Sholat Tarawih Berjamaah Pertama Kali Dilakukan Oleh Sahabat. Anjuran shalat tarawih juga tertuang dalam hadits lain dengan redaksi yang berbeda:. Tapi aku tidak datang ke masjid karena aku takut sekali bila shalat ini diwajibkan pada kalian.” Sayyidah ‘Aisyah berkata, ‘Hal itu terjadi pada bulan Ramadhan’.” (HR Bukhari dan Muslim). Hadist ini menerangkan bahwa Nabi Muhammad memang pernah melaksanakan shalat tarawih pada malam awal-awal bulan Ramadhan. Dan beliau tidak hadir melaksanakan shalat tarawih bersama-sama di masjid karena takut atau khawatir shalat tarawih akan diwajibkan kepada umatnya. Jumlah rakaat shalat tarawih adalah 20 rakaat tanpa witir, sebagaimana yang telah dikerjakan Sayyidina Umar bin Khattab dan mayoritas sahabat lainnya yang sudah disepakati oleh umatnya. Di kalangan mazhab Maliki masih ada ikhtilaf (perbedaan pendapat), antara 20 rakaat dan 36 rakaat, berdasar hadist riwayat Imam Malik bin Anas radliyallahu ‘anh bahwa Imam Darul Hijrah Madinah berpendapat shalat tarawih itu lebih dari 20 rakaat sampai 36 rakaat: “Saya dapati orang-orang melakukan ibadah malam di bulan Ramadhan, yakni shalat tarawih, dengan tiga puluh sembilan rakaat—yang tiga adalah shalat witir.”.
Saat itu belum ada shalat tarawih berjamaah dengan satu imam di masjid. Artinya: “Dari ‘Abdirrahman bin ‘Abdil Qari’, beliau berkata: ‘Saya keluar bersama Sayyidina Umar bin Khattab radliyallahu ‘anh ke masjid pada bulan Ramadhan.
Hal ini juga ditopang oleh hadits lainnya:. keluar dan melihat banyak orang yang melakukan shalat di bulan Ramadhan (tarawih) di sudut masjid. Dari sini sudah sangat jelas bahwa pertama kali orang yang mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan shalat tarawih secara berjamaah adalah Sayyidina Umar bin Khattab, salah satu sahabat terdekat Nabi. “Dari Yazid bin Ruman telah berkata, ‘Manusia senantiasa melaksanakan shalat pada masa Umar radliyallahu ‘anh di bulan Ramadhan sebanyak 23 rakaat (20 rakaat tarawih, disambung 3 rakaat witir),” (HR Malik).
Artinya: “Dari Sa’ib bin Yazid, ia berkata, ‘Para sahabat melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umar ra di bulan Ramadhan sebanyak 20 rakaat,” (HR. Apa yang diinisiasi Sayyidina Umar bin Khattab tak hanya disetujui tapi juga dipraktikkan para sahabat Nabi yang lain kala itu, termasuk Sayyidah Aisyah, istri Baginda Nabi. bersabda, “Ikutilah dua orang setelahku, yakni Abu Bakar dan Umar,” (HR Turmudzi).
Tarawih dalam bahasa Arab merupakan bentuk jama' dari kata “tarwiihah” yang diartikan sebagai “waktu sesaat untuk istirahat”. Salat Tarawih dilaksanakan selepas waktu Isya’ dan biasanya dilakukan secara bersama-sama atau jamaah di Masjid.
Salat Tarawih diketahui pertama kali dilaksanakan oleh Nabi Muhammad pada 23 Ramadan tahun kedua Hijriah. Hal tersebut tertuang dalam hadis berikut riwayat Bukhari Muslim berikut: “Dari ‘Aisyah Ummil Mu’minin ra: sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam pada suatu malam hari salat di masjid, lalu banyak orang salat mengikuti beliau, beliau salat dan pengikut bertambah ramai (banyak) pada hari ke-3 dan ke-4 orang-orang banyak berkumpul menunggu beliau Nabi, tetapi Nabi tidak keluar (tidak datang) ke masjid lagi.
Pada malam yang ketiga dan keempat Nabi tidak datang ke masjid, dengan alasan bahwa beliau takut salat tarawih itu akan diwajibkan bagi umat Muslim. Dari hadis tersebut dapat ditarik kesimpulan: Nabi melaksanakan Salat tarawih berjamaah di Masjid hanya dua malam.
