Syarat Dan Rukun Dalam Shalat. Shalat yang disebut sebagai tiang agama ini wajib ditegakkan bagi seluruh umat. . Shalat yang menjadi ibadah harian dan setidaknya diamalkan sebanyak lima kali dalam sehari ini menjadi hal yang perlu diperhatikan, mulai dari hal-hal yang harus dikerjakan, syarat-syarat mengerjakan shalat hingga hal-hal yang membatalkan shalat.
Bila sang insan kamil (Nabi Muhammad) diperjalankan menghadap Allah SWT melalui mi’rajnya dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha, maka dengan shalat, orang-orang beriman akan dapat merasakan pertemuan itu juga. Untuk memulai ini, baik kiranya kita menyimak kisah seorang sufi besar abad ketiga hijriah, Syekh Abu Abdirrahman Hatim bin ‘Unwan al-Asham (237 H). Setelah itu, barulah ia bertakbir seraya memasang niat, membaca Fatihah dan surat dengan perenungan yang dalam.
Karena, sulit sekali rasanya untuk masuk dalam penghayatan mendalam ketika shalat kita terburu-buru, tidak tenang, dan bacaan-bacaannya pun tak ubah bagai membaca koran. Dan, ini bisa menjadi faktor mengapa mi’raj shalat kita kerap kali tersesat, tidak sampai pada tujuannya.
Itulah sebabnya sang baginda Nabi melarang kita tergesa-gesa menuju shalat, walau untuk mengejar rakaat pertama dalam jamaah. Sekadar untuk melawan lupa, mari kembali membuka memori kita seputar bagian-bagian shalat lahiriah yang penting dikerjakan secara sempurna itu. Adapun untuk shalat batiniah, satu hal yang tak boleh hilang, yaitu kesadaran akan esensi kerendahan kita sebagai hamba di hadapan keagungan Tuhan (rububiyyah). Logika sederhananya, menurut ar-Razi, sungguh absurd bila seseorang rela sibuk lagi rutin melakukan sesuatu yang baginya tiada berguna sama sekali. Namun, bagi yang merasa bahwa hal itu sangat penting, bahkan pada dirinya terdapat candu spiritual (al-‘isyqu), pastilah akan ringan dan membahagiakan.
[2] Salat merupakan suatu ibadah yang istimewa di dalam Islam karena perintah pelaksanaannya diterima oleh Nabi Muhammad dari Allah secara langsung. Menurut syariat Islam, praktik salat harus sesuai dengan segala petunjuk tata cara yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad sebagai figur pengejawantahan perintah Allah.
Sementara itu, Surah Al-'An'am ayat 162 menjelaskan bahwa salat seorang muslim hanya dipersembahkan kepada Allah yang merupakan tuhan bagi seluruh alam. Sementara dalam Islam, setiap muslim hanya dibolehkan melaksanakan salat menghadap suatu tempat yang sama dan berlaku secara universal.
Syarat yang harus dimiliki di dalam diri individu meliputi beragama Islam, baligh, berakal sehat, dan mengetahui rukun salat. Kondisi terakhir yang dapat membatalkan wudu adalah menyentuh lubang anus sendiri maupun orang lain baik dalam keadaan hidup atau telah meninggal.
Kesalahan dalam penyebutan ketiga jenis salat nawafil ini tidak membuat seorang muslim berdosa selama mereka memahami makna dari ketiganya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu rangkaian ibadah sholat Jumat adalah adanya khutbah. Hendaklah kedua khutbah itu dimulai sesudah tergelincir matahari (HR Bukhari). Sebagian ulama berkata bahwa shalawat ini tidak wajib, yang berarti bukan rukun khutbah. Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Musa dan Utsman bin Abi Syaibah sedangkan ma'na haditsnya dari Abu Al Ahwash telah menceritakan kepada kami Simak dari Jabir bin Samurah dia berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasa menyampaikan dua kali khutbah, beliau duduk di antara dua khutbah tersebut, beliau membaca Al Qur'an dan memberi peringatan kepada orang-orang.".
Telah menceritakan kepada kami Abu Kamil telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah dari Simak bin Harb dari Jabir bin Samurah dia berkata; saya melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam khutbah dengan berdiri kemudian duduk, beliau tidak mengatakan sepatah katapun,,,, " kemudian dia melanjutkan hadits tersebut.".
Namun karena satu dan lain hal, masih ditemukan beberapa khatib yang kurang memperhatikan syarat atau rukun khutbah ini. Bahkan, tak jarang ada salah satu syarat atau rukunnya yang tertinggal, baik disadari maupun tidak.
والركن كالشرط في أنه لا بد منه، ويفارقه بأن الشرط هو الذي يتقدم على الصلاة، ويجب استمراره فيها كالطهر والستر. Demikian pula shalat Jumat yang terlanjur dilaksanakan, juga wajib diulangi, baik bagi khatib sendiri maupun jamaah.
