Bagaimana Jika Harta Wakaf Sudah Tidak Bisa Dimanfaatkan. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (“UU Wakaf”) menerangkan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Selanjutnya, untuk memperoleh keabsahan, wakaf haruslah memenuhi unsur-unsur sebagaimana disebut dalam Pasal 6 UU Wakaf yang berbunyi:.
Wakif; Nazhir; Harta Benda Wakaf; Ikrar Wakaf; peruntukan harta benda wakaf; jangka waktu wakaf. Nazhir, yaitu pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut, nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10%. untuk kepentingan pihak yang dimaksud dalam akta ikrar wakaf sesuai dengan peruntukannya.
Ikrar Wakaf, yaitu pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya. Peruntukan Harta Benda Wakaf, yaitu kehendah dari wakif terkait peruntukan harta benda yang diwakafkan. Penetapan peruntukan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dilakukan oleh wakif pada pelaksanaan ikrar wakaf.
Dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan tersebut digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata ruang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah. Pasal 36 UU Wakaf kemudian menegaskan bahwa dalam hal harta benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya, nazhir melalui PPAIW mendaftarkan kembali kepada instansi yang berwenang dan Badan Wakaf Indonesia atas harta benda wakaf yang ditukar atau diubah peruntukannya itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam tata cara pendaftaran harta benda wakaf.
Dengan demikian, perubahan pengelolaan, pengembangan dan perubahan peruntukan yang dilakukan oleh nazhir sebagaimana tersebut di atas diperbolehkan asalkan sesuai mekanisme menurut hukum, yaitu mendaftarkan kembali kepada instansi yang berwenang dan Badan Wakaf Indonesia atas harta benda wakaf yang ditukar atau diubah peruntukannya itu. Patut dipahami bahwa hal tersebut diperbolehkan sepanjang perubahan dilakukan oleh nazhir dan bukan pihak lain.
Jika memperhatikan Pasal 12 UU Wakaf, maka nazhir pun berhak atas pendapatan dari pengelolaan dan pengembangan harta wakaf yang besarnya tidak lebih dari 10%. Lain halnya jika wakaf atau perubahan peruntukan wakaf tersebut dilakukan di bawah tangan, artinya tidak melalui prosedur sebagaimana tersebut di atas, maka hukum tidak dapat memberikan jaminan perlindungan dan kepastiannya.
Saran kami, segerakan dilakukan prosedur wakaf atau perubahan peruntukan wakaf yang seharusnya agar tidak terjadi masalah di kemudian hari sekaligus memberi jaminan kepastian hukum terkait pelaksanaan wakaf tersebut dengan menghubungi Badan Wakaf Indonesia atau KUA di mana lokasi harta wakaf tersebut berada.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salam pembaca, mulai pekan ini dan selama bulan Ramadhan, redaksi akan menayangkan tanya jawab seputar zakat bersama Bapak Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Ketua Dewan Penasehat Syariah Dompet Dhuafa. Sebelum menjawab pertanyaan Andi, kita simak ulang hadis rasul Allah SAW yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abi Hurairah ra: “Apabila anak Adam itu telah mati, maka terputuslah amalnya, kecuali dari tiga hal: 1. Namun kalau contohnya tanah yang terkena lumpur Lapindo, belum bisa dipastikan kepunahannya.
Misalnya tatkala daerah eks lumpur Lapindo itu dibuat area rekreasi syari, lalu dikunjungi wisatawan. Sebagaimana dikatakan Ibn Qayyim al-Jauziyyah, “sesungguhnya wakaf itu tidaklah sah [kecuali jika pewakafannya] semata-mata dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (taqarrub ila Allah) serta dalam rangka mentaati (perintah)-Nya dan menaati (perintah) rasul Nya.” Maknanya, menurut hemat Pengasuh, niat ikhlas dalam berwakaf, merupakan pangkal dan tumpuan pahala wakaf itu sendiri; namun kadar sedikit-banyak atau besar-kecilnya nilai harta benda kekayaan wakaf, turut memengaruhi besar-kecilnya pahala yang diterima Wakif.
Ketika seseorang berwakaf menurut jumhur ulama, telah lepaslah kepemilikan harta tersebut dari si wakif untuk selama-lamanya, dan berpindah kepemilikannya sepenuhnya kepada Allah. Abu Hanifah Beliau dalam hal ini membolehkan jika seorang wakif menarik kembali harta wakafnya atau menjualnya jika hal tersebut atas keinginan wakif sendiri semasa hidupnya.
Karena bagi beliau akad wakaf sifatnya tidak lazim, dia seperti akad ’ariyah (Pinjam), dimana dalam akad pinjam seseorang meminjamkan hartanya kepada orang lain, pada saat itu subtansinya dia memberikan manfaat pada orang lain, tapi dari segi kepemilikan harta tersebut tetap menjadi milik dia, suatu saat jika dia ingin menarik atau meminta kembali, maka sah dan boleh saja. Baik dia ingin menjualnya, atau hanya mewakafkannya untuk batasan waktu tertentu, silahkan saja dengan syarat itu dilakukan oleh wakif sendiri semasa hidupnya. (Fahruroji, Tukar Guling Tanah Wakaf Menurut Fikih dan Peraturan Perundang-undangan, (Tangerang: Pustaka Mandiri, 2016), Cet. Macam-macam Istibdâl (Tukar Guling) Dalam pelaksanaannya istibdal bisa terjadi dengan beberapa model:. Tanah seluas 4.831 M² yang terletak di Desa Kute Lintang kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah Provinsi D. I. Aceh. 45.000.000,00 dan uang hasil penjualan dipergunakan untuk membangun mushola di tiga desa.