Salat Tarawih hukumnya adalah sunnah, karena sangat digemari oleh rasulullah dan beliau mengajak orang-orang untuk mengerjakannya. Dalam pelaksanaannya, salat Tarawih dikenal dengan dua cara pengerjaan yang berbeda jika dilihat dari jumlah rakaatnya. “Dari Aisyah, istri Nabi Saw., (diriwayatkan bahwa) ia berkata, "Pernah Rasulullah melakukan salat pada waktu antara setelah selesai Isya yang dikenal orang dengan ‘Atamah hingga Subuh sebanyak sebelas rakaat di mana beliau salam pada tiap-tiap dua rakaat, dan beliau salat witir satu rakaat.” (Hadis Riwayat Muslim) Dalam "Dasar Salat Tarawih Empat Rakaat Satu Kali Salam" di situs web resmi Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, terdapat pula riwayat lain dari Abī Salamah Ibn ‘Abd ar-Raḥmān, bahwa ia bertanya kepada ‘Ā’isyah mengenai salat Rasulullah di bulan Ramadhan.
Sedangkan, "Yahya bin Said al-Qathan menyatakan, "Umar memerintahkan seseorang menjadi imam salat Tarawih dengan umat Islam sebanyak 20 rakaat.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah, al-Mushannaf, 2/163). Imam al-Tirmidzi sendiri pernah berkata, "Mayoritas ulama mengikuti riwayat Umar, Ali dan sahabat Rasulullah yang lainnya sebanyak 20 rakaat.
Karena dalam Madzhab Malikyi ini masih ada khilaf, seperti hadist yang diriwayatkan dari Imam Malik bin Anas ra, Imam darul Hijroh Madinah yang berpendapat bahwa shalat tararawih itu lebih dari 20 rakaat sampai 36 rakaat. Imam Malik sendiri memilih 8 rakaat namun secara mayoritas Malikiyyah sesuai dengan pendapat mayoritas Syafi’iyyah, Hanabilah dan Hanafiyyah yang telah sepakat bahwa shalat tarawih adalah 20 raka’at, hal ini merupakan pendapat yang lebih kuat dan sempurna ijma’nya. Lalu Umar berkata: ‘Aku punya pendapat andai kata mereka aku kumpulkan dalam jama’ah satu imam, niscaya itu lebih bagus.’ Lalu beliau mengumpulkan mereka dengan seorang imam, yakni Ubay bin Ka’ab. Dari sini sudah sangat jelas bahwa pertama kali orang yang mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan tarawih dengan cara berjama’ah adalah Umar, sedangkan jama’ah shalat tarawih pada waktu itu dilakukan dengan 20 rakaat.
Dari Yazid bin Ruman telah berkata: “Manusia senantiasa melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umar ra di bulan Ramadhan sebanyak 23 rakaat,” (HR. “Dari Saaib bin Yazid berkata: “Para sahabat melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umar ra di bulan Ramadhan sebanyak 20 rakaat,” (HR. “Dari Hudzaifah ra ia berkata, Rasulullah SAW telah bersabda; ‘Ikutilah dua orang setelahku, yakni Abu Bakar dan Umar,” (HR.
Sebagaimana diriwayatkan dalam Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim, di mana Rasulullah SAW pernah berkata:. Tapi aku tidak datang ke masjid karena sungguh aku khawatir kalau salat ini diwajibkan pada kalian di bulan Ramadan.". Hingga pada zaman khalifah Umar bin Khattab, pelaksanan salat tarawih berjamaah dihidupkan kembali dengan jumlah 20 rakaat, dilanjutkan dengan 3 rakaat salat witir.
Pada waktu itu, Ubay bin Ka'b didaulat oleh Umar bin Khattab menjadi imam salat tarawih, demikian keterangan dalam riwayat al-Bukhari. Akan tetapi, jumlah rakaat salat tarawih yang dianjurkan adalah tidak lebih dari 11 atau 13 rakaat, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits shahih. Kendati demikian, jumlah rakaat salat tarawih sebanyak 11 atau 13 rakaat yang dilakukan Nabi Muhammad SAW bukanlah pembatasan.
