Waktu Sholat Idul Adha Nu Online. Di kampung saya shalat Id biasanya dilaksanakan pada jam tujuh pagi atau kadang lebih. Mengetahui hal itu Rasulullah saw kemudian bersabda, “Sungguh, Allah telah mengganti bagi kalian yang lebih baik dari dua hari tersebut, yaitu mengganti dengan hari Idul Fitri dan Idul Adha.”Artinya, “Shalat Id disyariatkan pada tahun pertama Hijriyah. Rasul pun bertanya, ‘dua hari apa ini?’ Mereka menjawab, ‘Dulu kami di masa jahiliyah bermain-main dalam dua hari itu.’ Lantas Beliau SAW bersabda, ‘Sungguh, Allah telah mengganti bagi kalian yang lebih baik dari dua hari tersebut, yaitu hari Idul Fitri dan Idul Adha,’” (Lihat Wahbah Az-Zuhaili,, cetakan ke-12, Damaskus, Darul Fikr, juz II, halaman 513).Sedangkan mengenai soal awal waktunya, para ulama dari kalangan madzhab Syafi’i ada yang disepakati dan ada yang diperselisihkan.
Yang disepakati di antara mereka adalah tentang akhir waktu shalat Id, yaitu ketika matahari tergelincir.Artinya, “Ulama dari kalangan madzhab Syafi’i sepakat bahwa waktu akhir pelaksanaan shalat id adalah ketika tergelincirnya matahari,” (Lihat Muhyiddin Syarf An-Nawawi,, Jeddah, Maktabah Al-Irsyad, juz VII, halaman 7).Adapun yang diperselisihkan adalah mengenai awal waktu shalat Id. Setidaknya ada dua pendapat sebagaimana didokumentasikan Muhyiddin Syarf An-Nawawi dalam kitabPendapat pertama menyatakan bahwa awal waktu shalat Id adalah dimulai dari terbitnya matahari. Namun yang lebih utama shalat Id ditangguhkan dulu sampai matahari naik seukuran satu tombak.
Pandagan ini menurut Muhyiddin Syarf An-Nawawi adalah yang paling sahih.Artinya, “Mengenai waktu awal pelaksanaan shalat Id terdapat dua pendapat. Pendapat yang paling sahih, dan ditegaskan pengarang kitab(Abu Ishaq Asy-Syirazi), penulis kitab, Ar-Ruyani dan ulama yang lain adalah bahwa awal waktu pelaksanaan shalat Id mulai dari terbitnya matahari.
Yang paling utama adalah menangguhkan shalat Id sampai naiknya matahari seukuran satu tombak,” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi,, juz, VII, halaman 7).Pendapat kedua menyatakan bahwa awal waktu shalat Id adalah ketika matahari naik. Sedang mengenai akhir waktunya mereka sepakat, yaitu ketika tergelincirnya matahari.Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan.
Kendati masih dalam suasana pandemi dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat, sejumlah amalan disarankan tetap dilakukan. Ibadah sunah tahunan ini mempunyai ciri khas masing-masing, hari raya Idul Fitri misalnya ditengarai dengan saling bermaaf-maafan, berkunjung ke sanak famili dan para kerabat.
Sebagai ibadah tahunan, maka hendaknya dilaksanakan sesempurna mungkin dengan menjalankan semua amalan sunah pada hari tersebut. Pada hakikatnya hal-hal tersebut boleh dilakukan kapan saja, ketika dalam kondisi yang memungkinkan, dan tidak harus menunggu datangnya hari raya. Sembari menunggu shalat id dilaksanakan bisa bertakbir secara bersama di masjid dengan jamaah yang telah hadir. Artinya: Rasulullah SAW tidak keluar pada hari raya Idul Fitri sampai beliau makan beberapa kurma yang jumlahnya ganjil.
