Sholat Tasbih Muslim Or Id. Terdapat beberapa hadits yang menerangkan tentang shalat tasbih, di antaranya hadits Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhu, yang lafazh-nya sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam Sunan-nya (1297) adalah sebagai berikut:. Kemudian engkau angkat kepalamu dari ruku’, lalu ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali.

Jika engkau mampu melakukan (shalat) itu setiap hari sekali, maka lakukanlah! Para ulama berselisih pendapat dalam penentuan hukum dan derajat hadits ini. Dari penjelasan beliau, kami ingin nukilkan beberapa perkataan ulama yang secara umum terbagi menjadi dua pendapat:. Al-Imam al-Mundziri (656 H) berkata di dalam kitabnya at-Targhib wat Tarhib (1/528): “Hadits ini telah di-shahih-kan oleh jama’ah (para ulama), di antara mereka al-Hafizh Abu Bakr al-Ajurri, Syaikh kami Abu Muhammad Abdurrahim al-Mishri, Syaikh kami Abul Hasan al-Maqdisi”.

Adapun para ulama yang berpendapat dengan pendapat ke dua, maka mereka itu para Imam yang disebutkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar (852 H) di dalam kitabnya at-Talkhishul Habir (2/7), mereka adalah: Abu Ja’far al-Uqaili (322 H), Abu Bakr Ibnul ‘Arabi (543 H), Ibnul Jawzi (597 H). Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata di dalam kitabnya at-Talkhishul Habir (2/7): “Dan (pendapat) yang haq (benar) adalah bahwa seluruh jalan-jalannya dha’if (lemah), walaupun hadits Ibnu ‘Abbas ini mendekati syarat hadits hasan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (728 H) berkata di dalam kitabnya Majmu’ al-Fatawa (11/579): “…Hadits shalat tasbih telah diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi.

Kendatipun demikian, tidak ada seorang pun dari para Imam yang empat berpendapat bolehnya (melakukan shalat tasbih) ini. Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa para ulama sangat berselisih pendapat dalam penentuan hukum hadits ini.

Maka barangsiapa di antara mereka menganggap hadits ini dapat dijadikan hujjah (baik shahih maupun hasan dengan segala jenisnya), maka ia menghukumi bahwa shalat tasbih hukumnya mustahab (sunnah) di lakukan, seperti yang tertera dalam hadits tersebut. Dan barangsiapa di antara mereka menganggap hadits ini tidak dapat dijadikan hujjah (dha’if dengan segala jenisnya), maka ia menghukumi bahwa shalat tasbih hukumnya bid’ah.

Beliau menjawab: “…Dan saya berpendapat untuk Anda wahai penanya, jika Anda memiliki keinginan dan semangat kuat untuk kebaikan dan melakukan ibadah, maka kami anjurkan Anda untuk melakukan shalat-shalat yang jelas-jelas disyariatkan dengan dalil-dalilnya yang sudah shahih, seperti shalat tahajjud di malam hari, witir, menjaga shalat-shalat sunnah rawatib, shalat dhuha, dan memperbanyak shalat-shalat sunnah lainnya; (itu semua) mengingat tidak tegaknya (tidak shahih) shalat tasbih tersebut dari Nabi `.

Tata Cara Pelaksanaan Shalat Tasbih

Para ulama mendasarkan kesunnahan shalat tasbih pada sebuah hadits riwayat Abu Rafi’ di mana Rasulullah memberitahukan kepada paman beliau Abbas tentang tata cara dan berbagai keutamaan melakukan shalat tasbih. Dalam berbagai kitab fiqih yang menuturkan perihal shalat tasbih para ulama menyebut hadits yang cukup panjang tersebut. Bila dilihat dari sisi keutamaannya para ulama memandang shalat tasbih memiliki keutamaan yang begitu besar sampai Imam As-Subki menyatakan bahwa tidaklah orang yang mendengar tentang keutamaan shalat tasbih namun ia meninggalkannya (tidak melakukannya) kecuali orang itu adalah orang yang merendahkan agama (lihat: Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Minhâjul Qawîm , Beirut: Darul Fikr, tt., hal. Adapun waktu pelaksanaan shalat tasbih dapat dilakukan kapan saja, baik siang hari ataupun malam hari, sepanjang tidak pada waktu yang dilarang untuk shalat.

