Tata Cara Shalat Sunnah Tasbih Nu Online. Para ulama mendasarkan kesunnahan shalat tasbih pada sebuah hadits riwayat Abu Rafi’ di mana Rasulullah memberitahukan kepada paman beliau Abbas tentang tata cara dan berbagai keutamaan melakukan shalat tasbih. Meski dipandang sebagai hadits dlaif (lemah) namun para ulama Syafi’iyah seperti Abu Muhammad Al-Baghawi dan Abul Mahasin Ar-Rayani menetapkan kesunnahan shalat tasbih ini. Bila dilihat dari sisi keutamaannya para ulama memandang shalat tasbih memiliki keutamaan yang begitu besar sampai Imam As-Subki menyatakan bahwa tidaklah orang yang mendengar tentang keutamaan shalat tasbih namun ia meninggalkannya (tidak melakukannya) kecuali orang itu adalah orang yang merendahkan agama (lihat: Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Minhâjul Qawîm , Beirut: Darul Fikr, tt., hal. Hanya saja Imam Nawawi memiliki pendapat yang menyatakan adanya perbedaan dalam teknis pelaksanaan shalat tasbih di siang dan malam hari. Artinya: “dan (termasuk shalat sunnah) adalah shalat tasbih, yaitu shalat empat rakaat di mana dalam setiap rakaatnya setelah membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya membaca kalimat subhânallâh wal hamdu lillâh wa lâ ilâha illallâhu wallâhu akbar—di dalam kitab Ihyâ ditambahi wa lâ haulâ wa lâ quwwata illâ billâh —sebanyak 15 kali, dan pada tiap-tiap ruku’, i’tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, dan duduk setelah sujud yang kedua masing-masing membaca (kalimat tersebut) sebanyak 10 kali. Maka itu semua berjumlah 75 kali dalam setiap satu rakaat.” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Minhâjul Qawîm , Beirut: Darul Fikr, tt., hal.
Dari penjelasan Ibnu Hajar di atas dapat disimpulkan tata cara pelaksanaan shalat tasbih sebagai berikut:. Setelah membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya, sebelum ruku’ terlebih dahulu membaca kalimat subhânallâh wal hamdu lillâh wa lâ ilâha illallâhu wallâhu akbar (selanjutnya kalimat ini disebut tasbih) sebanyak 15 kali. Pada saat ruku’ sebelum bangun untuk i’tidal terlebih dahulu membaca tasbih sebanyak 10 kali.
Tetapi sebagian ulama mengatakan bahwa shalat tasbih dilakukan empat rakaat dengan dua kali salam. Ulama lain mengambil jalan tengah bahwa shalat tasbih empat rakaat dengan sekali salam dilakukan lebih utama pada siang hari. Sementara pada malam hari, shalat tasbih empat rakaat lebih utama dilakukan dengan dua kali salam. Artinya, “Aku menyengaja sembahyang sunnah tasbih dua rakaat karena Allah SWT,” (Lihat Perukunan Melayu , ikhtisar dari karya Syekh M Arsyad Banjar, [Jakarta, Al-Aidarus: tanpa tahun], halaman 45).
Perbedaan pendapat ulama ini berasal dari dua riwayat berbeda sebagaimana dikutip dalam Kitab Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadi’in karya Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani. Dalam riwayat Ibnu Mas‘ud RA, rangkaian tasbih itu dibaca 15 kali setelah takbiratul ihram, tepat sebelum baca surah Al-Fatihah.
Menurut riwayat Ibnu Mas‘ud RA, selain pada rakaat pertama, tasbih dibaca 15 kali di saat berdiri, tepatnya sebelum membaca surah Al-Fatihah. Kalau ada seseorang tidak pernah sekalipun melakukan sembahyang tasbih, itu menunjukkan kemalasannya dalam menjalankan perintah agama,” (Lihat Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani, Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadi’in , Syirkah Al-Ma’arif, Bandung, Halaman 115).
Setelah salam dari Shalat Witir, kita dianjurkan untuk tidak segera bangun meninggalkan lokasi. Kita dianjurkan untuk membaca doa dan wirid sejenak sebagaimana keterangan berikut ini:. Artinya, “Seseorang dianjurkan setelah shalat witir membaca tiga kali, ‘ Subhānal malikil quddūs ,’ kemudian membaca, ‘ Allāhumma inī a‘ūdzu bi ridhāka min sakhathika, wa bi mu‘āfātika min ‘uqūbatika.
Wa a‘ūdzu bika minka, lā uhshī tsanā’an alayka anta kamā atsnayta ‘alā nafsika ,’” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zain , [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2002 M/1422 H], halaman 101). Allāhumma innī as’aluka ridhāka wal jannah, wa a‘ūdzu bika min sakhathika wan nār.
Wa a‘ūdzu bika minka, lā uhshī tsanā’an alayka anta kamā atsnayta ‘alā nafsika. Aku tidak (sanggup) membilang pujian-Mu sebanyak Kau memuji diri-Mu sendiri,” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah). Artinya, “Aku berniat untuk berpuasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT.”.
Demikian juga dengan sembahyang tasâbih atau lebih lazim disebut shalat tasbih. Allâhumma innî as’aluka makhâfatan tahjizunî ‘an ma‘âshîka hattâ a‘mala bi thâ‘atika ‘amalan astahiqqu bihî ridhâka wa hattâ unâshihaka bit taubah, khaufan minka hattâ akhlusha lakan nashîhata hayâ’an minka wa hattâ atawakkala ‘alaika fil ’umûri kullihâ wa hattâ akûna ’uhsinuz zhanna bika, subhâna khâliqin nûr (lain riwayat khâliqin nâr).
