Shalat Jamak Qashar Nu Online. Seseorang yang melakukan bepergian jauh diberi keringanan (rukhsah) dalam tatacara pelaksanaan shalat. Konsensus (ijma') ulama tidak memperbolehkan qashar untuk shalat maghrib dan subuh.
Jawaz (boleh).Seseorang boleh melakukan qashar bila perjalanan sudah mencapai 84 mil/16 Farsakh atau 2 Marhalah/80,640 km (8 kilometer lebih 640 m), tetapi belum mencapai 3 Marhalah/120, 960 km (120 kilometer lebih 960 meter). Qashar boleh dilakukan oleh mereka yang selalu bepergian di darat maupun laut, baik mempunyai tempat tinggal ataupun tidak.
Jarak 94,5 km menurut Ahmad Husain Al-Mishry.Kemudian, seorang musafir diperkenankan melaksanakan qashar setelah melewati batas desa (pada desa yang ada batasnya) atau melewati bangunan atau perumahan penduduk. Begitu pula batas akhir dia boleh menggunakan hak qashar adalah ketika dia pulang dan sampai pada batas-batas di atas atau sampai pada tempat tujuan yang telah ia niati untuk dijadikan tempat mukim.3.
Sedangkan niatnya sebagai berikut.Artinya, “Saya niat shalat fardhu zhuhur dengan qashar karena Allah ta’ala.”Atau bisa dengan niat sebagai berikut.Artinya, “Saya niat shalat dhuhur dua rakaat karena Allah ta’ala.”Niat di atas diharuskan terjaga selama shalat berlangsung, dan seandainya terjadi keraguan pada seseorang ketika shalat (semisal ragu-ragu qashar ataukah menyempurnakan, sudah melakukan niat qashar ataukah belum dan sebagainya), maka baginya diwajibkan untuk menyempurnakan shalat (itmam), namun tidak harus membatalkan shalatnya akan tetapi langsung diteruskan tanpa meng-qashar.5. Dilaksanakan ketika masih yakin dirinya () masih dalam keadaan bepergian sehingga ketika di tengah-tengah shalat muncul keraguan atau bahkan yakin dirinya telah sampai di daerah muqimnya (desanya) kembali, maka ia berkeharusan menyempurnakan shalatnya.8.
Catatan: Naskah ini terbit pertama kali di NU Online pada Selasa, 12 Desember 2017 pukul 13:03 Redaksi mengunggahnya ulang tanpa mengubah isi tulisan.
Banyak rukhshah atau dispensasi yang diberikan Allah SWT kepada kaum muslimin dalam pelaksanaan shalat maktubah. Hal tersebut di antaranya adalah menjamak atau menjadikan satu pelaksanaan shalat, maupun meringkas, qashar. Bahkan bisa dengan dua cara sekaligus, jamak dan qashar shalat. Artinya: Saya niat shalat fardlu Dhuhur empat rakaat dijamak bersama Ashar dengan jamak taqdim karena Allah Taala.
Artinya: Saya niat shalat fardlu Maghrib tiga rakaat dijamak bersama Isya dengan jamak taqdim karena Allah Taala. Ketiga, Muwalat (berurutan) maksudnya antara dua shalat pisahnya tidak lama menurut uruf. Lafal niat shalat Dhuhur dan Ashar dengan jamak ta’khir:. Artinya: Saya niat shalat fardlu Dhuhur empat rakaat dijamak bersama Ashar dengan jamak ta’khir karena Allah Taala. Lafal niatnya shalat Maghrib dan Isya dengan jamak ta’khir:. Artinya: Saya niat shalat fardlu Maghrib tiga rakaat dijamak bersama Isya dengan jamak ta’khir karena Allah Taala.
Tapi yang sunnah niat bersamaan dengan takbiratul ihram. Niatnya shalat Dhuhur dan Ashar dengan jama’ taqdim:.
“Saya niat shalat fardlu Dhuhur empat rakaat dijama’ bersama Ashar dengan jama’ taqdim karena Allah Ta’ala”. “Saya niat shalat fardlu Maghrib tiga rakaat dijama’ bersama Isya’ dengan jama’ taqdim karena Allah Ta’ala”.
Boleh saja bagi musafir menjamak (mengumpulkan) antara shalat Dhuhur dan Ashar dalam waktu mana saja yang ia suka (diantara keduanya). Lafal niat shalat Dhuhur dan Ashar dengan jama’ ta’khir :. Lafal niatnya shalat Maghrib dan Isya’ dengan jama’ ta’khir:.
Catatan: Naskah ini terbit pertama kali di NU Online pada Senin, 24 Februari 2014 pukul 16:00.
Bahkan ketika berhubungan dengan perkara wajib pun Islam selalu memberikan dispensasi, sekiranya kewajiban itu terlalu membebani umatnya. Demikian pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW sebagaimana diterangkan dalam hadits Muslim yang diriwayatkan oleh Ya’la bin Umayah:.
Dari keterangan di atas dapat dijelaskan bahwa syarat mengqashar shalat pada dasarnya adalah ketika dalam berpergian. Apabila di rasa empat rakaat terlalu lama dan menghawatirkan keamanan maka diperbolehkan mengqashar shalat. Dari dua syarat tersebut (musafir dan ukuran jarak tempuh), maka barang siapa dalam perjalanan seseorang tidak sempat shalat.
Akan tetapi jikalau orang tersebut melakukan perjalanan dengan menggunakan pesawat sehingga dapat menghemat waktu, maka baginya ada dua pilihan.