Hukum pelaksanaan Qiyam Ramadan (salat tarawih) adalah sunnah muakkad. Hal itulah yang menjadi keutamaan shalat tarawih di bulan Ramadan, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah di mana Nabi Muhammad SAW bersabda:. (Hadits Riwayat Bukhari no.37 dan Muslim no.759). Seluruh umat Muslim di dunia sangat dianjurkan menjalankan salat tarawih berjamaah.
Anjuran bagi umat Muslim untuk menunaikan salat tarawih berjamaah di masjid tentu ada manfaatnya yaitu bisa meningkatkan silaturahmi dan ukhuwah Islamiyah. Ukhuwah Islamiyah diartikan sebagai persaudaraan terhadap sesama orang Islam yang dijalani dengan rasa cinta dan didasari oleh akidah karena Allah.
Keluarga Multazam Utama yang sedang menjalankan puasa dibulan suci Ramadhan dengan penuh hikmah. Sholat Tarawih merupakan salah satu syi’ar agama Islam di bulan Ramadhan yang penuh keutamaan disisi Alloh SWT. Dan Nabi Muhammad SAW juga memberi motivasi kepada umat Islam agar mengerjakan Sholat Tarawih :. Maksud kata قَامَ رَمَضَانَ dalam hadits diatas adalah menunaikan ibadah untuk menghidupkan malam bulan Ramadhan dengan cara melaksanakan Sholat Tarawih, Dzikir, membaca Al-Qur’an, bersodaqah dan ibadah sunnah lainnya sebagaimana yang dianjurkan Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW telah memberikan contoh kepada umat Islam dalam pelaksanaan Sholat Tarawih secara berjama’ah. Namun setelah berjalan tiga malam, beliau membiarkan para sahabat melakukan Tarawih secara sendiri-sendiri, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits dari A’isyah RA.
Maka Rasululloh SAW tidak keluar pada mereka, lalu ketika pagi harinya beliau bersabda: ‘Sungguh Aku telah melihat apa yang telah kalian lakukan dan tidaklah ada yang mencegahku keluar kepada kalian kecuali sesungguhnya Aku khawatir akan diwajibkan pada kalian dan (peristiwa) itu terjadi di bulan Ramadhan. Begitulah Rasululloh SAW tidak memberi nama Sholat yang dilakukan pada malam bulan Ramadhan. Baru setelah masa Umar Bin Khattab Sholat Tarawih dilakukan secara berjamaah.
Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Abdurrahman ibn Abd al-Qari’. Saya keluar bersama Umar bin Khatthab RA ke Masjid pada bulan Ramadlan.
Lalu Umar berkata: “Saya punya pendapat andai kata mereka aku kumpulkan dalam jama’ah satu imam, niscaya itu lebih bagus”. Lalu beliau mengumpulkan kepada mereka dengan seorang imam, yakni sahabat Ubay ibn Ka’ab. Semoga Alloh SWT memberi anugerah kepada Keluarga Multazam Utama selalu Sholat Tarawih dengan sempurna.
Ahmad Zarkasih Lc, menerangkan, bahwa istilah tarawih tidak dikenal oleh Nabi Muhammad SAW dan juga oleh sahabatnya Abu Bakr r.a. "Karena memang dulu, Nabi Muhammad SAW menyebutnya bukan dengan istilah tarawih, tapi dengan nama Qiyam Ramadhan, yakni penghidupan atas malam Ramadhan. Munculnya nama tarawih, kata dia, sebagai istilah yang dipakai oleh banyak atau hampir seluruh ulama untuk menyebut shalat sunah malam Ramadhan ini bisa jadi ada beberapa kemungkinan. Umar r.a. memerintahkan Ubai untuk menjadi imam pada Qiyam Ramadhan, dan mereka tidur di seperempat pertama malam.
Beberapa orang tahunya bahwa shalat tarawih itu ada ketetapan jumlah rakaat yang teriwayat dari Nabi atau para sahabat. Padahal tidak seperti itu juga pelaksanaan tarawih dari sejak zaman Nabi Muhammad SAW sampai saat kita sekarang ini. Zarkasih menuturkan, dalam perjalanannya, justru shalat ini dilakukan dengan variasi jumlah rakaat yang beragam dan berbeda-beda.
Bahkan Nabi SAW kata Zarkasih, mengerjakan shalat tarawih atau Qiyam Ramadhan denga jumlah rakaat yang bervariasi.