Hanya saja Imam Nawawi memiliki pendapat yang menyatakan adanya perbedaan dalam teknis pelaksanaan shalat tasbih di siang dan malam hari. Dari penjelasan Ibnu Hajar di atas dapat disimpulkan tata cara pelaksanaan shalat tasbih sebagai berikut:. Setelah membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya, sebelum ruku’ terlebih dahulu membaca kalimat subhânallâh wal hamdu lillâh wa lâ ilâha illallâhu wallâhu akbar (selanjutnya kalimat ini disebut tasbih) sebanyak 15 kali. Setelah sujud yang kedua tidak langsung bangun untuk berdiri memulai rakaat yang kedua, namun terlebih dahulu duduk untuk membaca tasbih sebanyak 10 kali. Dengan demikian maka dalam satu rakaat telah terbaca tasbih sebanyak 75 kali. Untuk rakaat yang kedua tata cara pelaksanaan shalat dan jumlah bacaan tasbihnya sama dengan rakaat pertama, hanya saja pada rakaat kedua setelah membaca tasyahud sebelum salam terlebih dahulu membaca tasbih sebanyak 10 kali, baru kemudian membaca salam sebagaimana biasa sebagai penutup shalat.

Shalat Tasbih

Sholat Tasbih Muslim Or Id. Shalat Tasbih

Ada sepuluh kriteria, yang jika engkau mengerjakan hal tersebut, maka Allah akan memberikan ampunan kepadamu atas dosa-dosamu, yang pertama dan yang paling terakhir, yang sudah lama maupun yang baru, tidak sengaja maupun yang disengaja, kecil maupun besar, sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Dan jika engkau sudah selesai membaca di rakaat pertama sedang engkau masih dalam keadaan berdiri, hendaklah engkau mengucapkan : (سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ ) subhanallah, walhamdulillah, walailaha illallah, wallahu akbar (Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Ilah (yang haq) selain Allah, dan Allah Maha Besar) sebanyak lima belas kali. Dan engkau melakukan hal tersebut pada empat raka’at, jika engkau mampu mengerjakannya setiap hari satu kali, maka kerjakanlah. Dan jika engkau tidak bisa mengerjakannya setiap hari maka kerjakanlah setiap jum’at satu kali.

Dan jika tidak bisa juga, maka kerjakanlah satu kali selama hidupmu” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah. Kedua ; Sabda beliau di dalam hadits di atas : “Niscaya Allah akan memberikan ampunan kepadamu atas dosa-dosamu, yang pertama dan yang terakhir, lama dan baru, sengaja dan tidak disengaja, kecil maupun besar, sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan”, adalah sepuluh kriteria.

Ketiga : Di dalam kitab, At-Tanqiih Limma Jaa-a fii Shalaatit Tasbiih, dia mengatakan : “Ketahuilah, mudah-mudahan Allah merahmatimu, bahwa hadits-hadits yang menyuruh mengerjakan amal-amal yang mencakup pengampunan dosa seperti ini tidak semestinya bagi seorang hamba untuk bersandar kepadanya, lalu membebaskan dirinya untuk mendekati perbuatan dosa. Sedang Allah Azza wa Jalla telah berfirman. “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka.

Di dalam kitab Al-Jaami (XII/132) Al-Qurthubi menyebutkan dari Al-Hasan, bahwasanya dia mengatakan : “Kami pernah mengetahui beberapa orang yang takut kebaikan mereka akan ditolak, (merasa) lebih prihatin daripada kalian yang tidak takut diadzab atas perbuatan dosa kalian”. Dan ketahuilah bahwa dosa-dosa yang berkaitan dengan hak-hak manusia tidak tercakup ke dalam hadits di atas.

Kelima ; Lahiriyah hadits menyebutkan bahwa shalat tasbih itu dikerjakan dengan satu salam, baik malam hari maupun siang hari, sebagaimana yang dikemukakan oleh Al-Qari di dalam kitab Al-Mirqaat dan Al-Mubarakfuri di dalam kitab At-Tuhfah (I/349). Ketujuh : Jika melakukan kelupaan dalam shalat ini, lalu mengerjakan dua sujud sahwi, maka dia tidak perlu lagi mengucapkan tasbih sepuluh kali seperti sujud-sujud shalat lainnya.

[Disalin dari kitab Bughyatul Mutathawwi Fii Shalaatit Tathawwu, Edisi Indonesia Meneladani Shalat-Shalat Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Penulis Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i]. Hadits ini dinilai kuat oleh sekelompok ulama, yang diantaranya adalah Abu Bakar Al-Ajurri, Abul Hasan Al-Maqdisi, Al-Baihaqi, dan yang sebelum mereka adalah Ibnul Mubarak. Seluruh manfaat di atas selain yang pertama diambilkan dari risalah At-Tanqiih Limaa Jaa-a Fii Shalaatit Tasbiih (hal.100-107).

Hukum Sholat Sunnah Tasbih Menurut Pendapat Ulama

Sholat Tasbih Muslim Or Id. Hukum Sholat Sunnah Tasbih Menurut Pendapat Ulama

Hukum sholat tasbih adalah sunnah menurut pendapat jumhur ulama. Namun, ada juga yang berpendapat sholat tasbih tidak sunnah karena hadits yang mendasarinya dianggap tidak sahih bahkan maudhu'.

Related Posts

Leave a reply