Sholat Qodho Bagi Yang Sudah Meninggal. Sementara itu menurut sebagian ulama lainnya seperti as-Subki dan Ibnu Burhan berpendapat, jika ada orang yang sudah wafat dan mempunyai utang sholat Fardlu, maka keluarga perlu membayarkan fidyah-nya jika almarhum meninggalkan harta benda (tirkah). Sehubungan dengan hal itu, sebagian ulama kita (Mazhab Syafi’i) memilih pendapat ini, bahkan Imam as-Subki mempraktikkannya sebagai pengganti shalat yang ditinggalkan salah seorang kerabatnya.”. Sehubungan dengan perbedaan pendapat di kalangan ulama fiqih, Komisi Fatwa MUI DKI Jakarta memilih pendapat ulama yang menyatakan bahwa sholat yang telah ditinggalkan sewaktu masih hidup dapat di-qadha atau diganti dengan membayar fidyah.
Beda halnya dengan orang yang lupa atau ketiduran, mereka dianjurkan untuk menyegerakan (), dan tidak diwajibkan sebagaimana halnya orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja.Kewajiban qadha ini mengukuhkan bahwa bagaimanapun dan dalam kondisi apapun shalat wajib tidak boleh ditinggalkan, kecuali bagi perempuan haidh.Lalu bagaimana dengan orang yang sudah meninggal? Apakah ahli waris atau keluarganya dianjurkan untuk mengqadha shalat orang yang sudah wafat? Dalam, Zainuddin Al-Malibari mengatakan:Artinya, “Orang yang sudah meninggal dan memiliki tanggungan shalat wajib tidak diwajibkan qadha dan tidak pula bayar fidyah. Dalam shahih al-Bukhari, bab orang yang meninggal dan masih memiliki kewajiban nadzar, Ibnu Umar memerintahkan kepada orang yang meninggal ibunya dan memiliki tanggungan shalat untuk mengerjakan shalat untuk ibunya.”Demikianlah pendapat ulama terkait kebolehan mengqadha shalat untuk orang yang sudah wafat. Bagi siapa yang tidak setuju dengan pendapat di atas, alangkah baiknya untuk tidak menyalahkan orang yang mengqadha’ shalat untuk keluarganya yang telah wafat.
"Menurut satu pendapat dari para mujtahid disebutkan sholatnya mayit boleh diqadha(ditunaikan ahli warisnya), berdasarkan hadits Bukhari dan lainnya. Menurut Kiai Ma’ruf, di hadits ini memang tidak menyebutkan sahabat yang diperintah qadha sholat bahkan tidak ada. Hadits yang memerintah meng-qadha dari ibadahnya mayit adalah puasa dan haji. Hadits lainnya adalah riwayat dalam Shahih Muslim:. “Pengarang kitab Al-Hawi (Syekh Al-Mawardi) meriwayatkan dari Atha' bin Abi Rabah dan Ishaq bih Rahwaih bahwa beliau berdua membolehkan qadha sholat dari mayit.” (Syarah Shahih Muslim, 1/90). Pada intinya qadha sholat untuk mayit tidak wajib.
Ada sebagian ulama yang membolehkan.
Dilansir oleh KabarLumajang.com dari unggahan video di kanal youtube Al-Bahjah TV dengan judul "Bolehkah Menggantikan Sholat dan Puasa untuk Orang yang Sudah Meninggal Dunia? Pertama, menurut mazhab Imam Syafi'i untuk kasus tersebut apabila ada orang yang sudah meninggal dunia meskipun meninggalkan hutang dan puasa maka tidak bisa diganti dengan qodho ataupun fidyah.
Dalam pelaksanaan sholat fardhu dikenal beberapa istilah di antaranya adalah ada', i'adah, dan qadha. Selain itu, anjuran untuk segera melaksanakan sholat sesegera mungkin ketika lupa tercantum dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda:.
