Shalat Tarawih Pada Zaman Rasulullah. Sejarah pelaksanaan shalat tarawih di rumah dapat ditemukan dalam kitab hadits seperti Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i, Malik dan Ahmad. Sikap diam diri di rumah menunjukkan rahmat, kasih sayang, dan perhatian Rasulullah SAW kepada umatnya sebagaimana Surat At-Taubah ayat 128.
Pada riwayat Abu Dawud, Siti Aisyah bercerita bahwa malam itu para sahabat shalat tarawih di masjid masing-masing. Ulama juga menarik simpulan atas kebolehan mengikut seseorang untuk berjamaah meski yang bersangkutan tidak meniatkan shalatnya di awal sebagai imam. Sejak periwtiwa itu Ramadhan berlalu dengan sepi tanpa ada aktivitas shalat tarawih berjamaah di masjid. Malam Ramadhan di era pemerintahan Sayyidina Abu Bakar RA masjid juga masih sepi dari shalat tarawih berjamaah. Para sahabat mematuhinya karena tindakan nabi merupakan hujjah syar'iyyah yang menjadi panduan praktik keberagamaan umat Islam. Artinya, “Tindakan/perbuatan Nabi Muhammad SAW secara umum merupakan hujjah syariyyah atas para hamba Allah karena ia adalah dalil syar’i yang menunjukkan hukum Allah SWT terkait perilaku para hamba-Nya yang mukallaf,” (Lihat Muhammad Sulaiman Al-Asyqar, Af’alur Rasul wa Dalalatuha alal Ahkamis Syar’iyyah, [Yordan, Darun Nafa’is: 2015 M/1436 H], juz I, halaman 185).
Hal ini dilakukan karena Rasulullah SAW telah wafat sehingga tidak ada lagi kekhawatiran turunnya wahyu yang mewajibkan shalat tarawih.
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Ikatan DAI Indonesia (Ikadi) Jawa Tengah, Wahid Ahmadi menyampaikan, Nabi Muhammad SAW melaksanakan salat Tarawih sebanyak 8 rakaat. "Dalam riwayat, Rasulullah pernah melaksanakan salat Tarawih di masjid hanya 3 kali selama bulan Ramadhan. "Rakaatnya, sesuai yang diriwayatkan oleh Aisyah R.A. Beliau (Rasulullah) tidak pernah lebih dan kurang melaksanakan salat lail (malam) itu 8 rakaat plus (ditambah) witir 3 rakaat, baik di Ramadhan maupun di luar Ramadhan," jelas Wahid Ahmadi.
Baca: Kepergok Rekam Kegiatan Salat Tarawih di Masjid, Rumah Warga Ini Dirusak hingga Dilempari Petasan. Baca: Tata Cara Salat Tarawih Sendiri di Rumah, Bacaan Niat, Jumlah Rekaat, hingga Doa-doa Khusus.
Namun, para sahabat Rasulullah dan ulama tak mempermasalahkan apabila salat tarawih dikerjakan lebih dari 8 rakaat.
Sejarah salat tarawih di rumah pada zaman Nabi Muhammad ini diceritakan oleh Siti Aisyah RA. Suara.com - Pemerintah melalui Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak masyarakat untuk menyesuaikan kegiatan ibadah di rumah masing-masing selama bulan Ramadan.
Sejarah shalat tarawih di rumah dapat ditemukan dalam kitab hadits seperti Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i, Malik dan Ahmad, menurut NU Online, situs resmi Nahdlatul Ulama. Sikap diam diri di rumah menunjukkan rahmat, kasih sayang, dan perhatian Rasulullah SAW kepada umatnya sebagaimana Surat At-Taubah ayat 128. Sebagian riwayat menyebutkan para sahabat yang tidak sabar sampai melempari pintu rumah Rasulullah SAW dengan kerikil kecil.
Hal itu membuat Rasulullah terpaksa keluar untuk mengabarkan kekhawatirannya akan turunnya wahyu yang mewajibkan shalat tarawih. Pada malam ketiga atau keempat, jamaah telah berkumpul, tetapi Rasulullah SAW tidak keluar rumah. Lalu pada malam Ramadan di era pemerintahan Sayyidina Abu Bakar RA masjid juga masih sepi dari shalat tarawih berjemaah. Hal ini dilakukan karena Rasulullah SAW telah wafat sehingga tidak ada lagi kekhawatiran turunnya wahyu yang mewajibkan shalat tarawih.
