Waktu Shalat Fajar Menurut Muhammadiyah. Dari Abdullah, ia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:. Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalain akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan ia pun akan dimintai pertanggungjawabannya.
Dan seorang budak juga pemimpin atas atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya. Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.
Koreksi waktu subuh tersebut tak lepas dari kajian dan keputusan yang dikeluarkan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah yang mengatakan adanya perubahan posisi semula matahari di ketinggian minus 20 derajat menjadi minus 18. "Menetapkan ketinggian matahari awal waktu Subuh yang baru, yaitu minus 18 derajat di ufuk bagian timur," demikian petikan bunyi surat keputusan tersebut.
Keputusan itu bisa dijadikan sebagai pedoman dan tuntunan dalam menjalankan ibadah salat. Sebelumnya, Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Mohamad Mas'udi sempat menjelaskan keputusan untuk mengkoreksi waktu Subuh turut berpedoman pada riset yang dilakukan Islamic Science Research Network (ISRN) UHAMKA, Pusat Astronomi Universitas Ahmad Dahlan (Pastron UAD), dan Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (OIF UMSU). Berdasarkan buku berjudul 'Pedoman Hisab Muhammadiyah' yang diterbitkan pada tahun 2009, menjelaskan bahwa waktu subuh dalam posisi matahari minus 18 derajat.
Di antaranya ialah mengubah ketinggian Matahari awal waktu Subuh minus 20 derajat yang selama ini berlaku. Sidang Pleno IV itu juga menetapkan ketinggian matahari awal waktu Subuh yang baru, yaitu minus 18 derajat.
Para ulama menyepakati, sesuai dengan ayat-ayat Alquran dan hadits-hadits Nabi SAW, bahwa awal waktu sholat Subuh adalah saat terbit fajar sadik. Hanya saja kapan fajar sadik itu terbit, hal ini menjadi perdebatan yang sejak lama terjadi di kalangan para fukaha dan ulama Islam. Dalam kitab al-‘Urf asy-Syażī bi Syarḥ Sunan at-Tirmiżī, ditegaskan bahwa terbit fajar menurut ulama falak adalah ketika matahari berada di bawah ufuk pada kedalaman 15 derajat. Pendapat itu didasarkan pada kesaksian di beberapa lokasi saat azan Subuh terdengar, ketika fajar sadiq belum terbit.
Kasus ini akhirnya memperoleh perhatian para pengkaji astronomi Islam di Indonesia untuk mengkaji dan melakukan penelitian tentang awal waktu Subuh. Ini berbeda dari hasil kajian dan penelitian awal waktu Subuh yang menunjukkan ketinggian matahari lebih rendah daripada minus 20 derajat.
Permasalahannya di tempat kami kalau datang bersamaan dengan dikumandangkan azan Magrib, maka tidak ada kesempatan untuk melakukan salat sunat tahiyatul masjid. Saya pennah mendengar dari guru bahwa Rasulullah setelah saIat sunah fajar IaIu tiduran (sare miring) kemudian dijemput Bilal karena sudah masuk waktu. Tetapi di tempat kami baik dalam pengajian maupun sarasehan dikemukakan bahwa sunah Fajar itu dilakukan sesudah azan dan tidak perlu salat 2 rakaat qabliyah subuh. Artinya: “Apabila salah seorang di antara kamu masuk masjid maka sa latlah dua rakaat.”. Oleh karena itu al-Hafiz dalam kitabnya “al-Fath” menyimpulkan bahwa kalau Tahiyyatul Masjid atau qabliyah Magrib dilakukan supaya dikerjakan dengan cepat (khafif). Menurut kami sebaiknya para jama’ah diberi kesempatan untuk melakukan salat Tahiyyatul Masjid dan atau qabliyah Magrib, tetapi mengerjakan harus dengan cepat.
Dalam riwayat Ahmad dari Hafsah juga disebutkan, bahwa Nabi saw melakukan dua rakaat salat fajar di rumahnya.
Dengan bahasa bergurau ia menyatakan; “umat Islam Indonesia terlalu bersemangat melaksanakan shalat subuh, sehingga maju dari waktu yang semestinya.”. bersabda: “Sekiranya tidak memberatkan umatku, sungguh akan aku perintahkan mereka untuk mengakhirkan shalat isya hingga sepertiga atau pertengahan malam.” (HR.
Sedang Imam Malik, Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur dan Dawud berpendapat, bahwa melaksanakan shalat subuh ketika akhir malam (fajar shadiq) lebih bagus (afdhal). Tidak ada perbedaan pendapat awal waktu shalat subuh sejak terbit fajar shadiq, yaitu cahaya yang terbentang di ufuk.
Dengan demikian sangat jelas sekali bahwa pendapatnya tentang awal waktu shalat subuh dimulai sejak terbit fajar dan berakhir hingga menjelang terbitnya matahari, sebagaimana pendapat mayoritas ahli fikih lainnya. Pendapat senada juga banyak dikemukakan oleh ulama’-ulama’ Syafi’iyah, sebagaimana terdapat dalam kitab-kitab kuning yang dikaji di pesantren seperti I’anatut Thalibin, Kifayatul Akhyar dan Al-Muhadzzab fi fiqhi al-Imam as-Syafi’i.
Ibnu Abdil Bar menyatakan, terdapat hadits shahih yang menjelaskan bahwa Nabi saw., Abu Bakar, Umar dan Utsman melaksanakan shalat subuh saat masih gelap (waktu taghlis).