Namun, bila terlambat datang atau mengalami halangan lain, boleh dilakukan secara sendiri-sendiri (munfarid) di rumah ketimbang tidak sama sekali. Berikut tata cara shalat id secara tertib sebagai mana disarikan dari kitab Fashalatan karya Syekh KHR Asnawi, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama asal Kudus.
Pertama, shalat id didahului niat yang jika dilafalkan akan berbunyi “ushallî sunnatan li ‘îdil adlhâ rak'taini” kalau dilaksanakan sendirian. Artinya: “Aku berniat shalat sunnah Idul Adha dua rakaat (menjadi makmum/imam) karena Allah ta’ala.”. Setelah membaca doa iftitah, takbir lagi hingga tujuh kali untuk rakaat pertama. Keempat, dalam posisi berdiri kembali pada rakaat kedua, takbir lagi sebanyak lima kali seraya mengangkat tangan dan melafalkan “allâhu akbar” seperti sebelumnya.
Kelima, setelah salam, jamaah tak disarankan buru-buru pulang, melainkan mendengarkan khutbah idul adha terlebih dahulu hingga rampung.
Pada 2020 M ini, kita melaksanakan ibadah shalat Idul Adha di tengah musibah pandemi Covid-19. Shalat Id disyariatkan khusus untuk umat Nabi Muhammad SAW,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2002 M/1422 H], halaman 106). Ushalli sunnatan li Idil Adhā rak‘atayni mustaqbilal qiblati adā’an imāman/ma’mūman lillāhi ta‘ālā.
Artinya, “Aku menyengaja sembahyang sunnah Idul Adha dua rakaat dengan menghadap kiblat, tunai sebagai imam/makmum karena Allah SWT.”. Setelah shalat dua rakaat, makmum dianjurkan untuk mendengarkan khutbah yang disampaikan khatib Idul Adha.
menurut Ibrahim Al Bajuri dari akar kata) yang berarti kembali. Idul fitri yaitu kembali bersih setelah menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh, sedangkan idul adha merupakan kembali bersih bagi orang-orang yang menjalankan ibadah haji.Dalam kedua hari raya ini, di antara amalan yang disunahkan bagi umat Islam adalah menghidupkan malam hari raya dengan ibadah. (Lihat: Ibrahim Al Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri, [Thaha Putra], h:227)Minimal, dalam menghidupkan malam id, seseorang bisa menjalankan shalat isya' berjamaah serta niat kuat ingin menjalankah shalat shubuh berjamaah. Syekh Abu Abdillah Muhammad ibn Qasim as-Syafi'I dalammenjelaskan, takbir dalam 'id terbagi menjadi dua macam, yaitudanTakbir mursal adalah takbir yang waktunya tidak mengacu pada waktu shalat, atau tidak harus dibaca oleh seseorang setiap usai menjalankan ibadah shalat, baik fardu maupun sunnah.
Baik lelaki maupun perempuan sama-sama dianjurkan melantunkan takbir, baik saat di rumah, bepergian, di jalan, masjid, pasar, dan seterusnya.Waktu melakukan takbir mursal dimulai dari terbenamnya matahari malam 'id hingga imam melakukan takbiratul ihram shalat 'id, meliputi 'idul fitri maupun 'idul adha. Itu yang pertama.Yang kedua, takbir muqayyad merupakan takbir yang pelaksanaannya memiliki waktu khusus, yaitu mengiringi shalat, dibaca setelah melaksanakan shalat, baik fardhu maupun sunnah.Waktu pembacaannya adalah setelah sembahyang shubuh hari Arafah (9 Dzulhijjah) hingga ashar akhir hari Tasyriq (13 Dzulhijjah).Adapun shighat takbir sebagai berikut:(Syekh Abu Abdillah Muhammad ibn Qasim as-Syafi'i, Fathul Qarib al-Mujib dalam kitab[Thaha Putera]) h. 227-228)Dengan demikian, dapat kita ketahui bahwa takbir pada malam hari raya idul fitri dinamakan takbir mursal.
