Waktu Sholat Subuh Menurut Muhammadiyah. Koreksi waktu subuh tersebut tak lepas dari kajian dan keputusan yang dikeluarkan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah yang mengatakan adanya perubahan posisi semula matahari di ketinggian minus 20 derajat menjadi minus 18. "Menetapkan ketinggian matahari awal waktu Subuh yang baru, yaitu minus 18 derajat di ufuk bagian timur," demikian petikan bunyi surat keputusan tersebut.
Keputusan itu bisa dijadikan sebagai pedoman dan tuntunan dalam menjalankan ibadah salat. Tak hanya itu, PP Muhammadiyah juga menginstruksikan kepada seluruh pimpinan di semua tingkatan serta Majelis Tarjih dan Tajdid bersama Majelis Tabligh serta Majelis Pustaka dan Informasi melakukan sosialisasi terkait keputusan tersebut. "Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini kepada umat Islam dan berbagai pihak sebagai tuntunan dalam melaksanakan ibadah," demikian bunyi surat keputusan tersebut. Sebelumnya, Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Mohamad Mas'udi sempat menjelaskan keputusan untuk mengkoreksi waktu Subuh turut berpedoman pada riset yang dilakukan Islamic Science Research Network (ISRN) UHAMKA, Pusat Astronomi Universitas Ahmad Dahlan (Pastron UAD), dan Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (OIF UMSU).
Mas'udi mengatakan tiga institusi itu secara khusus mengamati perubahan cahaya pagi di beberapa kota di Indonesia selama beberapa tahun belakangan ini. Berdasarkan buku berjudul 'Pedoman Hisab Muhammadiyah' yang diterbitkan pada tahun 2009, menjelaskan bahwa waktu subuh dalam posisi matahari minus 18 derajat. Buku itu mengatakan bahwa definisi waktu Subuh adalah sejak terbit fajar sadik sampai waktu terbit matahari.
PP Muhammadiyah Resmi Putuskan Waktu Salat Subuh Mundur 8 Menit. Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah resmi mengeluarkan keputusan bahwa waktu salat subuh mundur rata-rata 8 menit.
- Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah resmi mengeluarkan keputusan bahwa waktu salat subuh mundur rata-rata 8 menit. Hal ini tertuang dalam keputusan Nomor 734/KEP/I.0/B/2021.Keputusan ini merupakan hasil dari Musyawarah Nasional Tarjih XXXI Muhammadiyah tentang kriteria awal waktu subuh sudah ditanfidzkan, artinya sudah menjadi keputusan resmi organisasi, dari itu warga persyarikatan diminta untuk mentaati dan mengindahkannya.Sekretaris PP Muhammadiyah, Agung Danarto meminta supaya warga Muhammadiyah mentaatinya. “Dari hasil Munas ini meminta kepada seluruh warga Muhammadiyah untuk bisa mentaati.
Sehingga karenanya dimohon kepada masjid-masjid, mushola yang langsung di bawah pengelolaan Muhammadiyah untuk bisa menyesuaikan dengan waktu subuh yang telah ditetapkan oleh Majelis Tarjih ini,” ujar Agung dalam keterangannya dilansir dari laman resmi Muhammadiyah, Rabu (24/3/2021).Agung juga meminta kepada Majelis Tarjih, Tabligh dan Majelis Pustaka Informasi (MPI) untuk bisa membantu PP Muhammadiyah mensosialisasikan putusan ini kepada warga Muhammadiyah khususnya dan kepada umat Islam umumnya. “PP Muhammadiyah berharap ini bisa segera diimplementasikan atau dilaksanakan oleh warga Persyarikatan Muhammadiyah,” katanya.Putusan ini menurut Agung, telah dikaji melalui tiga aspek, pertama adalah pendapat ulama falak atau astronomi sejak abad 4 sampai sekarang.
Selain melakukan kajian terhadap negara lain, Muhammadiyah juga dengan mandiri melakukan kajian melalui lembaga astronomi milik kampusnya.Kajian ketiga ini Majelis tarjih mengamanatkan kepada lembaga lembaga untuk melakukan kajian dan Observatorium Ilmu Falak (OIF) yang berada di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Medan, Pusat Studi Astronomi (Pastron) yang berada di Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Yogyakarta, dan Islamic Science Research Network (ISRN) yang berada di Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA), Jakarta.“Mereka melakukan pengamatan tidak hanya di tiga kota ini, tetapi lebih dari 20 kota di Indonesia melakukan pengamatan selama 4 tahun,” imbuhnya.Agung juga menambahkan bahwa berdasarkan kajian yang telah dilakukan oleh Majelis Tarjih melalui ijtihad jama'I memutuskan untuk mengubah ketinggian matahari awal waktu Subuh minus 20 derajat yang selama ini berlaku dan sebagaimana tercantum dalam Himpunan Putusan Tarjih 3. Serta menetapkan ketinggian matahari awal waktu Subuh yang baru, yaitu minus 18 derajat di ufuk bagian timur.
Yang berubah hanya waktu Subuh saja," kata Ketua PP Muhammadiyah, Dadang Kahmad, saat dihubungi, Senin (12/4/2021). Berdasarkan kajian Muhammadiyah, waktu subuh di Indonesia yang selama ini menjadi rujukan ternyata terlalu awal. Dalam poin pertama keputusan yang ditandatangani Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir pada 20 Maret 2021 itu, disebutkan ada perubahan ketinggian matahari awal.
a. Mengubah ketinggian matahari awal waktu Subuh minus 20 derajat yang selama ini berlaku dan sebagaimana tercantum dalam Himpunan Putusan Tarjih 3. b. Menetapkan ketinggian matahari awal waktu Subuh yang baru, yaitu minus 18 derajat di ufuk bagian timur.