Hal ini bisa dirujuk pada tulisan sebelumnya, “Usai Shalat Jumat Imam Ketahuan Berhadats, Jumatan Wajib diulang?”. Hukum ini dijatuhkan karena para makmum dinilai teledor dan tidak teliti atas kesalahan imam yang bersifat lahir.
ومثلها الخنثى لأن أمره منتشر، وكذا المجنون: ويعرف معلن الكفر بالغيار وغيره، فالمقتدي بهم مقصر بترك البحث عنهم. Sehingga makmum yang bermakmum kepada imam jenis demikian, dianggap teledor tidak teliti terhadap perihal imamnya.”.
Berbeda dengan najis yang tampak, maka wajib mengulang shalat, karena makmum teledor dalam kondisi tersebut.” (Lihat: Syaikh Khatib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz.1, hal.484).
Rukun wudhu merupakan syarat sah dilakukannya ibadah sholat bagi umat Islam. Dikutip dari buku Fiqih Wudhu Versi Madzhab Syafiiy karangan Sutomo Abu Nashr, Lc. Lebih lanjut ia menjelaskan, menurut Imam Asy-Syirbini sebagaimana ditulis dalam kitab Mughnil Muhtaj Ilaa Ma'rifati Ma'aani Alfadzi al-Minhaj, secara istilah syar'i wudhu adalah aktifitas khusus yang diawali dengan niat atau aktifitas menggunakan air pada anggota badan khusus yang diawali dengan niat.
Dalam Madzhab Syafi'i menyebutkan ada 6 rukun wudhu antara lain sebagai berikut,. Bagian wajah yang dibasuh meliputi tempat tumbuhnya rambut sampai batas ujung kedua rahang bawah. Untuk perempuan cukup mengusap bagian kepala saja tidak sampai ujung rambut.
Bila sang insan kamil (Nabi Muhammad) diperjalankan menghadap Allah ﷻ melalui mi’rajnya dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha, maka dengan shalat, orang-orang beriman akan dapat merasakan pertemuan itu juga. Untuk memulai ini, baik kiranya kita menyimak kisah seorang sufi besar abad ketiga Hijriah, Syekh Abu Abdirrahman Hatim bin ‘Unwan al-Asham (237 H).
Karena, sulit sekali rasanya untuk masuk dalam penghayatan mendalam ketika shalat kita terburu-buru, tidak tenang, dan bacaan-bacaannya pun tak ubah bagai membaca koran. Sekadar untuk melawan lupa, mari kembali membuka memori kita seputar bagian-bagian shalat lahiriah yang penting dikerjakan secara sempurna itu.
Adapun untuk shalat batiniah, satu hal yang tak boleh hilang, yaitu kesadaran akan esensi kerendahan kita sebagai hamba di hadapan keagungan Tuhan (rububiyyah). Imam Fakhruddin ar-Razi (604 H) mengatakan, khusyuk adalah at-tadzallul wa al-khudhû’ (memperlihatkan esensi kerendahan dan ketundukan) kepada Allah ﷻ. Terkait penggalan terakhir ayat di atas, sang mufasir kenamaan asal Iran ini, dalam masterpiece-nya Mafâtîhul Ghaib (juz 3, hal. Logika sederhananya, menurut ar-Razi, sungguh absurd bila seseorang rela sibuk lagi rutin melakukan sesuatu yang baginya tiada berguna sama sekali.
Namun, bagi yang merasa bahwa hal itu sangat penting, bahkan pada dirinya terdapat candu spiritual (al-‘isyqu), pastilah akan ringan dan membahagiakan.
Dan sepanjang hayat Nabi SAW, beliau tidak pernah sholat Jum'at kecuali didahului dengan 2 khutbah. Alasan utama kenapa memulai khutbah dengan handallah adalah Ittiba'an, yakni mengikuti apa yang sudah dikerjakan Nabi SAW karena ini ibadah maka segala teknis harus mengikuti apa yang sudah dicontohkan oleh Nabi SAW dan tidak sekalipun Nabi SAW melakukan khutbah kecuali memulianya dengan handallah.
Khutbah adalah bagian dari ibadah sehingga membutuhkan dzikir kepada Allah SWT dengan penyebutan yang memuji. Selain itu juga karena memang tujuan khutbah adalah sebagai nasihat sekaligus peringatan dan ajakan untuk taat kepada perintah Allah SWT serta menjauhi larangan-Nya. Maka itu cukup dengan kalimat yang mengandung makna tersebut, baik panjang atau pendek.
Walaupun diberi kebebasan untuk membaca ayat di khutbah pertama atau kedua, akan tetapi para ulama-ulama al-Syafi'iyyah khususnya menganjurkan atau mensunnahkan bacaan ayat itu dilakukan di khutbah pertama. Bahkan jika hanya doa untuk orang yang hadir di tempat jumatan itu saja diperbolehkan dengan kalimat: rahimakumullah.