Tata Cara Sholat Saat Perjalanan Jauh. Sebab, sholat juga merupakan tiang agama Islam dan sekaligus bukti seorang mukmim dan muslim taat kepada Allah SWT seperti pada Surat Adz-Dzariyat : 56. Satu di antara bentuk kasih sayang Allah kepada umatnya dengan memudahkan pelaksanaan sholat. Orang yang sedang bepergian jauh diberi rukhsah dalam menjalankan sholat fardu, dinamakan dengan jamak. Contohnya, zuhur dikerjakan bersamaan dengan sholat ashar ataupun sebaliknya.
Pun demikian magrib dengan isya, sedangkan untuk waktu subuh tidak ada jamak harus disempurnakan. Namun, tak setiap perjalanan yang ditempuh bisa mengerjakan sholat jamak.
Sebab, ada ketentuan-ketentuan yang membolehkan seseorang melakukan sholat jamak. Di antaranya, perjalanannya tersebut bukan bertujuan untuk hal maksiat, jarak minimal perjalanan harus mencapai farsakh.
Berikut tata cara sholat jamak dan qasar yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber di halaman selanjutnya:.
Bola.com, Jakarta - Salat menjadi satu di antara kewajiban umat Muslim yang tidak boleh ditinggalkan. Namun, ada kondisi di mana Anda tidak bisa mendirikan salat seperti ketika sedang dalam perjalanan di atas kendaraan (moda transportasi mobil, kereta api, pesawat, kapal kecil, dan lain sebagainya). "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan salat sunah di atas kendaraan tanpa menghadap kiblat".
Hanya, perlu diperhatikan, hal ini boleh dilakukan jika ada udzur (halangan) yang dibenarkan dalam Islam. Misalkan, jika tidak memungkinkan untuk turun dari kendaraan selama di perjalanan karena suatu hal seperti hujan.
Begitu juga ketika diperjalanan sulit menemukan tempat ibadah, salat bisa dilaksanakan di atas kendaraan. Bagi umat Muslim, penting untuk memahami bagaimana tata cara salat wajib di atas kendaraan ketika sedang melaksanakan perjalanan.
Berikut ini panduan tata cara salat di kendaraan ketika berada dalam perjalanan, disadur dari Liputan6 dan Merdeka, Selasa (7/12/2021).
Kondisi diperbolehkannya seseorang menjamak salat subuh seperti dirangkum Muhammad Bagir dalam Fiqih Praktis (2016: 2013-2015) yakni ketika seseorang dalam perjalanan, ketika turun hujan, sakit, hingga keperluan-keperluan mendesak lainnya. Menjamak salat fardu memang diperuntukkan bagi umat muslim yang sedang dalam perjalanan jauh atau karena halangan lain sehingga tidak dapat mengerjakan salatfardu tepat pada waktunya. - Melakukan perjalanan jauh minimal 81 kilometer (sesuai kesepakatan para ulama).
- Perjalanan tidak bertujuan untuk hal negatif atau berbuat dosa. - Sedang dalam keadaan bahaya seperti hujan lebat disertai angin kencang, perang atau bencana lainnya. Sedangkan pada Mazhab Syafi'i pelaksanaan penggabungan salat diperbolehkan bagi para musafir atau orang yang sedang dalam perjalanan jauh dan saat hujan serta salju dalam kondisi tertentu.
Dalil yang memperkuat diperbolehkannya penggabungan pelaksanaan salat adalah hadits dari Muadz bin Jabal: "Bahwa Rasulullah SAW pada saat perang Tabuk, jika matahari telah condong dan belum berangkat maka menjamak salat antara Zuhur dan Asar.
Salah satunya adalah keringanan bagi orang yang sedang melakukan perjalanan jauh dengan menjamak (mengumpulkan) shalat. Jika dilakukan di waktu shalat yang pertama (Dzuhur atau Maghrib) dinamakan jamak taqdim, jika dilakukan di waktu shalat yang kedua (Ashar atau Isya) dinamakan jamak ta’khir. Artinya: Saya niat shalat fardhu Dzuhur empat rakaat dijamak bersama Ashar dengan jamak taqdim karena Allah Taala. Artinya: Saya niat shalat fardhu Maghrib tiga rakaat dijamak bersama Isya dengan jamak taqdim karena Allah Taala. Muwalat (berurutan), maksudnya jarak pisah antara dua shalat tidak lama menurut ‘urf (kebiasaan yang terlaku). Niat jamak ta’khir dilakukan dalam waktunya shalat yang pertama.
Artinya: Saya niat shalat fardlu Dhuhur empat rakaat dijamak bersama Ashar dengan jamak ta’khir karena Allah Taala. Artinya: Saya niat shalat fardlu Maghrib tiga rakaat dijamak bersama Isya dengan jamak ta’khir karena Allah Taala.
Ketika mengerjakan shalat yang kedua masih tetap dalam perjalanan sebagaimana keterangan di atas.
Menurut Imam Nawawi, shalat safar hanya disunnahkan bagi orang-orang yang hendak bepergian, dan boleh dilakukan di waktu apa pun. Shalat yang satu ini dilakukan sebagai wujud permohonan seorang hamba kepada Tuhan-Nya agar diberikan hidayah, pertolongan, dan keselamatan selama perjalanan. Mengenai kelebihan surat yang satu ini, Imam Nawawi menceritakan sebuah kisah, bahwa suatu saat Syekh Abu Thahir hendak melakukan perjalanan, hanya saja ia takut.
Imam Qazwaini berkata, “Siapa hendak bepergian, namun takut dengan musuh, atau gangguan-gangguan lainnya, maka bacalah surat Quraisy, karena sesungguhnya ia merupakan pengaman dari segala marabahaya dan kejelekan.” Setelah mendengar penjelasan itu, Syekh Abu Thahir melakukannya, dan tidak ada kejadian apa pun yang mengenainya selama perjalanan sampai ia pulang” (Imam Nawawi, Al-Adzkar lin Nawawi, 2010, h. 217). Oleh karenanya, sangat dianjurkan untuk membaca dua bacaan di atas ketika hendak berangkat bepergian (Imam Nawawi, Majmu’ Syarhil Muhadzdzab, [Bairut: Darul Fikr, 1999], juz IV, h. 387).
Namun sebelum melakukan salat jamak, perlu diketahui aturan dan tata caranya secara benar. Apabila salat dilakukan pada waktu shalat yang pertama (zuhur atau maghrib) dinamakan jamak taqdim. Selain itu, perjalanan yang dilakukan juga tidak bertujuan untuk maksiat.
Baca Juga : Cerita Unik Ketua Umum PP Muhammadiyah Jadi Imam di Masjid NU, Jamaah Minta Ini. Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini : Ramadan doa salat.