PP Muhammadiyah meminta masyarakat tidak perlu resah soal perbedaan waktu imsakiah 8 menit dari versi pemerintah. Dadang menjelaskan Muhammadiyah memutuskan memundurkan waktu imsakiah setelah Majelis Tarjih mengumpulkan sejumlah ahli astronomi. Dari hasil kajian Muhammadiyah, waktu Subuh di Indonesia yang selama ini menjadi rujukan ternyata terlalu awal. “Lalu mengenai perubahan jadwal, itu kan ahli astronomi Muhammadiyah berkumpul yang diprakarsai oleh Majelis Tarjih untuk membicarakan tentang waktu-waktu salat, ternyata waktu subuh itu terlalu awal menurut ahli astronomi Muhammadiyah. Sejak dulu, kata Dadang, perbedaan dalam masalah agama kerap terjadi. “Lalu di masyarakat tidak usah jadi sesuatu yang menimbulkan konflik, karena perbedaan agama itu sejak dulu sudah terjadi.
Menarik dan perlu dipahami ada dinamika perbedaan pandangan dalam menentukan tidak hanya awal Ramadhan, awal puasa, tapi juga imsakiyah,” kata Kepala Kanwil Kemenag Jateng Musta’in Ahmad saat menyampaikan materi secara daring dalam rapat Forkopimda Jateng di gedung Gradhika Bhakti Praja, kompleks kantor Gubernur Jateng, Semarang, Rabu (7/4).
Keputusan ini merupakan salah satu hasil Musyawarah Nasional (Munas) ke-31 Tarjih Muhammadiyah yang disampaikan pada Ahad (20/12) lalu. Saat itu dia mengakui terjadi perdebatan terhadap pendapat baru bahwa waktu Subuh di Indonesia terlalu pagi. "Supaya lebih akurat, kemudian dilakukan penelitian karena memang kelihatannya Indonesia ini paling pagi (waktu Subuhnya). Jadi akhirnya dikurangilah (waktu Subuh), mendekati yang banyak diamalkan di beberapa negara, yaitu 18 derajat," kata dia kepada Republika.co.id, Senin (21/12). Jadi beliau secara pribadi memundurkan shalatnya kurang lebih setengah jam dari jadwal resmi berdasarkan patokan 19,5 itu tadi. Selain itu, dia mengatakan, rencananya keputusan tersebut juga akan diusulkan ke pemerintah untuk turut mengoreksi patokan waktu dimulainya shalat Subuh di Indonesia.
SEPUTARTANGSEL.COM – Organisasi Islam Muhammadiyah mengumumkan hasil kajian dari sidang Majelis Tarjih mengenai adanya perubahan waktu shalat subuh baru-baru ini. Baca Juga: Anggota DPRD DKI Jakarta Minta Kuota Penerima Bansos ke Dinas Sosial, Dinsos Langsung Menolak.
Dia memohon seluruh warga Muhammadiyah mengikuti putusan Majelis Tarjih tersebut. “Dari hasil Munas ini (kami) meminta kepada seluruh warga Muhammadiyah untuk bisa menaati. Sehingga karenanya dimohon kepada masjid-masjid, mushola yang langsung di bawah pengelolaan Muhammadiyah untuk bisa menyesuaikan dengan waktu Subuh yang telah ditetapkan oleh Majelis Tarjih ini,” jelas Agung Danarto. Dalam Islam, waktu Subuh itu adalah saat terbit fajar sadik.
Baca Juga: Kebakaran Hebat di Pemukiman Padat Matraman Pagi Ini, 10 Orang Tewas.
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhani [diriwayatkan] ia berkata: Tiga waktu yang Rasulullah saw. melarang kami untuk shalat dan menguburkan orang yang mati di kalangan kami pada waktu-waktu tersebut: Ketika matahari terbit sampai naik (sedikit), ketika matahari berada di kulminasi (titik tertinggi) sampai tergelincir, dan ketika matahari condong untuk terbenam sampai terbenam [HR. Ia menjawab: Wahai Rasulullah, itu adalah shalat sunat fajar dua rakaat yang tadi belum sempat aku mendirikannya, maka dua rakaat itu yaitu tadi.
Demikian pula shalat-shalat sunat yang ada sebabnya, itu semua boleh dikerjakan pada waktu-waktu terlarang. Apabila ada orang mau safar atau bepergian saat matahari tepat di atas kepala, ia boleh shalat sunat safar pada waktu terlarang tersebut karena ada sebabnya.
shalat dua rakaat setelah asar, dan beliau bersabda: Orang-orang dari (kabilah) Abdul Qais telah menyibukkanku dari shalat dua rakaat tersebut setelah Zhuhur [HR. bersabda: Hai Bani Abdu Manaf, janganlah kalian melarang seseorang tawaf di Ka’bah ini dan shalat waktu kapanpun ia berkehendak, baik malam atau siang [HR.
Makna hadis tersebut adalah seseorang dengan sengaja mengakhirkan waktu pemakaman sampai waktu terlarang tersebut, sebagaimana larangan mengakhirkan shalat asar sampai matahari menguning tanpa ada alasan yang dibenarkan. Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.