Kalimat bilal itu, sebagaimana juga diucapkan setelah selesai salam ke-9 dan ke-10, begitu juga sebelum melakukan shalat witir, sesungguhnya bersinggungan dengan hadis riwayat Imam Bukhari dari ‘Abd Allah ibn ‘Amr ibn al-‘As ra. Setelah selesai salam yang ke-1 dari dua rakaat shalat tarawih yang dilakukan, maka bilal mengucapkan kalimat “fad}lan minalla>hi wa ni’mah, wamaghfiratan wa rah}mah”. Bahkan pada kitab al-mustadrak ‘ala> al-s}ah}i>h}ayn karya Imam al-Hakim pada ba>b tafsi>r surat al-h}ujura>t terdapat hadis riwayat Abu al-Darda’, bahwa kalimat di atas sebagai gambaran kecintaan Allah untuk menanamkan keimanan pada hati orang-orang mukmin dan kebencian Allah terhadap kekafiran, kefasikan dan kemaksiatan, semua itu hanyalah anugerah dan nikmat dari Allah semata.
Setelah selesai salam yang ke-2 dari dua rakaat shalat tarawih yang dilakukan, maka bilal mengucapkan kalimat “al-khali>fat al-awwal sayyiduna> Abu> Bakrin al-shiddi>q”. Setelah selesai salam yang ke-3 dari dua rakaat shalat tarawih yang dilakukan, maka bilal mengucapkan kalimat “fad}lan minalla>hi wa ni’mah, wamaghfiratan wa rah}mah”, Setelah selesai salam yang ke-4 dari dua rakaat shalat tarawih yang dilakukan, maka bilal mengucapkan kalimat “al-khali>fat al-tha>ni sayyiduna> ‘Umar ibn al-Khat}t}a>b”, Setelah selesai salam yang ke-5 dari dua rakaat shalat tarawih yang dilakukan, maka bilal mengucapkan kalimat “fad}lan minalla>hi wa ni’mah, wamaghfiratan wa rah}mah”, Setelah selesai salam yang ke-6 dari dua rakaat shalat tarawih yang dilakukan, maka bilal mengucapkan kalimat “al-khali>fat al-tha>lith sayyiduna> ‘Uthman ibn ‘Affa>n”, Setelah selesai salam yang ke-7 dari dua rakaat shalat tarawih yang dilakukan, maka bilal mengucapkan kalimat “fad}lan minalla>hi wa ni’mah, wamaghfiratan wa rah}mah”, Setelah selesai salam yang ke-8 dari dua rakaat shalat tarawih yang dilakukan, maka bilal mengucapkan kalimat “al-khali>fat al-ra>bi’ sayyiduna> ‘Aly ibn Abi T{a>lib”, Setelah selesai salam yang ke-9 dari dua rakaat shalat tarawih yang dilakukan, maka bilal mengucapkan kalimat “A
Setelah salam dari shalat witir, imam bersama jamaah mengucapkan kalimat : “subh}a>n al-malik al-quddu>s” sebanyak tiga kali, sebagaimana hadis riwayat Imam Abu Dawud dari Ubayy ibn Ka’ab, sebagaimana pada ba>b fi> al-du’a>’ ba’d al-witr, adalah Rasul Allah saw. “subbu>h} quddu>s rabbuna> wa rabbul mala>’ikati wa al-ru>h}” sebanyak tiga kali, “asyhadu an la> ila>ha illa> Alla>h astaghfiru Alla>h, nas’aluka rid}a>ka wa al-jannah wa na’u>dhu bika min sakhat}ika wa al-na>r” sebanyak tiga kali.
Dengan demikian, menurut penulis, macam bacaan dan dzikir dengan dipandu langsung oleh bilal setiap selesai dua rakaat dalam salat tarawih tidak termasuk perbuatan bid’ah, karena masih termasuk dalam perintah Rasul Allah saw. Karena sesungguhnya shalat tarawih adalah shalat yang menggunakan istirahat (ra>h}at), dan istirahat pada zaman sahabat di Masjid al-Haram adalah melakukan thawaf, bahkan karena di Masjid al-Nabawi Madinah tidak bisa melakukan thawaf, maka jumlah rakaat shalat tarawih ditambah menjadi 36 rakaat.