Tata Cara Ketinggalan Shalat Berjamaah. Liputan6.com, Jakarta - Dalam Sholat berjamaah ada yang disebut dengan makmum masbuk. Disebut makmum masbuk karena keterlambatan atau seseorang yang baru bergabung melakukan sholat berjamaah saat imam sudah memulai sholat.
Ketika seseorang termasuk dalam makmum masbuk, maka ia wajib mengganti jumlah rakaat yang sudah tertinggal. Makmum masbuk harus memperhatikan hal-hal terkait niat sholat, bacaan sholat, hingga kepada siapa ia akan melanjutkan berimam jika masih ada jemaah masbuk lainnya.
Berikut Liputan6 rangkum dari Dream, Senin (27/9/21) mengenai tata cara sholat bagi makmum masbuk. Seseorang dikatakan masbuk ketika ia bergabung sholat berjamaah ketika imam sudah rukuk, atau sebelum namun tidak memungkinkan lagi untuk membaca Al-Fatihah.
Maka dari itu, orang tersebut perlu mengganti rakaat yang tertinggal. Perlu diketahui, jika makmum sudah tertinggal, ia harus melakukan takbiratul ihram untuk memulai sholat, lalu mengucapkan takbir dan selanjutnya mengikuti posisi imam. Ketika imam selesai melakukan salam dan mengakhiri sholat, makmum masbuk tidak boleh ikut salam, tetapi langsung berdiri untuk menambah rakaat.
Untuk makmuk masbuk ada cara berbeda yang harus dilakukan. Penting bagi umat. untuk memahami tata cara menjadi makmum masbuk agar ke depannya tidak terjadi kesalahan yang membuat sholatnya menjadi tidak sah.
Makmum masbuk adalah mereka yang tertinggal beberapa raka'at sholat atau semua raka'atnya. 1 disebutkan bahwa, "Seorang masbuk hendaknya tidak menyibukan diri dengan melakukan sunnah dalam sholat setelah dia bertakbiratul ihram. Dikutip dalam buku 'Sudah Benarkah Salat Kita (Edisi Revisi) oleh Gus Arifin, ada hadits dari sahabat Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Jika kalian datang untuk sholat dan kita sedang sujud maka ikut sujud dan janganlah kamu hitung itu satu rakaat.
Langsung mengikuti perbuatan imam (sedang berdiri, rukuk, sujud atau duduk). Tidak perlu menyelesaikan bacaannya sendiri dulu supaya menyamakan dengan imam.
Jika makmumnya baru satu orang, makmumnya ditarik ke belakang atau mungkin imamnya yang maju ke depan, tapi orangnya sedang sholat sendiri (munfarid) maka langsung berdiri di sebelah kanannya (imam). Jika ternyata bacaan Al-Fatihah atau surat Al-Qur'an belum selesai, dipotong saja dan langsung mengikuti gerakan imam untuk rukuk oleh makmum masbuk.
Apabila makmum terlambat datang ke masjid dan imam sudah dalam posisi rukuk, sujud, atau duduk tasyahud, maka ia harus melakukan takbiratul ihram (dengan berdiri) sebagai tanda memulai salat, lalu melafalkan takbir (Allahu Akbar), kemudian langsung mengikuti posisi imam. Apabila makmum bergabung salat jemaah saat imam masih dalam posisi rukuk, maka ia dianggap telah mengikuti rakaat tersebut. Dalam kitab Shahih Shifati Shalatin Nabi saw disebutkan, sunah bagi makmum masbuk untuk bangun melanjutkan jumlah rakaat salatnya setelah imam selesai melakukan dua salam. Namun, makruh bagi makmum masbuk bangun melanjutkan salatnya saat imam baru selesai satu salam saja.
Contoh kasus lainnya adalah apabila makmum masbuk baru bisa mengikuti 2 rakaat terakhir salat Zuhur, Ashar, dan Isya misalnya, maka ia harus menambah 2 rakaat (tanpa duduk tasyahud) setelah imam melakukan salam.
Maka hendaknya shalat dikerjakan dengan sempurna, sesuai syarat rukunnya, penuh khsyuk dan tepat waktu. Lalu bagaimana jika meninggalkan shalat karena sengaja sehingga habis waktu, apakah wajib diqadha (diganti)?
Tentu yang harus dilakukan pertama kali adalah beristighfar dan bertobat tidak mengulangi lagi kelalaian meninggalkan shalat. Namun dari aspek hukum fiqih, menurut Kiai Abdurrahman, ulama berbeda pendapat. Alasan mereka, shalat itu kewajiban kepada Allah dan kewajiban itu sama dengan utang sedangkan utang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar.