Munculnya istilah 'tarawih' ini kemudian dipakai oleh banyak ulama untuk menyebutkan salat sunnah pada malam Ramadan. Dari beberapa riwayat, dijelaskan bahwa ternyata Nabi Muhammad SAW pernah melakukan salat tarawih berjamaah di masjid Nabawi bersama para sahabat. Kemudian, salat tarawih berjamaah dihentikan, karena ada kekhawatiran akan diwajibkan bagi seluruh umat Muslim. Sebagaimana diriwayatkan dalam Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim, di mana Rasulullah SAW pernah berkata:. Keutamaan shalat tarawih juga dijelaskan oleh Abu Dzar dalam hadits riwayat Ahmad yang dishahihkan Imam at-Tarmidzi, di mana Rasulullah bersabda:. Anjuran bagi umat Muslim untuk menunaikan salat tarawih berjamaah di masjid tentu ada manfaatnya yaitu bisa meningkatkan silaturahmi dan ukhuwah Islamiyah.
Ukhuwah Islamiyah diartikan sebagai persaudaraan terhadap sesama orang Islam yang dijalani dengan rasa cinta dan didasari oleh akidah karena Allah.
RADARBANGSA.COM - Melaksanakan salat tarawih di rumah bukan lah hal yang baru bagi umat Islam. Kemudian pada malam ketiga, masjid menjadi sesak dengan jamaah yang menanti Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW mengabarkan, bahwa beliau mengetahui keinginan para sahabat untuk melaksankaan salat tarawih berjamaah bersamanya. Tapi Rasulullah SAW khawatir Allah SWT akan menururnkan wahyu yang berisi mewajibkan salat sunah malam di bulan Ramadan menjadi wajib.
Pada malam ketiga atau keempat, jamaah telah berkumpul, tetapi Rasulullah SAW tidak keluar rumah. Setelah peristiwa tersebut bulan Ramadan selalu sepi tanpa aktivitas salat tarawih berjamaah di masjid. Hingga ketika Rasulullah SAW wafat, malam Ramadan di era pemerintahan Sayyidina Abu Bakar RA masjid juga masih sepi dari salat tarawih berjamaah. Artinya, “Tindakan/perbuatan Nabi Muhammad SAW secara umum merupakan hujjah syariyyah atas para hamba Allah karena ia adalah dalil syar’i yang menunjukkan hukum Allah SWT terkait perilaku para hamba-Nya yang mukallaf,” (Lihat Muhammad Sulaiman Al-Asyqar, Af’alur Rasul wa Dalalatuha alal Ahkamis Syar’iyyah, [Yordan, Darun Nafa’is: 2015 M/1436 H], juz I, halaman 185). Masyarakat dikumpulkan untuk menghidupi malam Ramadan dengan salat tarawih berjamaah di masjid. Hal tersebut dilakukan karena Rasulullah SAW telah wafat sehingga tidak ada lagi kekhawatiran di turunkannya wahyu yang mewajibkan salat terawih.
Pertanyaan di atas dapat dijawab melalui penjelasan dalam buku Umar bin Khattab RA karya Abdul Syukur al-Azizi, Buku tersebut menjelaskan bahwa Umar bin Khattab RA disebut-sebut sebagai orang pertama dalam Islam yang mengumpulkan orang-orang untuk melaksanakan salat tarawih berjamaah. "Ia mengirim surat kepada para gubernur wilayah agar melaksanakan salat tarawih secara berjamaah," tulis Abdul Syukur al-Azizi.
Dikatakan bahwa, pada suatu malam bulan Ramadhan, Umar melihat orang-orang sedang melaksanakan salat tarawih secara sendiri-sendiri di masjid. Hingga muncullah ide Umar bin Khattab RA untuk mengumpulkan para jamaah salat tarawih pada satu waktu dan tempat. Istilah tarawih ternyata tidak dikenal oleh Nabi Muhammad SAW, setidaknya hingga masa Abu Bakar Ash-Shiddiq RA pula. Hal ini dapat dibuktikan dari keterangan salah satu hadits tentang syariat salat tarawih yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW.
Artinya: "Barangsiapa ber-qiyam Ramadhan (salat tarawih) semata-mata karena keimanan dan keikhlasan kepada Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya sebelum itu," (HR Bukhari). Mengutip Ternyata Shalat & Puasa Sunah Dapat Mempercepat Kesuksesan karya Ceceng Salamudin, MAg, asal kata tarawih adalah rahah yang berarti santai, istirahat, tidak tergesa-gesa.