Adapun tata cara mengqadha sholat dan niatnya adalah sebagai berikut:. Pelaksanaan sholat qadha harus sesuai dengan tata cara sholat dengan tertib sebagaimana mestinya, seperti meng-qadha sholat Isya di siang hari harus dilakukan dengan suara lantang.
Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam Perang Khandaq. Dikutip dari buku Klasifikasi Shalat Sunnah & Keutamaannya karya Muhammad Ajib, Lc., MA, selain sholat fardhu, sholat sunnah yang dianjurkan untuk diqadha (diganti) adalah sholat rawatib, sholat dhuha, dan sholat ied.
Satu sho’ ini sekitar 2,5 – 3,0 kilogram seperti yang biasa kamu setorkan untuk membayar zakat fitrah. Penjelasan ini dikhususkan bagi orang yang tidak puasa karena ada uzur (seperti sakit), lalu dirinya masih punya kemampuan dan memiliki waktu untuk meng-qodho’ ketika uzurnya terssebut hilang sebelum meninggal dunia.
Ketika seseorang semasa hidupnya pernah meninggalkan salat atau puasa wajib, apakah sebab kesibukan atau sebagainya, maka dianjurkan untuk mengqadhanya (menggantinya).Apabila sampai akhir hayatnya (wafat), salat atau puasa wajibnya itu belum selesai ia qadha semuanya, maka kerabatnya harus mengqadhanya atau berinisiatif membayar fidyah salat atau puasa wajib si mayit tersebut. Kerabatnya tidak mengqadhanya dan tidak membayar fidyahnya.2) Diqadha kerabatnya atau orang lain yang diizinkan kerabat atau yang diwasiatkan si mayit.3) Membayar satu mud dari kebiasaan makanan pokok di daerah itu kepada orang miskin untuk satu salat atau satu puasa wajib yang ditinggal.Imam Nawawi berkata: Pendapat yang benar lagi dipilih adalah sunah hukumnya bagi kerabat atau orang lain yang diizinkan kerabat atau yang diwasiatkan si mayit mengqadha salat atau puasa si mayit tersebut. Akan tetapi dalam suatu pendapat boleh jugabagi keluarga yang ditinggal membayar fidyah salat atau puasa wajib si mait tersebut, berdasarkan hadis:"Siapa yang telah meninggal dan ia masih punya tanggungan puasa qadha sebulan, maka hendaknyalah kerabatnya membayar fidyah kepada satu orang miskin untuk setiap satu hari dari puasa.".
(Dengan membayar fidyah satu mud kebiasaan makanan pokok di daerah itu kepada orang miskin untuk satu salat atau puasa wajib yang belum diqadha.Ada dua hal yang perlu diperhatikan:1) Si mayit meninggalkan harta warisan.2) Si mayit tidak meninggalkan harta warisan.Jika si mayit meninggalkan harta warisan, maka bagi kerabat si mayit wajib hukumnya mengqadha atau membayar fidyah salat atau puasa wajib tersebut.Sedangkan jika si mayit tidak meninggalkan harta warisan, maka bagi kerabat si mayit sunnah hukumnya mengqadha atau membayar fidyah salat atau puasa wajib tersebut.1) Satu mud adalah kurang lebih dalan ukuran sekarang tujuh ons.2) Jika salat atau puasa wajib banyak, maka boleh sistem pembayaran fidyah tersebut dengan cara putar, sebagai berikut:Si pembayar fidiyah memberikan beras kepada si penerima fidyah dengan berkata: aku berikan kepadamu kifarat ini sebagai penggugur salat atau puasa wajib pada semua umurnya (si mayit).Kemudian si penerima fidyah menerima dan menghibahkan beras itu kepada si pembayar fidyah dengan berkata: "Aku terima dan aku berikan ini kembali kepadamu. I'aanah ath-Thoolibiin Juz 1 Hal. 33. dan Juz 2 Hal.