Tata Cara Sholat Hajat Rebo Wekasan Nu Online. Pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, KH Muhammad Djamaluddin Ahmad memberikan amalan Rebo Wekasan yakni berupa shalat. Kesemuanya diturunkan pada hari Rebo yang terakhir di bulan Shafar. Maka dianjurkan hari itu shalat 4 rakaat dengan 2 salam," katanya, Senin (5/11/2018). "Kemudian setelah salam membaca doa dan shalatnya tidak berjamaah. Tradisi Rebo Wekasan sudah berlangsung secara turun-temurun di kalangan masyarakat Jawa, Sunda, Madura, dan lain-lain. Asal-usul tradisi ini bermula dari anjuran Syeikh Ahmad bin Umar Ad-Dairobi (W.1151 H) dalam kitab Fathul Malik al-Majid al-Mu-Allaf li Naf'il 'Abid wa Qam'i Kulli Jabbar 'Anid (biasa disebut Mujarrabat ad-Dairabi).
Anjuran serupa juga terdapat pada kitab al-Jawahir al-Khams karya Syeikh Muhammad bin Khathiruddin al-'Atthar (W. 970 H), Hasyiyah as-Sittin, dan sebagainya. "Shalatnya bisa di pagi (dluha) atau habis shalat Maghrib," pungkas Kiai Jamal, sapaan akrabnya.
Dalam kitab tersebut, Syekh Nawawi menyarankan agar seseorang yang sedang berhajat untuk melaksanakan shalat hajat. “Orang yang sedang mengalami kesempitan, berhajat untuk membuat mashlahat agama dan dunianya, dan merasakan kesulitan karenanya, hendaklah melakukakun shalat hajat sebagaimana berikut,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2002 M/1422 H], cetakan pertama, halaman 103).
Melansir NU Online, berikut doa yang dapat dibaca setelah melaksanakan shalat sunnah hajat. Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2002 M/1422 H], cetakan pertama, halaman 104). Setelah itu, orang yang sedang memiliki hajat tertentu melanjutkan bacaan doa Rasulullah SAW riwayat Imam At-Tirmidzi berikut ini. Aku mohon kepada-Mu bimbingan amal sesuai rahmat-Mu, ketetapan ampunan-Mu, kesempatan meraih sebanyak kebaikan, dan perlindungan dari segala dosa.
Jangan pula Kau telantarkanku yang sedang berhajat sesuai ridha-Mu karena itu penuhilah hajatku. Hai Tuhan yang maha pengasih,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2002 M/1422 H], cetakan pertama, halaman 104).
Shalat hajat ini dapat dilaksanakan dalam semalam atau tiga sampai tujuh malam, tergantung pada penting dan urgensinya serta maksud tujuan yang hendak di capai.
Di kalangan ulama sendiri memberikan sejumlah pandangan terkait shalat sunah Rebo wekasan tersebut, termasuk KH Damaluddin Ahmad atau Kiai Jamal Tambakberas, Jombang. Namun tidak sedikit yang mempercayai shalat sunah Rebo wekakasan dengan sejumlah catatan dan panduan.
Salah satunya adalah Pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas ini beberapa waktu berselang memberikan amalan Rebo wekasan berupa shalat. Kesemuanya diturunkan pada hari Rebo yang terakhir di bulan Safar. Di akhir keterangan, Kiai Jamal juga menyebutkan waktu pelaksanaan shalat tersebut.
Tradisi Rebo wekasan sudah berlangsung secara turun-temurun di kalangan masyarakat Jawa, Sunda, Madura, dan lain-lain. Asal-usul tradisi ini bermula dari anjuran Syeikh Ahmad bin Umar Ad-Dairobi (W.1151 H) dalam kitab Fathul Malik al-Majid al-Mu-Allaf li Naf'il 'Abid wa Qam'i Kulli Jabbar 'Anid (biasa disebut Mujarrabat ad-Dairabi).
Anjuran serupa juga terdapat pada kitab al-Jawahir al-Khams karya Syeikh Muhammad bin Khathiruddin al-'Atthar (W. 970 H), Hasyiyah as-Sittin, dan sebagainya.
Keyakinan akan turunnya bala itu diperoleh dari sufi yang kasyaf, bahwa pada hari Rebo Wekasan itu, ada 320 ribu bala yang turun untuk setahun, sebagaimana ditulis Syekh Abdul Hamid Quds dalam kitabnya Kanzun Najah Was-Surur fi Fadhail Al-Azminah wash-Shuhur. Hal ini dilansir NU Online dalam tulisan Penjelasan Mengenai Rebo Wekasan. Namun, Syekh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki dalam Kanz al-Najah wa al-Surur menyebut bahwa Shalat Rebo Wekasan itu boleh dengan syarat bukan niat untuk Rebo Wekasan, melainkan diniatkan sebagai shalat sunnah mutlak.
