergerak selain uang karena Peraturan Perundang-undangan yang dapat diwakafkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagai berikut:.
Jadi, benda yang bisa diwakafkan tidak hanya berupa benda tidak bergerak seperti hak atas tanah saja, tetapi bisa juga benda tidak bergerak lainnya seperti bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah, hak milik atas satuan rumah susun, atau benda bergerak seperti uang, logam mulia, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, dan sebagainya. Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri Agama. Pihak yang mewakafkan harus mengikrarkan kehendaknya secara jelas dan tegas kepada nadzir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (“PPAIW”) yang kemudian menuangkannya dalam bentuk Ikrar Wakaf, dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi.
Jika diistilahkan dari artinya, wakaf adalah menahan harta yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum tanpa mengurangi nilai harga. Tujuan wakaf selain untuk mendekatkan diri pada Allah SWT, juga mendapatkan pahala yang terus mengalir meskipun kita telah meninggal dunia karena manfaatnya bisa dirasakan banyak orang lain dan bersifat kekal.
Selain untuk pengelolaan uang dan harta, ada beberapa manfaat yang dapat diambil jika kita berwakaf. Amalan wakaf tidak dapat terputus meski sudah meninggal dunia, jika dikelola terus menerus. Wakaf banyak digunakan untuk mendirikan sarana seperti sekolah, yayasan pendidikan, asrama, dan fasilitas umum lain.
Penyakit kronis ini sebetulnya ada solusinya karena Islam memiliki konsep yang solutif di antaranya dengan menjadikan zakat dan wakaf sebagai bagian dari sumber pendapatan negara. Namun, karena aktivitas filantropi Islam seringkali bersinggungan dengan hubungan antarmasyarakat maka pemerintah kolonial pada akhirnya memandang perlu untuk mengatur dengan ketentuan-ketentuan hukum, di antaranya Surat Edaran Sekretaris Gubernemen Tanggal 4 Juni 1931 Nomor 1361/A sebagaimana termuat dalam Bijblad Nomor 12573 Tahun 1931, Tentang Toezich Van De Regeering Op Mohammedaansche Bedehuizen, Vrijdagdiensten En Wakafs. Ini berarti peraturan yang dikeluarkan pemerintah kolonial tidak memiliki arti penting bagi pengembangan wakaf, selain untuk memenuhi formalisme administratif semata. Karenanya tidak mengherankan, pemerintah diwakili Departemen Agama memainkan peranan yang signifikan dalam menginisiasi dan menfasilitiasi lahirnya seperangkat peraturan filantropi, khususnya Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Penempatan wakaf uang ke sektor produktif dilakukan agar prinsip “tahan pokok dan nikmati hasil” seperti yang digariskan dalam hadis Nabi, bisa terwujud. Hal ini sangat tepat dilakukan untuk merangsang kembalinya iklim investasi kondusif yang dilatarbelakangi motivasi emosional teologis berupa niat amal jariyah, di samping pertimbangan hikmah rasional ekonomis melalui kesejahteraan sosial.
Selain mendidik masyarakat untuk berjiwa entrepreneurship, juga akan menciptakan lapangan kerja yang pada gilirannya dapat mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan.