Tata Cara Sholat Ghaib Muhammadiyah. halat jenazah adalah shalat yang dilakukan untuk mendo’akan seorang muslim atau muslimah yang telah meninggal dunia; baik dia laki-laki maupun perempuan; orang dewasa maupun anak-anak. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:. عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الأَكْوَعِ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أُتِيَ بِجَنَازَةٍ لِيُصَلِّيَ عَلَيْهَا ، فَقَالَ : هَلْ عَلَيْهِ مِنْ دَيْنٍ ؟ قَالُوا : لاَ فَصَلَّى عَلَيْهِ ثُمَّ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ أُخْرَى ، فَقَالَ : هَلْ عَلَيْهِ مَنْ دَيْنٍ قَالُوا نَعَمْ قَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ قَالَ أَبُو قَتَادَةَ عَلَيَّ دَيْنُهُ يَا رَسُولَ اللهِ فَصَلَّى عَلَيْهِ – رواه البخاري.
Dari Salamah bin al-Akwa’ r.a., ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah didatangkan seorang jenazah, agar beliau menshalatinya. Hadits ini menjadi dasar hukum melaksanakan shalat jenazah, dan bahwa shalat tersebut hukumnya wajib kifayah.
Karena saat itu Rasulullah saw hanya melakukannya untuk seorang jenazah, sementara jenazah yang lain beliau hanya memerintahkan para sahabat untuk melaksanakannya dikarenakan ia mempunyai hutang, sekalipun akhirnya beliau menyolatkannya setelah ada sahabat yang menanggung hutangnya. Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,. Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda:. Karena aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang muslim meninggal dunia lantas dishalatkan (shalat jenazah) oleh 40 orang yang tidak berbuat syirik kepada Allah sedikit pun melainkan Allah akan memperkenankan syafa’at (do’a) mereka untuknya.” (HR. Seseorang yang melaksanakan shalat jenazah harus memenuhi syarat-syarat sahnya seperti yang terdapat pada shalat yang lain. Waktu dan Tempat Shalat Jenazah.
Waktu Shalat:. Hal ini didasarkan pada Hadits berikut ini:.
ثَلاَثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّىَ فِيهِنَّ أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ وَحِينَ تَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ – رواه مسلم. Dari Musa bin Ali dari bapaknya ia berkata, saya mendengar Uqbah bin Amir Al Juhani berkata; “Ada tiga waktu, yang mana Rasulullah SAW telah melarang kita untuk shalat atau menguburkan jenazah pada waktu-waktu tersebut. “Ada tiga waktu, yang mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang kita untuk shalat atau menguburkan jenazah pada waktu-waktu tersebut. Shalat jenazah dapat dilakukan di mana saja, di tempat-tempat yang layak untuk melaksanakan shalat; termasuk di dalam masjid sebagaimana disebutkan dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim:. Bahwa ketika Sa’d bin Abu Waqash meninggal, Aisyah berkata, “Masukkanlah ia ke dalam masjid hingga aku bisa menshalatkannya.” Namun mereka tidak menyetujuinya, maka ia pun berkata, “Demi Allah, sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menshalatkan jenazah dua orang putra Baidla` di dalam masjid, yaitu Suhail dan saudaranya.” Muslim berkata; “Suhail bin Da’d adalah Ibnul Baidla`, dan ibunya adalah Baidla`. (HR Muslim).
(HR Bukhari). “Sungguh menurut sunnah dalam menyalatkan jenazah adalah hendaklah seseorang membaca surat al fatihah dan membaca shalawat atas Nabi saw lalu dengan ikhlas mendo’akan bagi mayit sampai selesai dan ia tidak membaca kecuali sekali kemudian salam” ( HR Ibnul Jarud di dalam kitab al-Muntaqo”) al-Hafidz berkata : para perawi Hadits ini tersebut di dalam kitab Bukhari dan Muslim.
Dari Umamah, dia berkata: “ Sesunguhnya sunnah didalam shalat jenazah ialah membaca al-al-fatihah pada takbir pertama dengan suara lembut kemudian bertakbir 3 kali dan salam di akhir shalat. Setelah takbir yang kedua, ketiga dan keempat, dilanjutkan dengan berdo’a kepada Allah secara ikhlas untuk mayit.
Hal ini didasarkan pada Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda:. Pertama: Riwayat Imam Muslim dan an-Nasa’i:. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka lindungilah ia dari siksa kubur atau siksa api neraka. Ya Allah, janganlah Engkau haramkan bagi kami pahalanya, dan janganlah Engkau sesatkan kami sepeninggalnya. Selain tata cara di atas, shalat jenazah dapat pula dilakukan dengan urutan-urutan sebagai berikut: Dimulai dengan niat kemudian bertakbir lalu membaca surat al-fatihah dilanjutkan takbir kedua lalu membaca shalawat atas Nabi Muhammad saw kemudian bertakbir ketiga lalu berdo’a untuk si mayit kemudian takbir keempat dilanjutkan salam. أَنَّ السُّنَّةَ فِى الصَّلاَةِ عَلَى الْجَنَازَةِ أَنْ يُكَبِّرَ الإِمَامُ ، ثُمَّ يَقْرَأُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ بَعْدَ التَّكْبِيرَةِ الأُولَى سِرًّا فِى نَفْسِهِ ، ثُمَّ يُصَلِّى عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَيُخْلِصُ الدُّعَاءَ لِلْجَنَازَةِ فِى التَّكْبِيرَاتِ لاَ يَقْرَأُ فِى شَىْءٍ مِنْهُنَّ ، ثُمَّ يُسَلِّمُ سِرًّا فِى نَفْسِهِ – رواه البيهقي.
Shalat Jenazah di Kuburan. Rasullullah saw pernah melakukan sholat jenazah di kuburan seorang laki-laki atau wanita yang meninggal pada malam hari, ketika tidak diberi tahu oleh para sahabat.
Dari Abu Hurairah RA dia berkata:. Al-Bukhari dan Muslim).
Pendapat ini didasarkan pada kenyataan bahwa Nabi saw tidak pernah melaksanakan shalat jenazah di atas kuburan setiap kali melewati kuburan. Shalat ghaib adalah shalat jenazah yang dilakukan oleh kaum muslimin terhadap saudaranya yang wafat, sementara jenazahnya tidak ada di depan mereka atau berada di tempat yang lain.
Hal ini didasarkan pada Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dia berkata:. Rasul keluar bersama para sahabatnya ke lapangan, lalu mengatur shaf, kemudian (melaksanakan shalat dengan) bertakbir sebanyak empat kali.” (HR Al Bukhari dan Muslim).
Pendapat ini didasarkan pada hadits di atas. Ini adalah pendapat Imam Malik dan Imam Abu Hanifah.
Ketiga: bahwa shalat Ghaib disyari’atkan, tetapi hanya diperuntukkan bagi seorang muslim yang meninggal di suatu daerah yang tidak ada orang yang menshalatkannya.
Shalat ghaib bertujuan untuk memberikan doa kepada sesama Islam yang telah meninggal dunia. Shalat ghaib pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya ketika Raja Najasyi meninggal dunia. “Ushalli alal mayyiti (sebutkan nama jenazah) alghooibi arba'a takbiroti fardhol kifaayati imaaman lillahi ta'ala”. Artinya, “Saya niat sholat ghaib atas mayit (nama jenazah) dengan empat kali takbir menjadi imam karena Allah ta'ala.”. “Ushalli alal mayyitati (sebutkan nama jenazah) alghooibi arba'a takbiroti fardhol kifaayati imaaman lillahi ta'ala”. Artinya, “Saya niat sholat ghaib atas mayit (nama jenazah) dengan empat kali takbir menjadi imam karena Allah ta'ala.".
“Ushalli alal mayyitati (sebutkan nama jenazah) alghooibi arba'a takbiroti fardhol kifaayati imaaman lillahi ta'ala” Artinya, “Saya niat sholat ghaib atas mayit (nama jenazah) dengan empat kali takbir menjadi imam karena Allah ta'ala.". Artinya, “Saya niat sholat ghaib atas mayit (nama jenazah) dengan empat kali takbir menjadi makmum karena Allah ta'ala.”.
“Ushalli alal mayyitati (sebutkan nama jenazah) alghooibi arba'a takbiroti fardhol kifaayati ma'muuman lillahi ta'ala”. Artinya, “Saya niat sholat ghaib atas mayit (nama jenazah) dengan empat kali takbir menjadi makmum karena Allah ta'ala.”. Artinya, “Saya niat sholat ghaib sebagai imam atas mayit yang disholati dengan empat kali takbir fardhu kifayah karena Allah ta'ala”. "Usholli ala man shola alaihi arba'a takbiroti fardhol kifayati imaaman lillahi ta'ala" Artinya, “Saya niat sholat ghaib sebagai imam atas mayit yang disholati dengan empat kali takbir fardhu kifayah karena Allah ta'ala” Sebagai makmum.
Artinya, “Saya niat sholat ghaib sebagai makmum atas mayit yang disholati dengan empat kali takbir fardhu kifayah karena Allah ta'ala”.
Dari beberapa rujukan kami mendapati bahwa Rasulullah pernah melaksanakan shalat ghaib satu bulan setelah kematian, sehingga kami menganggap waktu satu bulan itu adalah jangka waktu terlama untuk melaksanakan shalat ghaib. Terima kasih atas pertanyaan saudara kepada kami Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sedangkan yang dimaksud shalat ghaib adalah shalat yang dilakukan kepada jenazah di suatu tempat atau daerah yang tidak ada di hadapan secara langsung orang yang melakukan shalat jenazah.
Perlu kami sampaikan pertanyaan yang saudara tanyakan berkaitan dengan shalat ghaib telah kami ulas pada buku Tanya Jawab Agama jilid 1 hal. Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan), bahwa Nabi saw telah memberitahukan kematian Najasyi pada hari kematiannya, beliau (Nabi) keluar (bersama sahabat) ke tempat shalat, lalu beliau atur shaf mereka dan bertakbir empat kali [HR. Kedua hadits tersebut menjelaskan bahwa Nabi saw telah shalat jenazah untuk Najasyi tidak di hadapan jenazahnya secara langsung (ghaib).
Hadits tersebut dipahami oleh sebagian ulama bahwa shalat yang dilakukan Nabi saw terhadap Najasyi dikarenakan Najasyi berada di negeri yang bukan muslim sehingga dimungkinkan tidak ada orang Islam yang menshalatkan jenazahnya. Namun sebagian ulama lain memahami bahwa Nabi saw melaksanakan shalat jenazah tersebut dengan tidak memberitahukan sebab dan alasannya sehingga itu menunjukkan kebolehan shalat ghaib. Hadits yang menjelaskan tentang shalat ghaib tidak hanya terjadi pada kasus kematian raja Najasyi saja, tetapi Nabi saw sendiri pernah melaksanakan shalat ghaib kepada yang lainnya. Dalam kasus ini Nabi saw meyakini sudah ada shalat jenazah atasnya, tetapi beliau bermaksud untuk shalat jenazah atasnya. Shalat jenazah secara ghaib juga dapat dilakukan baik di tempat shalat (mushala) seperti kasus shalat untuk raja Najasyi maupun di kubur orang yang meninggal seperti kasus shalat untuk perempuan penjaga masjid. Shalat jenazah juga dapat dilakukan di kubur beberapa hari setelah kematiannya.
Dari Said bin Musayyab (diriwaytkan), bahwa Ummu Sa’d meninggal sementara Nabi saw tidak ada (di Madinah), maka ketika telah kembali datang beliau menshalatkan atasnya, padahal sudah berlalu satu bulan (dari kematiannya) [HR. Berdasarkan hadits-hadits di atas, dapat dipahami bahwa seseorang boleh melakukan shalat jenazah baik orang yang meninggal itu sudah dikubur atau sesudah beberapa hari dari kematiannya seperti tiga hari atau satu bulan.
Penyebutan masa waktu dalam hadits tersebut tidaklah menunjukkan pembatasan waktu kebolehan seseorang untuk menshalatkan jenazah, sehingga boleh hukumnya bagi seseorang untuk menshalatkan jenazah dikarenakan suatu hal setelah jenazah dikubur hingga beberapa hari atau bulan.
PWMU.CO – Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur mengadakan Kajian Fiqih di Aula Universitas Muhammadiyah Lamongan (Umla), Sabtu (5/10/19). Karena itu, lanjut Ahmad Munir, beberapa hadits Nabi yang mendasari shalat ghaib ini bersumber dari nama-nama sahabat Nabi tadi. Pertama, kata Munir, shalat ghaib tidak disyariatkan, kecuali apabila mayat tersebut berada di negeri yang tidak ada orang yang menshalatinya. Di antaranya adalah Nabi Muhammad melakukan shalat ghaib atas Najasyi karena di negerinya (Habasyah) tidak ada yang menshalatinya. Karena Nabi tidak pernah melakukan shalat ghaib kecuali untuk Najasyi yang besar jasanya kepada Islam saat melindungi kaum muslimin yang hijrah ke negaranya. Sementara Dr Syamsuddin mengungkapkan kembali pendapat Ahmad bin Muhammad al-Khattabiy yang wafat tahun 288 H, seorang muhaqqiq dari mazhab Asy-Safi’i dalam kitab Ma’aalim as-Sunan yang merupakan syarah atas Sunan Abi Dawud.
Kesimpulannya, berdasarkan hal tersebut, maka jika ada seorang muslim meninggal dunia di sebuah negeri (wilayah), kemudian kewajiban shalat jenazah atasnya sudah ditunaikan, maka tidak perlu lagi orang lain yang berada di negeri (wilayah) lain untuk mengerjakan shalat ghaib untuknya. Dan jika dia mengetahui bahwa yang meninggal dunia tersebut tidak dishalatkan karena adanya rintangan atau sebab lain yang menghalanginya, maka disunnahkan untuk menshalatkannya dan hal itu tidak boleh ditinggalkan hanya karena jaraknya yang jauh. Kajian Fiqih ini diikuti oleh pimpinan dan Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah se-Jawa Timur dan PCM se- Lamongan.
PIKIRAN RAKYAT – Sholat ghaib dilaksanakan ketika seorang muslim kehilangan saudara ataupun teman, dan tidak bisa berkunjung ke rumah duka untuk mendoakannya secara langsung. Di tengah pandemi Covid-19 ini sholat ghaib bisa dilakukan, lantaran tak bisa mendoakan jenazah yang langsung dikuburkan.
Agama telah mengatur tentang kewajiban kaum muslimin terhadap kematian yang menimpa saudaranya muslim dengan cara melaksanakan empat perkara yaitu memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkan. Kewajiban itu kemudian dikenal dalam fikih sebagai fardhu kifayah yakni kewajiban yang dilakukan oleh salah seorang atau sebagian orang sehingga terlepaslah hukuman bagi mereka yang tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk melaksanakan fardhu kifayah tersebut. Kedua hadits tersebut menjelaskan bahwa Nabi saw telah shalat jenazah untuk Najasyi tidak di hadapan jenazahnya secara langsung (ghaib).
Pelaksanaan sholat ghoib bisa dilakukan setelah meyakini seseorang telah meninggal dunia dan sudah siap untuk dilaksanakan shalat atasnya. Dari asy-Sya’bi (diriwayatkan), sesungguhnya Rasulullah saw pernah shalat atas suatu kubur setelah dikubur, lalu beliau takbir empat kali [HR.