Perbedaan pandangan para ulama di atas mengenai hukum shalat Rebo Wekasan merupakan hal lumrah. Masing-masing memiliki argumentasi yang berdasar sehingga tidak perlu saling dipertentangkan antara satu dan lainnya.
Artinya, "Saya niat shalat sunnah dua rakaat karena Allah ta’ala.". Pelaksanaan shalat ini sebagai bentuk taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah swt agar dIjaga dari segala bahaya selama setahun.
Pondok Pesantren Suryalaya Tanjungkerta, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya mengeluarkan edaran tentang tata cara shalat sunnah lidaf’il bala yang akan dilaksanakan pada Rabu, 6 Oktober 2021 M/29 Safar 1443 H. Sebagaimana yang dilaksanakan oleh Guru Mursyid TQN Pontren Suryalaya Syekh KH.
Abdullah Mubarok bin Muhammad ra, dan Syekh KH. Beliau selalu melaksanakan pada pagi hari setelah shalat Isyraq, Isti’adzah, dan Istikharah, disunnahkan berjama’ah.
Beliau melaksanakan sebanyak 2 rakaat 1 kali salam, akan tetapi juga melaksanakan sebagaimana yang ada dalam kitab Jawahirul Khomsi halaman 51-51. Dan sebelum melaksanakan shalat membaca istifhfar:.
Saya mohon taubat selaku seorang hamba yang penuh kedzaliman, yang tidak memiliki terhadap dirinya sendiri baik madarat dan manfaatnya, mati dan hidupnya maupun bangkitnya nanti. “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dengan kalimat-Mu yang sempurna dari angin merah dan penyakit yang besar di jiwa, daging, tulang dan urat.
Pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, Jawa Timur KH Muhammad Djamaluddin Ahmad memberikan amalan Rabu Wekasan yakni berupa shalat. Kesemuanya diturunkan pada hari Rabu yang terakhir di bulan Shafar.
Maka dianjurkan hari itu shalat 4 raka'at dengan 2 salaman," katanya, Senin (5/11). "Kemudian setelah salam membaca doa dan shalatnya tidak berjamaah.
Tapi dilakukan bersama-sama di lokasi yang sama pula," tambahnya. Tradisi Rabu Wekasan sudah berlangsung secara turun-temurun di kalangan masyarakat Jawa, Sunda, Madura, dan lain-lain. Asal-usul tradisi ini bermula dari anjuran Syeikh Ahmad bin Umar Ad-Dairobi (W.1151 H) dalam kitab Fathul Malik Al-Majid Al-Mu-Allaf Li Naf'il 'Abid Wa Qam'i Kulli Jabbar 'Anid (biasa disebut Mujarrobat Ad-Dairobi ). Anjuran serupa juga terdapat pada kitab Al-Jawahir Al-Khams karya Syeikh Muhammad bin Khathiruddin Al-'Atthar (W. 970 H), Hasyiyah As-Sittin, dan sebagainya. "Shalatnya bisa di pagi (dluha) atau habis shalat maghrib," pungkas Mustasyar Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur ini. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
Namun, walaupun keseluruhannya kembali kepada Allah, bukan semata-mata sebab penularan, manusia tetap diwajibkan untuk ikhtiar dan berusaha agar terhindar dari segala musibah. Meskipun ini lebih ringan dari yang pertama, tetapi seharusnya tidak menuruti perasaan itu sama sekali dan hendaknya bersandar hanya kepada Allah.
Adalah batil dan dusta serta tidak ada dasarnya sama sekali, maka berhati-hatilah dari semua itu” (Ahkamul Fuqaha’, 2010: 54). Mungkin ada pertanyaan, bagaimana dengan firman Allah Ta’ala, yang artinya:’’Kaum ‘Aad pun mendustakan (pula). Imam al-Bagawi dalam tafsir Ma’alim al-Tanzil menceritakan, bahwa kejadian itu (fi yawmi nahsin mustammir) tepat pada hari Rabu terakhir bulan Shafar. Istilah hari naas yang terus menerus atau yawmi nahsin mustammir juga terdapat dalam hadis nabi. 45, Rasulullah bersabda, “Akhiru Arbi’ai fi al-syahri yawmu nahsin mustammir (Rabu terakhir setiap bulan adalah hari sial terus).”. Abdul Kholik Mustaqim, Pengasuh Pesantren al-Wardiyah Tambakberas Jombang, para ulama yang menolak adanya bulan sial dan hari nahas Rebo Wekasan berpendapat (dikutip dengan penyesuaian):.
