Tidak Shalat Jumat Diganti Dzuhur. SURYA.CO.ID, PASURUAN - Berikut ini hukum mengganti sholat Jumat dengan Shalat Dzuhur yang diserukan Majelis Ulama Indonesia (MUI) selama masa Pandemi Covid-19. Saat kasus Covid-19 kini melonjak lagi, Wakil Ketua Umum Maejlis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengingatkan umat muslim untuk tidak shalat Jumat di masjid jika sedang berada di daerah dengan kasus Covid-19 yang tak terkendali. "Fatwa MUI menyatakan bahwa di daerah yang tingkat penyebaran virus tak terkendali, dalam bahasa pemerintah zona merah, umat Islam disarankan untuk tidak shalat Jumat," kata Anwar kepada Kompas.com (grup surya.co.id), Jumat (25/6/2021). Baca juga: Berikut Imbauan PCNU Ponorogo Terkait Pelaksanaan Salat Jumat Saat PPKM Darurat.
Lalu, bagaimana hukumnya mengganti sholat Jumat dengan shalat dzuhur? Hukum shalat Jumat wajib bagi setiap mukallaf, baligh, aqil, laki-laki, merdeka dan tidak memiliki uzur.
Perintah Shalat Jumat jelas diterangkan dalam Surat Al-Jumu‘ah ayat 9:. “Wahai orang yang beriman, bila diseru shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah menuju zikrullah (shalat Jumat) dan tinggalkan aktivitas jual-beli.
Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya,” (Surat Al-Jumu‘ah ayat 9).
Lantas bagaimana jika tidak melaksanakan Sholat Jumat di masjid? Apabila tidak melaksanakan Sholat Jumat, umat Muslim laki-laki wajib menggantinya dengan Shalat Dzuhur 4 rakaat, simak tata caranya di artikel ini.
Diketahui saat Indonesia sedang menerapkan PPKM Darurat di sejumlah daerah untuk mengurangi penyebaran Virus Corona. Sejumlah aktivitas yang melibatkan orang banyak pun tidak diperbolehkan.
Baca juga: Hukum Tak Shalat Jumat Diganti dengan Shalat Dzuhur yang Diserukan MUI di Daerah Rawan Covid-19. Berkaitan dengan Shalat Jumat, terdapat sejumlah situasi dan kondisi yang menyebabkan Sholat Jumat boleh ditiadakan. Dikutip dari NU Online, Shalat Jumat boleh ditiadakan apabila:. Menurut Madzhab Syafi'i minimal kuota Sholat Jumat adalah 40 laki-laki muslim (termasuk imam), yang tinggal menetap.
Boleh tidak Shalat Jumat apabila hujan lebatz sebagaimana hadist sahih berikut.
"Sudah sangat jelas, selama ada halangan (darurat) bahkan lebih tiga kalipun boleh," kata Ustaz Das'ad Latif kepada Tim Hikmah detikcom, Kamis 9 April 2020. Menurut dia, yang haram adalah bila seorang muslim sengaja meninggalkan Sholat Jumat lebih dari tiga kali tanpa alasan uzur syar'i. Sebelumnya menurut Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh, orang Islam yang tidak Jumatan karena ada uzur syar'i tak perlu khawatir.
"Nah, dalam kondisi ketika berkumpul dan berkerumun itu diduga kuat akan terkena wabah atau menularkan penyakit, maka ini menjadi uzur untuk tidak Jumatan (sholat Jumat)," kata Asrorun. Pakar Ilmu Tafsir Al Quran Profesor KH Quraish Shihab, ikut berpendapat terkait fatwa MUI mengganti Sholat Jumat dengan Zuhur. Sebelumnya, para dokter telah menjelaskan bergaul dengan siapa pun apalagi yang terinfeksi dapat membahayakan jiwa manusia.
Follow us. Don't be shy, get in touch. We love meeting interesting people and making new friends.
DESKJABAR- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang sholat Jumat sehubungan merebaknya kembali Covid-19 terutama varian Omicron. Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH Miftahul Huda menjelaskan bagi umat Islam untuk tetap melaksanakan ibadah, untuk sholat Jumat bisa diganti dengan sholat dzuhur di rumah. Baca Juga: 7 Weton Titisan Prabu Siliwangi, Menurut Primbon Jawa, Memiliki Harta, Tahta dan Wanita. "Bila suatu tempat ita tinggal itu positif Covid banyak yang mengenai jamaah atau tetangga kita yang dinyatakan positif, tentunya ibadah salat berjamaan bisa dilakukan dengan di tempat masing masing," ujar Miftahul Huda seperti dikutip DeskJabar.com dari PMJ News, Jumat 4 Februari 2022.
