Sholat Jamak Bermakmum Pada Imam Mukim. Syekh Mushtafa Bugha dalam Al - Fiqhul Manhaji ‘ala Madzhab Imamil Syafi’i menjelaskan bahwa:. Dengan kata lain, kalau dia mengerjakan shalat zuhur mesti empat raka’at, tidak boleh diqashar menjadi dua rakaat bila bermakmum kepada yang mukim. Sebaliknya, bila yang menjadi imam adalah musafir, maka dia boleh melakukan shalat qashar, meski jamaahnya orang mukim. Artinya, “Adapun sebaliknya, maka tidak masalah melakukan shalat qashar, ketika musafir menjadi imam bagi orang mukim, dibolehkan untuk mengqashar shalatnya.”.
Maka kita yang bukan musafir justru malah jadi makmum. Kita persilakan tamu kita yang musafir itu jadi imam, karena dia hanya shalat dua rakaat saja. Atau kalau pun mau tetap berjamaah dan dianggap tuan rumah lebih baik jadi imam, tamu kita yang musafir itu jangan mengqashar, tetapi tetap dengan empat rakaat," kata Ustaz Sarwat, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Senin (14/10).
Ustaz Sarwat mengatakan, bahwa jika musafir itu hendak ikut shalat berjamaah di suatu masjid, ia tidak boleh mengqashar shalat dan harus mengikuti jumlah rakaat imam. Sebagaimana hadits riwayat Ahmad, bahwa Ibnu Abbas ra ditanya: "Mengapa seorang musafir kalau sendiri boleh qashar, tetapi kalau bermakmum kepada imam yang mukim (bukan musafir) dia harus shalat empat rakaat?".
BincangSyariah.Com – Salah satu keringanan atau rukhsah dari agama bagi musafir adalah menjamak dan mengqashar shalat. Sementara rakaatnya masing-masing tetap empat rakaat untuk shalat Zuhur dan Ashar.
Terkait hukum musafir yang melakukan qashar shalat, Syekh Zainud Din al-Malibari berkata demikian:. Ketika sudah masuk rakaat kedua, kita baru bermakmum padanya dengan niat mengqashar shalat. فإن اقتدى به في جزء من صلاته – كأن أدركه آخر صلاته – لزمه الإتمام، لخبر الإمام أحمد عن ابن عباس – رضي الله عنهما – سئل ما بال المسافر يصلي ركعتين إذا انفرد، وأربعا إذا ائتم بمقيم؟ فقال: تلك السنة.
Hal ini sebagaimana hadis riwayat Imam Ahmad dari Ibnu ‘Abbas Ra.
Dalam Ensiklopedia Fikih disebutkan, “Menurut ulama Syafi’iyah dan Hambali, musafir boleh berjamaah di belakang imam mukim, ketika itu musafir mengerjakan shalat tersebut secara sempurna (tetap dikerjakan empat raka’at untuk shalat ruba’iyyah). Boleh pula sebaliknya, musafir menjadi imam untuk jama’ah mukim (dengan tetap mengqashar shalat).
Hadits ini menunjukkan bahwa musafir tetap kerjakan shalat empat raka’at ketika berada di belakang imam mukim. Dari ‘Imran bin Hushain, ia berkata, “Aku pernah mengikuti peperangan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian aku tinggal di Makkah selama 18 malam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah shalat kecuali dua raka’at. “Wahai penduduk Makkah, tetaplah kalian shalat empat raka’at karena kami adalah kaum musafir.” (HR. Shahih Fiqh As Sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim, terbitan Al Maktabah At Taufiqiyyah.