Al-Kasâni menyebutkan di dalam madzhab Hanafi menukar harta wakaf dibolehkan apabila wakif mensyaratkan di dalam ikrar wakaf, dan ini merupakan pendapat dari Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad. Dari Abû Yûsuf, apabila seorang wakif mensyaratkan bagi dirinya untuk menjual harta wakaf dan menggantinya dari hasil tersebut harta wakaf yang lebih baik maka hukumnya boleh.
Maka mereka membolehkan melakukan penukaran dengan syarat hasil dari penjualan rumah tersebut dipergunakan untuk membeli harta wakaf pengganti.” (al-Ghârnâthî, Al-at-Tâj wal Iklîl li Mukhtashar Khalîl, (tt.p:, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1416 H/1994 H), Cet. Sama seperti seorang budak yang telah dimerdekakan, maka akan selamanya dia merdeka setelah itu. Pendapat kedua mengatakan boleh, karena harta wakaf tersebut sudah tidak dapat diharapkan memberi manfaat, maka menjualnya itu lebih baik daripada membiarkannya rusak tanpa ada gunanya, hal itu berbeda dengan masjid yang masih dapat digunakan melakukan shalat disitu meskipun dalam keadaan rusak. Apabila seseorang mewakafkan hartanya, kemudian mengatakan akan menjualnya jika dia membutuhkan, dari segi hukum wakafnya sah, tapi syarat dalam ikrar wakaf merujuk kembali harta wakaf adalah syarat yang bâthil. Mereka sepakat untuk sebisa mungkin barang wakaf harus dijaga kelestariannya dan dilindungi keberadaannya. Isi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dibuat semuanya bertujuan supaya tanah yang diwakafkan tidak disalah gunakan pemanfaatannya sesuai dengan tujuan diwakafkannya.
Kompilasi Hukum Islam Perubahan status atau tukar menukar tanah wakaf dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) diatur dalam buku III, Bab IV Pasal 225 ayat (1) dan ayat (2), Pada dasarnya terhadap benda yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain dari pada yang dimaksud dalam ikrar wakaf. Seperti disebut dalam BAB IV Pasal 40 dan 41 ayat (1).Dalam Pasal 40 dinyatakan secara tegas, bahwa Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang , dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Dalam Bab IV Pasal 49 berbunyi: “Perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk penukaran dilarang kecuali dengan izin tertulis dari Menteri berdasarkan pertimbangan BWI.” Izin tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat(1) hanya dapat diberikan dengan pertimbangan sebagaiberikut: Perubahan harta benda wakaf tersebut digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana tataruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundangan dan tidak bertentangan dengan prinsip Syariah. Penukaran terhadap tanah wakaf yang akan diubah statusnya dilakukan sebagai berikut;.
Nazhir mengajukan permohonan tukar ganti kepada Menteri melalui Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat dengan menjelaskan alasan perubahan status/tukar menukartersebut;. Kepala KUA Kecamatan meneruskan permohonan tersebut kepada Kantor Departemen Agama kabupaten/kota; Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten / Kotamadya setelah menerima permohonan tersebut membentuk tim dengan susunan dan maksud seperti dalam Pasal 49 ayat(3), dan selanjutnya Bupati / Walikota setempat membuat Surat Keputusan; Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten / Kota.
meneruskan permohonan tersebut dengan dilampiri hasil penilaian dari tim kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan selanjutnya meneruskan permohonan tersebut kepada Menteri; dan Setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri,maka tukar ganti dapat dilaksanakan dan hasilnya harus dilaporkan oleh Nazhir ke kantor pertanahan dan/atau lembaga terkait untuk pendaftaran lebih lanjut.
Dalam tanya jawab seputar zakat di Republika.co.id, bersama Bapak Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, ada seorang yang bertanya perihal harta wakaf tersebut. Bagaimanakah pahala pewakaf, bila tanah wakaf tidak lagi bisa digunakan atau tidak lagi mempunyai nilai ekonomi, misalnya terkena lumpur lapindo, atau bencana alam lainnya?
Jika diistilahkan dari artinya, wakaf adalah menahan harta yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum tanpa mengurangi nilai harga. Tujuan wakaf selain untuk mendekatkan diri pada Allah SWT, juga mendapatkan pahala yang terus mengalir meskipun kita telah meninggal dunia karena manfaatnya bisa dirasakan banyak orang lain dan bersifat kekal.
Wakaf jenis ini yang paling umum adalah pemanfaatan tanah untuk pembangunan tempat ibadah. 41 tahun 2004 menyebutkan bahwa pemakaian wakaf harus sesuai dengan tujuan yang telah disepakati, misalnya untuk mendirikan bangunan tempat ibadah, atau kepentingan lain yang berhubungan dengan ibadah atau kepentingan agama. Selain untuk pengelolaan uang dan harta, ada beberapa manfaat yang dapat diambil jika kita berwakaf. Amalan wakaf tidak dapat terputus meski sudah meninggal dunia, jika dikelola terus menerus. Wakaf banyak digunakan untuk mendirikan sarana seperti sekolah, yayasan pendidikan, asrama, dan fasilitas umum lain.