Ya Allah, masukkanlah rasa takut di kalbuku yang dapat menghalangi diri ini untuk mendurhakai-Mu. Dengan demikian aku dapat beramal saleh yang mengantarkanku pada ridha-Mu, dan aku bertobat setulusnya karena takut kepada-Mu. Dengan itu pula aku beribadah secara tulus karena malu kepada-Mu.
Dengan rasa takut itu aku menyerahkan segala urusanku kepada-Mu. Karena itu juga aku dapat berbaik sangka selalu kepada-Mu.
Doa ini dikutip dari kitab Nihayatuz Zain karya Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani. Menurutnya, doa ini dibaca setelah tasyahhud akhir, tetapi sebelum salam.
Pada Rabu 26 Mei 2021 bakal ada gerhana bulan total yang dapat disaksikan masyarakat Indonesia. Adanya fenomena gerhana bulan yang dalam bahasa Arab disebut 'khusuf', umat Islam disunahkan mengerjakan shalat sunah dua rakaat atau shalat sunah khusuf.
Hal yang berbeda dari shalat gerhana dengan shalat-shalat lainnya adalah bacaan fatihah dan ruku yang dilakukan dua kali di setiap rakaatnya. "Saya shalat sunah gerhana bulan dua rakaat sebagai imam/makmum karena Allah SWT.". Shalat gerhana ini juga boleh diringkas yakni dengan hanya membaca Surat Al-Fatihah saja sebanyak empat kali pada dua rakaat tersebut tanpa surat panjang seperti yang dianjurkan.
Setelah rangkaian shalat, dianjurkan imam menyampaikan dua khutbah shalat gerhana dengan taushiyah agar jamaah beristighfar, semakin takwa kepada Allah, tobat, sedekah, memerdekakan budak (pembelaan terhadap kelompok masyarakat marjinal), dan lain sebagainya.
Kemudian engkau angkat kepalamu dari bersujud, egkau baca kalimat itu sepuluh kali. Secara tekstual dari hadits di atas Rasulullah telah menjelaskan keutamaan yang begitu besar dalam shalat tasbih.
Bahkan Sayid Muhammad Al-Maliki menyebutkan bahwa dosa besar pun dapat terampuni hanya dengan melakukan shalat tasbih ini. Hanya saja beliau juga menggarisbawahi bahwa pengampunan itu apabila pelaksanaan shalat tasbih tersebut dibarengi dengan pemenuhan syarat-syarat bertobat yang terdiri dari istighfar (meminta ampun), penyesalan, dan tekad kuat untuk tidak mengulangi. Artinya: “Secara dhahir hadits itu menunjukkan bahwa dosa-dosa besar terampuni hanya dengan melakukan shalat tasbih ini.
Itu bisa dipahami apabila shalat tasbih itu dibarengi dengan syarat-syarat bertaubat yang terdiri dari memohon ampunan, menyesali, dan tekad kuat untuk tidak mengulangi.” (Sayid Muhammad Alwi Al-Maliki, Syaraful Ummah Al-Muhammadiyyah , 1985, tanpa penerbit, hal.
Oleh karena itu, kiranya perlu diperjelas apakah benar shalat sunah nisfu Sya‘ban adalah tanpa dalil? Perlu diketahui bahwa amalan shalat sunah di malam nisfu Sya‘ban ini dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumiddin. وأما صلاة شعبان فليلة الخامس عشر منه يصلي مائة ركعة كل ركعتين بتسليمة يقرأ في كل ركعة بعد الفاتحة قل هو الله أحد إحدى عشرة مرة وإن شاء صلى عشر ركعات يقرأ في كل ركعة بعد الفاتحة مائة مرة قل هو الله أحد فهذا أيضاً مروي في جملة الصلوات كان السلف يصلون هذه الصلاة ويسمونها صلاة الخير ويجتمعون فيها وربما صلوها جماعة.
Selain itu, hadits tentang shalat nisfu Sya‘ban yang berjumlah 100 rakaat juga dianggap bid‘ah oleh Imam An-Nawawi. Sebab tidaklah tercela menambahkan niat lain ke dalam suatu shalat sunah, dengan catatan setelah ikhlas karena Allah, sebagaimana yang disebutkan oleh Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki:.
Secara umum, perintah shalat dua rakaat ketika memiliki suatu hajat telah disampaikan oleh Rasulullah Shallllahu Alaihi Wasallam:. Artinya: Siapa saja yang memiliki suatu hajat, atau kebutuhan kepada seorang bani Adam, maka wudlulah, dan membaguskan wudlunya, kemudian shalat dua rakaat, lalu memuji Allah. Walhasil, penambahan niat nisfu Sya‘ban pada shalat sunah setelah berniat ikhlas karena Allah tidak ada masalah.
Shalat sunah yang jelas dalilnya pun jika diniatkan ingin diperhatikan orang termasuk hal tercela sebagaimana disinggung hadits riwayat Ibnu Majah dan Al-Baihaqi:. Artinya: Syirik yang samar itu ketika seorang laki-laki shalat, kemudian membagus-baguskan shalatnya, karena ingin melihat pandangan orang lain.