Syarat Jarak Perjalanan Shalat Jamak. Masalahnya, bagaimana kalau perjalanan yang ditempuh tidak terlampau jauh atau jarak pendek? Sebagian ulama fiqih menetapkan kebolehan jamak dan qashar shalat untuk perjalanan minimal dua marhalah/16 farsakh (48 mil)/4 barid/perjalanan 2 hari.
Para kiai mencoba menjawab usulan pertanyaan perihal kebolehan jamak dan qashar shalat bagi orang yang berpergian kurang dari dua marhalah. Artinya: Sejumlah imam berpendapat tentang kebolehan menjamak shalat di rumah karena hajat bagi orang yang tidak menjadikannya sebagai kebiasaan. Dari keterangan ini, kita dapat menarik simpulan bahwa jamak dan qashar shalat ada dua hal berbeda.
Jamak shalat pada perjalanan di bawah dua marhalah diperbolehkan sejauh ada hajat yang dibenarkan oleh syara’. Sangat disarankan jamak shalat pada perjalanan kurang dari dua marhalah ini tidak dibiasakan karena kebolehannya hanya bersifat pengecualian.
Satu di antara bentuk kasih sayang Allah kepada umatnya dengan memudahkan pelaksanaan sholat. Orang yang sedang bepergian jauh diberi rukhsah dalam menjalankan sholat fardu, dinamakan dengan jamak. Pun demikian magrib dengan isya, sedangkan untuk waktu subuh tidak ada jamak harus disempurnakan. Di antaranya, perjalanannya tersebut bukan bertujuan untuk hal maksiat, jarak minimal perjalanan harus mencapai farsakh. Berikut tata cara sholat jamak dan qasar yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber di halaman selanjutnya:.
Pertanyaan saya, bagaimana jika ada orang yang menjamak sembahyang zhuhur dan ashar ketika menempuh perjalanan kurang dari dua marhalah? Sebagian ulama fiqih menetapkan kebolehan jamak dan qashar shalat untuk perjalanan minimal dua marhalah/16 farsakh (48 mil)/4 barid/perjalanan 2 hari.
Artinya, “Sejumlah imam berpendapat tentang kebolehan menjamak shalat di rumah karena hajat bagi orang yang tidak menjadikannya sebagai kebiasaan. Pendapat itu dipilih pula oleh Ibnul Mundzir,” (Lihat An-Nawawi,, [Cairo, As-Sya’b: 1390 H], jilid II, halaman 359).Dari keterangan ini, kita dapat menarik simpulan bahwa jamak dan qashar shalat ada dua hal berbeda. Jamak shalat pada perjalanan di bawah dua marhalah diperbolehkan sejauh ada hajat yang dibenarkan oleh syara’.Kami menyarankan jamak shalat pada perjalanan kurang dari dua marhalah ini tidak dibiasakan karena kebolehannya hanya bersifat pengecualian.Demikian jawaban singkat yang dapat kami kemukakan.
Namun sebelum melakukan salat jamak, perlu diketahui aturan dan tata caranya secara benar. Apabila salat dilakukan pada waktu shalat yang pertama (zuhur atau maghrib) dinamakan jamak taqdim.
Selain itu, perjalanan yang dilakukan juga tidak bertujuan untuk maksiat. Namun bertujuan baik seperti untuk silaturrahmi, berdagang, dan lain-lain. Baca Juga : Cerita Unik Ketua Umum PP Muhammadiyah Jadi Imam di Masjid NU, Jamaah Minta Ini. Adapun niat melakukan jamak taqdim zuhur dan ashar yakni:.
Sedangkan niat salat jamak taqdim magrib dan isya adalah:. Niat jamak ta’khir dilakukan dalam waktunya shalat yang pertama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News. Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini : Ramadan doa salat.
Apakah jika sudah sampai tujuan hanya mengqashar dan tidak menjamak shalat? Apakah jika lebih dari empat hari, misalnya sebulan dalam perjalanan, maka shalatnya tanpa dijamak ataupun diqashar?
Bahkan, menurut pendapat ulama yang kuat, mengqashar shalat ketika dalam perjalanan ini hukumnya adalah sunah muakkadah karena Nabi saw tidak pernah meninggalkannya. Banyak sekali hadis Nabi saw yang menjelaskan tentang kebolehan menjamak shalat ketika sedang dalam perjalanan ini. Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, “Rasulullah saw biasa menjamak shalat Zuhur dan Ashar jika sedang dalam perjalanan. Begitu juga, jika seseorang menetap di suatu tempat untuk melakukan atau mengurus keperluannya, tetapi dia tidak meniatkan dan tidak tahu berapa lama ia akan tinggal di tempat tersebut, jumhur ulama dari kalangan mazhab Hanafi, Maliki, Hambali, dan sebagian ulama mazhab Syafi’i berpendapat masih dianggap dalam perjalanan.
Adapun jika seseorang berniat untuk menetap beberapa waktu di suatu tempat, seperti untuk wisata, tugas kerja, dan belajar, jumhur ulama berpendapat bahwa berakhirlah hukum safarnya dan ia harus melakukan ibadah-ibadahnya sebagaimana ibadah orang yang menetap. Mazhab Hambali berpendapat, jika ia berniat menetap lebih dari 20 kali shalat fardu (lebih dari empat hari), maka ia mesti menyempurnakan shalatnya dan melaksanakannya pada waktu yang telah ditentukan. Yang berniat menetap empat hari atau lebih di suatu tempat, hilanglah keringanan seorang musafir baginya.