Shalat Witir Hukum Nya Apa. Adapun pendapat dari ulama madzhab Hanafi menyatakan, bahwa shalat Witir itu adalah wajib, bukan fardhu[2]. Ibnul Mundzir berkata, “Saya tidak mengetahui seorang ulama pun yang menyetujui pendapat Abu Hanifah mengenai hal ini.”.
Ada seorang badui bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apa saja yang Allah Subhanahu wa Ta’ala wajibkan kepadaku dalam sehari semalam?” Beliau menjawab, “Shalat lima waktu.” Orang itu bertanya lagi, “Apakah ada kewajiban lainnya untukku?” Beliau men-jawab, “Tidak, kecuali jika kamu mau melakukan shalat sunnah.” Orang badui itu berkata, “Demi Dzat Yang mengutus Anda dengan kebenaran, saya tidak akan menambah kelimanya dan tidak akan mengurangi kelimanya.” Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang tersebut beruntung jika dia benar.”[3]. Dari ‘Ubadah bin as-Shamit, dia berkata: “Saya pernah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:. Saya berkata, “Di dalam hadits ini, beliau tidak menyebutkan shalat Witir bersamaan dengan shalat-shalat fardhu.”.
Diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Shalat Witir tidaklah wajib, akan tetapi sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[5]. Ada sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan shalat Witir di atas untanya.”[6].
[Disalin dari kitab “Kaanuu Qaliilan minal Laili maa Yahja’uun” karya Muhammad bin Su’ud al-‘Uraifi diberi pengantar oleh Syaikh ‘Abdullah al-Jibrin, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Shalat Tahajjud, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]. [1] Lihat al-Mughni, oleh Ibnu Qudamah, (II/132), Haasyiyatur Raudhil Murbi’, (II/184) dan Fiqhus Sunnah, karya Sayyid Sabiq, (I/162). 1098) dan Muslim dalam kitab Shalaatul Musaafiriin, bab Jawaazi Shalaatin Naafilah ‘alad Daabbati fis Safar Haitsu Tawajjahat, (hadits no.
Setelah Shalat Isya’ kadang-kadang saya menjalankan shalat witir 3 rakaat karena khawatir tidak terbangun pada waktu malam sampai adzan shubuh, namun kadang-kadang saya terbangun sekitar jam 2 atau 2.30 malam. Pertanyaan yang hampir sama sebenarnya pernah dimuat jawabannya di Majalah Suara Muhammadiyah No. 12 tahun 2006, namun tidak ada salahnya kami jawab kembali di sini.
Artinya : “Diriwayatkan dari Jabir, dari Nabi saw beliau bersabda; “Siapa di antaramu khawatir tak akan dapat bangun pada akhir malam, maka hendaklah ia shalat witir lalu tidur. Seandainya seseorang tidur setelah shalat witir, kemudian ia bangun tengah malam lalu melaksanakan shalat malam atau tahajud, maka ia tidak perlu mengulang witirnya.
Artinya: “Diriwayatkan dari Talq Ibn ‘Ali ia berkata: Saya mendengar Nabi saw bersabda: Tidak ada dua witir dalam satu malam.” [HR. Dalam riwayat beliau ada tambahan bahwa Nabi melakukan shalat tersebut dengan duduk.].
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang telah melaksanakan shalat witir sebelum tidur, kemudian ia bangun di sepertiga malam, maka boleh melaksanakan shalat malam (tahajud) tanpa harus mengulang shalat witirnya. Namun, jika seseorang merasa yakin bisa bangun di sepertiga malam, maka hendaklah ia mengakhirkan shalat witirnya, karena hal itu lebih utama.
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid.
Oleh sebab itu, rangkaian shalat sunah seseorang dalam sehari semalam hendaknya ditutup dengan witir sebagai bukti pengesaan hamba kepada Tuhan. Dalam riwayat Muslim disebutkan: “Barang siapa mengerjakan salat pada malam hari maka hendaklah dia menjadikan salat terakhirnya sebagai Witir (sebelum Subuh) karena sesungguhnya Rasulullah SAW telah memerintahkan hal tersebut.” (Said bin ‘Ali bin Wahf al-Qahtjani, Ensiklopedia Shalat menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, 2006, hlm. Keutamaan di antara kedua waktu tadi disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Ibn Khuzaimah. Namun, jika merujuk ke hadis lain, bakal ditemukan Salat Witir sebelum tidur lebih diutamakan.