Keringanan ini berlaku kepada setiap orang yang mengalami sebab-sebab tertentu (illat) sehingga dapat melaksanakan shalat dengan cara jamak atau qashar. Namun pertanyaannya, apakah setiap shalat yang dapat dijamak secara langsung boleh juga untuk diqashar? Dalam menjawab pertanyaan tersebut dapat kita telisik berdasarkan sebab-sebab yang memperbolehkan melaksanakan shalat dengan cara jamak dan qashar apakah sama atau berbeda. Artinya, “Adapun jarak perjalanan yang jauh (dalam shalat qashar) merupakan suatu keharusan,” (Lihat An-Nawawi, Raudhatut Thalibin , juz I, halaman 471).
وبينت السنة أن المراد بالسفر : الطويل وهو أربعة برد وهي مرحلتان تقدر ب. Artinya, “Dalam hadits dijelaskan bahwa maksud bepergian (dalam ayat tersebut) adalah bepergian jarak jauh, yaitu perjalanan dengan jarak tempuh empat barad yaitu dua marhalah yang dikira-kirakan sekitar 89 km,” (Lihat Syekh Wahbab Az-Zuhaili, Tafsirul Munir , juz V, halaman 235). Menurut sebagian ulama syafi’iyyah, menjamak shalat tidak hanya berlaku dalam perjalanan jauh, tapi juga boleh dilakukan dalam perjalanan jarak dekat ( safar qashir ), pendapat ini dapat dijadikan pijakan dan boleh untuk diamalkan. Sedangkan dalam mengqashar shalat, memang terdapat ulama yang memperbolehkan qashar ketika perjalanan dekat, namun pendapat tersebut dianggap syadz dan tidak dapat diamalkan. Namun para ulama membatasi bolehnya menjamak shalat ketika hujan dengan berbagai ketentuan-ketentuan tertentu (untuk lebih jelasnya simak penjelasan pada link berikut ini:).
Masalahnya, bagaimana kalau perjalanan yang ditempuh tidak terlampau jauh atau jarak pendek? Sebagian ulama fiqih menetapkan kebolehan jamak dan qashar shalat untuk perjalanan minimal dua marhalah/16 farsakh (48 mil)/4 barid/perjalanan 2 hari. Para kiai mencoba menjawab usulan pertanyaan perihal kebolehan jamak dan qashar shalat bagi orang yang berpergian kurang dari dua marhalah.
Artinya: Sejumlah imam berpendapat tentang kebolehan menjamak shalat di rumah karena hajat bagi orang yang tidak menjadikannya sebagai kebiasaan. Dari keterangan ini, kita dapat menarik simpulan bahwa jamak dan qashar shalat ada dua hal berbeda.
Jamak shalat pada perjalanan di bawah dua marhalah diperbolehkan sejauh ada hajat yang dibenarkan oleh syara’. Sangat disarankan jamak shalat pada perjalanan kurang dari dua marhalah ini tidak dibiasakan karena kebolehannya hanya bersifat pengecualian.
Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) mengeluarkan hasil kajian yang memberikan pilihan bagi tenaga muslim kesehatan yang menangani pasien Covid-19 untuk menjamak shalat atau melakukan shalat sesuai pada waktunya. Baju APD tidak boleh masuk di ruang istirahat,” kata KH Asnawi Ridwan dari LBM PBNU. Pelaksanaan jamak shalat karena suatu hajat dibolehkan oleh ulama selama tidak dilakukan secara rutin dan terus-menerus.
LBM PBNU juga mengutip pandangan Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari ketika mensyarahi hadits tersebut. “Dengan berpegang pada bunyi teks hadits ini, sejumlah ulama besar (a`immah) memperbolehkan menjamak shalat pada saat berdiam di rumah (tidak bepergian-pent) karena adanya hajat secara mutlak.
Akan tetapi dengan syarat hal itu tidak dijadikan kebiasaan... (Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, 1379 H: II/24). Kajian ini berangkan dari pertanyaan perihal tata cara shalat tenaga kesehatan yang dalam kondisi sibuk mengurus pasien Covid-19 dan menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap yang kesulitan berwudhu dan tayamum untuk menjalankan shalat pada waktunya.
Pada dasarnya, tenaga medis dan dokter yang mengurus pasien Covid-19 itu tetap berkewajiban melaksanakan shalat fardhu lima waktu. Pasalnya, kewajiban shalat tidak dapat digugurkan oleh ruang, waktu, dan keadaan sebagaimana Surat An-Nisa’ ayat 103. Dalam kondisi tersebut, para petugas medis pasien Covid-19 dapat melaksanakan kewajiban shalatnya dengan menjamak shalat lil hajah atau karena hajat.
Sehingga melaksanakan qashar titik tumpuannya adalah berpergian jauh (safar thawil) meskipun tidak ada kekhawatiran atas serangan oleh pihak tertentu. Sebab dengan terputusnya suatu perjalanan, maka seseorang yang bepergian sudah tidak lagi diperbolehkan untuk menjamak dan mengqashar shalat. Jika keperluannya tidak akan selesai dalam jangka waktu empat hari, maka perjalanannya dianggap terputus dengan sampainya dia di tempat tersebut.
Segala perincian di atas tentang putusnya perjalanan (inqitha’ as-safar) yang menyebabkan seorang musafir tidak dapat mengqashar dan menjamak shalat, berdasarkan referensi dalam kitab Hasyiyah I’anah at-Thalibin:. وأما إذا رجع إلى غير وطنه، ولم يكن له حاجة، ونوى قبل الوصول إليه إقامة مطلقا أو أربعة أيام صحاح، وكان وقت النية ماكثا مستقلا، انتهى سفره بمجرد وصول السور أيضا.