Juga diqiyaskan kepada orang yang tidak shalat karena lupa dan tertidur, kalau karena lupa dan tertidur saja wajib diqadha apa lagi kalau sengaja tentu lebih wajib untuk diqadha. Rasulullah SAW, “Maka hutang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar.” (HR Bukhari).
Dalam hadis lain Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang tertidur kemudian tidak shalat atau karena lupa, maka hendaknya segera melaksanakan shalat setelah ingat atau bangun dari tidur.” (HR Muttafaq ‘Alaih). Mengutip pendapat Syekh Wahbah Az Zuhaili, Kiai Abdurrahman menjelaskan, orang yang lupa atau tertidur saja masih punya kewajiban untuk mengganti shalat yang tertinggal apa lagi ada unsur kesengajaan tentu itu lebih wajib. Tetapi sebagian ulama kelompok Zhahiriyah (Abu Muhammad bin Hazm) berpendapat, bahwa orang yang sengaja meninggalkan shalat sampai habis waktunya itu tidak boleh diqadha dan dia menanggung dosa nanti di akhirat.
Bisa jadi hal ini juga karena mereka salah paham terhadap sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘amhu, beliau menceritakan,. Di antaranya adalah perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang yang keliru (salah) dalam shalatnya,. “Jika Engkau berdiri mengerjakan shalat, sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadaplah ke arah kiblat dan bertakbirlah.” (HR. Kesimpulan, jika kita terlambat shalat berjamaah, dan imam sudah dalam posisi ruku’, sujud atau posisi yang lainnya, maka hendaknya kita berjalan memasuki masjid dengan tenang, tidak boleh berjalan cepat yang membuat suara gaduh.
Sehingga dia pun takbiratul ihram dalam keadaan mulai merunduk untuk ruku’.” (Al-Qaulul Mubiin fi Akhta’i Al-Mushallin, hal. “Mayoritas ulama fiqh telah menjelaskan bahwa mengerjakan takbiratul ihram dalam posisi tegak berdiri itu hukumnya wajib.” (Al-Qaulul Mubiin fi Akhta’i Al-Mushallin, hal. Setelah takbiratul ihram, apakah perlu bersedekap (meletakkan kedua tangan di dada) terlebih dahulu lalu langsung menyusul ruku’ atau sujud?
Akan tetapi, (membaca Al-Fatihah) ini tidak gugur darinya di rakaat sisanya.” (Majmu’ Fataawa wa Rasail Ibnu ‘Utsaimin, 13: 98). Hal ini karena meletakkan dua tangan (di dada) adalah posisi yang diperuntukkan dalam rangka membaca (Al-Fatihah). 🔍 Hukum Menggambar Kartun Dalam Islam, Hakikat Ilmu, Ipar Adalah, Orang Kafir Masuk Surga, Kisah 313 Nabi Dan Rasul.
Shalat jamaah adalah salah satu ibadah yang dihukumi fardlu kifayah untuk dijalankan, sehingga di setiap daerah harus ada ritual shalat jamaah ini agar seluruh penduduk yang mukim di daerah tersebut tidak terkena dosa. Dengan sebab hukum fardlu kifayah inilah, hampir di setiap tempat kita menemukan orang-orang yang giat melakukan ibadah ini. Dari hadits tersebut para ulama mengambil kesimpulan bahwa makmum bisa dianggap mendapatkan rakaat ketika menemui imam saat sedang ruku’.
Selain itu, karena dalam ruku’ juga disyaratkan thuma’ninah, yaitu diam sejenak sekiranya dapat melafalkan kata “Subhanallah”. Maka dalam hal ini juga disyaratkan makmum bisa mendapati keadaan thuma’ninah sebelum imam beranjak dari ruku’nya. قال: (و) بإدراك (ركوع محسوب تام) بأن يطمئن قبل ارتفاع الإمام عن أقل الركوع وهو بلوغ راحتيه ركبتيه (يقينا) فلو لم يطمئن فيه قبل ارتفاع الإمام منه أو شك في حصول الطمأنينة فلا يدرك الركعة. Jika makmum tidak thuma’ninah dalam ruku’nya sebelum imam mengangkat tubuhnya dari ruku’ atau makmum ragu atas thuma’ninah yang ia lakukan maka ia tidak mendapatkan rakaat” (Zainuddin Al-maliabari, Fathul Muin , hal.