Ketiga, tidak boleh, kecuali hanya sebatas sholat hajat lidaf’il bala’ al-makhuf (untuk menolak balak yang dihawatirkan) atau nafilah mutlaqoh (shalat sunah mutlak) sebagaimana diperbolehkan oleh Syara’, karena hikmahnya adalah agar kita bisa semakin mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Mengutip pandangan Rais Syuriah PWNU Jawa Timur, KH Miftakhul Akhyar tentang hadits kesialan terus menerus pada Rabu terakhir tiap bulan, dinyatakan:.
Hal tersebut disampaikan Abdul Hamid Quds dalam kitabnya Kanzun Najah Was-Surur fi Fadhail Al-Azminah wash-Shuhur bahwa para wali mengatakan Allah swt menurunkan 320 ribu bala bencana di bumi pada hari Rabu terakhir di bulan Safar. Adalah batil dan dusta serta tidak ada dasarnya sama sekali, maka berhati-hatilah dari semua itu," (Ahkamul Fuqaha’, 2010: 54).
KH Muhammad Djamaluddin Ahmad menganjurkan agar setiap rakaat setelah al-Fatihah, dibaca surat al-Kautsar 17 kali. Senada dengan Kiai Jamal, Syekh Abdul Hamid menganjurkan agar melaksanakan shalat sunnah mutlak tanpa bilangan tertentu di waktu-waktu seperti Rebo Wekasan. Sementara itu, KH Abdul Kholik Mustaqim, Pengasuh Pesantren al-Wardiyah Tambakberas Jombang menyampaikan ada tiga pandangan terhadap Rebo Wekasan.
Ada anjuran dari sebagian ulama tasawuf namun landasannya belum bisa dikategorikan hujjah secara syar’i. Ketiga, tidak boleh melaksanakan amalan khusus atau shalat Rebo Wekasan, kecuali hanya sebatas shalat hajat lidaf’il bala’ al-makhuf (untuk menolak balak yang dihawatirkan) atau nafilah mutlaqoh (shalat sunah mutlak) sebagaimana diperbolehkan oleh Syara’, karena hikmahnya adalah agar kita bisa semakin mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Sebagaimana dilansir dari Rebo Wekasan, Keyakinan Hari Bala dan Anjuran Shalat hal tersebut disampaikan Abdul Hamid Quds dalam kitabnya Kanzun Najah Was-Surur fi Fadhail Al-Azminah wash-Shuhur. adalah bathil dan dusta serta tidak ada dasarnya sama sekali, maka berhati-hatilah dari semua itu (Ahkamul Fuqaha’, 2010: 54). Terkait teknis pelaksanaan shalat sunnah tersebut, KH Muhammad Djamaluddin Ahmad menganjurkan agar setiap rakaat setelah al-Fatihah, membaca surat al-Kautsar 17 kali. Senada dengan Kiai Jamal, Syekh Abdul Hamid menganjurkan agar melaksanakan shalat sunnah mutlak tanpa bilangan tertentu di waktu-waktu seperti Rebo Wekasan.
Sementara itu, KH Abdul Kholik Mustaqim, Pengasuh Pesantren al-Wardiyah Tambakberas Jombang menyampaikan ada tiga pandangan terhadap Rebo Wekasan. Ada anjuran dari sebagian ulama tasawuf namun landasannya belum bisa dikategorikan hujjah secara syar’i.
Rebo Wekasan merupakan sholat yang dilakukan pada hari Rabu terakhir di bulan Safar. Maka pada hari ini pula, ulama menganjurkan agar umat Muslim melakukan amalan berupa sholat hajat dan membaca Alquran.
Maka dalam hal ini, hajat kita adalah untuk menolak bala (bencana) tersebut. Karena pada hari itu sebagaimana disebutkan dalam kitab Mujarrobat al-Daerabi, ahli ma'rifat mengatakan bahwa setiap tahun turun sebanyak 320 ribu bala (bencana/musibah) pada hari Rabu terakhir di bulan Safar. Hal ini tentu saja tidak ada dalam syariat Islam.
Menurut Imanuddin, umat Islam dapat melakukannya dengan niat sholat hajat dengan harapan selama satu tahun ini, Allah menjauhkan kita dari musibah dan bencana itu.