Orang yang mampu seyogianya menjaga kesunahan ini,” (lihat Al-Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin, [Beirut: Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz II, halaman 462). Artinya, “Siapa saja yang menyembelih (hewan) sebelum (waktunya) itu, maka ia tidak menjadi ibadah kurban,” (Sayyid Bakri Syatha, I’anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz II, halaman 377). Artinya, “Siapa saja yang menyembelih (hewan) sebelum atau (waktunya) itu, maka ia tidak menjadi ibadah kurban… Yang utama penyembelihan hewan kurban ditunda sampai (shalat dan khotbah singkat) itu berlalu sejak naiknya matahari pada hari nahar (Idul Adha 10 Dzulhijjah) sekira setinggi tombak untuk keluar dari ikhtilaf ulama,” (Syekh Abu Zakariya Al-Anshari, Fathul Wahhab pada Hasyiyatul Bujairimi Alal Manhaj, [Beirut, Darul Fikr: 2008 M/1427-1428 H], juz IV, halaman 298). Dengan kata lain, Syekh Abu Zakaria Al-Anshari menyarankan penyembelihan hewan kurban dilakukan sekira-kira setelah shalat dua rakaat dan khotbah singkat Idul Adha seandainya diadakan di masjid. Jadi, ketika shalat Idul Adha ditiadakan karena pandemi atau uzur lainnya, waktu penyembelihan hewan kurban bukan berarti dimajukan.
Ibadah sunnah tahunan ini mempunyai ciri khas masing-masing, hari raya Idul Fitri misalnya ditengarai dengan saling bermaaf-maafan, berkunjung ke sanak famili dan para kerabat. Karena pada malam tersebut kita dianjurkan untuk mengagungkan , memuliakan dan menghidupkannnya, anjuran ini sebagaimana terdapat dalam kitab Raudlatut Thalibin.
Kedua, mandi untuk shalat Id sebelum berangkat ke masjid, hal ini boleh dilakukan mulai pertengahan malam, sebelum waktu subuh, dan yang lebih utama adalah sesudah waktu subuh, dikarenakan tujuan dari mandi adalah membersihkan anggota badan dari bau yang tidak sedap, dan membuat badan menjadi segar bugar, maka mandi sebelum waktu berangkat adalah yang paling baik. Sabda Nabi SAW berikut memberi penjelasan tentang memakai pakaian yang paling baik, riwayat dari Sahabat Ibnu Abbas RA,. "Rasulullah SAW di hari raya Id memakai Burda Hibarah (pakaian yang indah berasal dari yaman).".
Selain itu dianjurkan juga berangkat lebih awal supaya mendapatkan shaf atau barisan depan, sembari menunggu shalat Id dilaksanakan ia bisa bertakbir secara bersama-sama di masjid dengan para jama’ah yang telah hadir. Rasulullah SAW tidak keluar pada hari raya Idul Fitri sampai beliau makan beberapa kurma yang jumlahnya ganjil.
"Sesuai dengan apa yang disampaikan oleh MUI Pusat, hendaknya saat ini di tengah-tengah wabah yang begitu menyebar kita bisa melaksanakan ibadah shalat Idul adha di rumah masing-masing bersama keluarga," kata Kiai Munahar. Ia juga mengajak warga DKI Jakarta untuk waspada dan tetap menjalankan protokol kesehatan (prokes) yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Imbauan ini disampaikan mengingat lonjakan kasus Covid-19 setiap harinya bertambah dan mengalami peningkatan.
Hal senada disampaikan pula oleh Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta, KH Samsul Ma'arif. Kumandang azan tetap dilantunkan sebagai syi'ar dan tanda masuk waktu shalat," kata Kiai Samsul. Tentunya selain mematuhi protokol kesehatan dan menjaga kebersihan sebagai ikhtiar lahiriyah, ia juga mengajak untuk terus bermunajat dengan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT.
"Mari kita sama-sama memohon kepada Allah agar pandemi ini cepat diangkat dari muka bumi," ajaknya.