Karena banyaknya omicron dan covid-19 tersebut maka dikhawatirkan akan merebak ketika shalat Jumat yang jumlah jemaahnya besar. Untuk menanggapi kekhawatiran itu maka MUI mengeluarkan fatwa tentang sholat Jumat tersebut bisa di ganti dengan sholat Dzukur. Ketua Fatwa MU ini juga menjelaskan disaat fatwa ini ditetapkan, maka bangsa Indonesia bahkan diseluruh dunia belum siap menghadapi Covid-19.
Dan hingga saat ini juga secara ilmu pengetahuan masih simpang siur tentang Covid-19 terutama untuk bisa hidup berdampingan.
Pertama, melihat perkembangan penyebaran kasus Covid-19 akhir-akhir ini mengalami lonjakan drastis dan sangat mengkhawatirkan, sehingga Provinsi DKI Jakarta dinyatakan zona merah. “Kedua, perlu adanya tindakan pencegahan secara menyeluruh untuk memutus mata rantai penularan yang salah satunya melalui peniadaan berkumpulnya orang banyak,” terangnya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga mengeluarkan surat Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 796 Tahun 2021 tentang Perpanjangan PPKM Berbasis Mikro. Kepgub ini ditandatangani oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan pada tanggal 21 Juni 2021 dan mulai berlaku 22 Juni-5 Juli 2021. Kepgub ini untuk menindaklanjuti Instruksi Menter Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perpanjangan PPKM berbasis Mikro serta memuat pemberlakuan pengetatan sejumlah kegiatan masyarakat.
Dalam Kepgub Nomor 796 Tahun 2021 itu, salah satu poinnya, Anies mengatur kegiatan ibadah agar dilakukan di rumah selama masa penerapan pengetatan PPKM Mikro. Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, setelah pukul 20.00 WIB tidak boleh ada lagi kegiatan masyarakat.
Ia mengungkapkan, para wali kota di wilayah Jakarta telah memetakan, jalanan mana saja yang dinilai menjadi tempat potensi terjadinya keramaian warga. Selain itu, sambung Ariza, Pemprov DKI juga mengimbau kepada seluruh masyarakat agar tetap berada di rumah selama akhir pekan, yakni Sabtu dan Ahad. Apalagi, kata dia, dalam beberapa hari ini jumlah kasus Covid-19 di Jakarta mengalami lonjakan cukup tinggi.
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Panduan Ibadah di Tengah Pandemi masih relevan untuk dijadikan pedoman umat. "Artinya, bila suatu tempat kita tinggal itu positif Covid itu banyak yang mengenai jamaah atau tetangga kita yang dinyatakan positif, tentunya ibadah sholat berjamaah bisa dilakukan di tempat masing-masing.
Dan pelaksanaan sholat Jumat bisa diganti dengan sholat Zhuhur, itu jika kondisi tak terkendali,” kata Kiai Miftahul seperti dikutip Okezone dari mui.or.id, Kamis (3/2/2022). Baca Juga: Pegawainya Positif Covid-19, Kelurahan Bangka Jaksel Setop Layanan Tatap Muka. Menurut Miftahul, saat fatwa ini ditetapkan, bangsa di dunia termasuk Indonesia belum siap menghadapi Covid-19.
Baik dari pengetahuan soal Covid-19, maupun bagaimana cara hidup bersama Covid-19. “Saya kira kita bisa menyampaikan edukasi kepada mereka untuk isolasi di rumah atau dirawat. Baca Juga: Satgas Covid-19 Tegaskan Siap Hadapi Lonjakan Kasus Covid-19, Ini Langkah-langkahnya!
"Ketentuan ini berlaku mulai 22 Juni 2021 sampai dengan 5 Juli 2021 atau sampai ada maklumat selanjutnya," demikian bunyi seruan bersama yang ditandatangani oleh Ketua Umum MUI DKI Jakarta, KH Munahar Muchtar, dan Ketua Pimpinan Wilayah DMI DKI Jakrta, KH Ma'Mun al Ayyubi, dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Rabu (23/6). Dalam surat edarannya, MUI DKI menjelaskan bahwa seruan tersebut dikeluarkan dengan pertimbangan perkembangan penyebaran kasus Covid-19 akhir-akhir ini.
Seperti diketahui, kasus virus corona melonjak drastis sehingga DKI Jakarta dinyatakan zona merah. Dalam hal ini, MUI DKI Jakarta mempertimbangkan perlu adanya tindakan pencegahan secara menyeluruh untuk memutus mata rantai penularan, salah satunya dengan peniadaan berkumpulnya orang banyak.
Seruan bersama itu juga mengingatkan masyarakat agar tetap menjaga kebersihan dan sterilisasi masjid.