Hadis itu berbunyi: “Abu Dzar berkata, ‘Kekasihku (Rasulullah SAW) pernah berpesan kepadaku tentang tiga hal yang tidak akan aku tinggalkan untuk selamanya, Insyaallah, yaitu sholat fajar, sholat witir sebelum tidur, dan puasa tiga hari pada setiap bulan.”. Lebih tepatnya, apakah dia bisa memastikan diri untuk bangun dari tidur guna melaksanakan sholat Witir atau tidak. Hadis-hadis sahih yang lain juga menunjukkan perincian seperti ini.” ((Sallamah Muhammad Abu Al-Kamal, Mukjizat Shalat Malam-Meraih Spiritualitas Rasulullah, 2002, hlm.
Sementara itu, Ustaz Adi Hidayat menyatakan, ada dua waktu melaksanakan sholat witir dan dua-duanya benar. Ustaz Adi Hidayat mengatakan, sholat witir sesudah Isya dilakukan bila malamnya tidak mampu bangun. “Sholat tarawih artinya menunaikan salat dengan jeda untuk melahirkan ketenangan pada jiwa,” kata Ustaz Adi Hidayat.
Abu Ayyub Al-Anshaari Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Witir adalah hak atas setiap muslim. Dari Ubay Bin Ka’ab, ia berkata: “Sesungguhnya Nabi biasa membaca dalam salat witir: Sabbihis marobbikal a’la (di raka'at pertama -red), kemudian di raka'at kedua: Qul yaa ayyuhal kaafiruun, dan pada raka'at ketiga: Qul huwallaahu ahad, dan dia tidak salam kecuali di raka'at yang akhir.” (Hadits riwayat Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah). Penjelasan: Perkataan Ubay Bin Ka’ab, “dan dia tidak salam kecuali di raka'at yang akhir”, jelas ini menunjukkan bahwa tiga raka'at salat witir yang dikerjakan nabi itu dengan satu kali salam. Demikian juga dengan hadits Ali Radhiyallahu ‘anhu ketika ia berkata: “Witir tidaklah wajib sebagaimana salat fardhu.
Juga berdasarkan hadis Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi pernah mengutus Muadz ke Yaman. Waktu pelaksanaannya Allah berikan kepadamu dari sehabis Isya hingga terbit Fajar” [8].
Di antara dalil yang menujukkan keutamaan dan sekaligus di sunnahkannya salat witir adalah hadits Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu bahwa menceritakan: ”Rasulullah pernah berwitir, kemudian bersabda: “Wahai ahli Qur’an lakukanlah salat witir, sesungguhnya Allah itu witir (ganjil) dan menyukai sesuatu yang ganjil”. Salat witir dapat dilaksanakan satu, tiga, lima rakaat atau jumlah lain yang ganjil langsung dengan sekali salam. Sebagian ulama berpendapat bahwa batal witir yang telah dilakukannya pada awal malam dan di akhir malam ia menambahkan satu rakaat pada sholat witirnya, karena ada hadist yang mengatakan "tidak ada witir dua kali dalam semalam". Dari Qais bin Thalk berkata suatu hari aku kedatangan ayahnya Thalq bin Ali pada hari Ramadhan, lalu dia bersama kita hingga malam dan sholat (tarawih) bersama kita dan berwitir juga.
Menurut mayoritas ulama Hanafiyah, wajib hukumnya melakukan shalat witir, sehingga akan berdosa orang-orang yang tidak melakukannya. Sedangkan menurut mayoritas ulama mazhab Syafi’iyah, hokum shalat witir adalah sunnah, tidak sampai berhukum wajib. Adapun dalil yang dijadikan landasan oleh ulama mazhab Syafi’iyah adalah hadits Rasulullah ﷺ, yaitu:.
Sebab, dari berbagai jumlah yang biasa dilakukan umat Islam ketika melakukan shalat witir sangat bervariasi dan berbeda. Hanya saja, makruh hukumnya jika hal ini dilakukan secara terus-menerus tanpa disertai dengan adanya udzur. (Habib Zain Ibrahim bin Sumaith, Taqriratus Sadidah, [Darul Ilmi wad Dakwah, Tarim, 2003], halaman 281-282). Namun, jika dilakukan pada tanggal lima belas hari terakhir di bulan Ramadhan, para ulama sepakat perihal kesunnahan membaca doa qunut saat itu (Syekh asy-Syatiri, Syarah Yaqutun Nafis, [Bairut: Darul Minhaj, 2010], juz 1, h. 285).
Ibaratnya, shalat witir sebagai pelengkap dan penyempurna bagi ibadah wajib lainnya yang masih belum sempurna.