Shalat Jamak Hanya Berlaku Pada. Ketentuan salat secara jamak hanya berlaku dalam .... a. bagi orang yang tertentu.
Kemudian dia berpikir akan bangun kesiangan. itu, ia salat Subuh dijamak ke salat Isya, hukum salatnya adalah ... Perhatikan ayat di bawah ini!
وإذا ضربه في الأرض فليس عليگر جناح أن تقضوا من اللوة. إن خفتم أن يفتنكم الذين كفروا ...
Firman Allah Swt di dalam surah an-Nisa' ayat 101 menjelaskan tentang diperbolehkannya.... b. mengumpulkan dua salat fardu. d. mengerjakan salat pada lain waktu.
Sebagian besar imam mazhab menyepakati bahwa salat jamak hanya boleh dilakukan ketika sedang bepergian dengan jarak perjalanan sedikitnya sejauh 81 kilometer. Kondisi terakhir yang dipersyaratkan untuk melakukan salat jamak adalah adanya perasaan takut atau khawatir terhadap sesuatu. Jadi, selagi musholli masih dalam salat yang pertama (asal sebelum salam), waktu niat jamak masih ada, namun yang lebih baik, niat jamak dilakukan bersamaan dengan takbiratul ihram. Bagi mereka, pelaksanaan men-jama' salat seharusnya tidak diperbolehkan dalam keadaan gelap, berangin, takut atau sakit.
Pendapat Mazhab Maliki Maliki menganggap alasan untuk melaksanakan men-jama' salat sebagai berikut: sakit, hujan, berlumpur, keadaan gelap pada akhir bulan purnama dan pada Hari Arafah serta Malam Muzdalifah untuk yang sedang melaksanakan haji dalam kondisi tertentu. Mazhab Syi'ah seperti Dua Belas Imam berpendapat bahwa setiap orang walaupun tidak dalam perjalanan jauh, berdiam di rumahnya, tidak berada dalam keadaan sakit, dapat menjama' salat, baik jama' taqdim maupun jama' ta'khir.
Arti Jamak Menurut Bahasa Adalah... Bagi Orang Yang Bepergian Jauh, Mengqashar Shalat Hukumnya...
Berikut Ini Yang Bukan Merupakan Syarat Sah Shalat Qashar Adalah... a. Perjalanan Yang Dilakukan Bukan Untuk Maksiat (Terlarang).
c. Shalat Yang Boleh Diqashar Adalah Shalat Yang Jumlah Rakaatnya Empat. d. Tidak Berniat Shalat Qasar Pada Waktu Takbiratullihram. 6.Keringanan Dalam Melaksanakan Shalat Berlaku Bagi...
d. Orang Yang Sedang Dalam Kesulitan.
REPUBLIKA.CO.ID, Di antara keringanan yang diberikan Allah SWT kepada kaum Muslimin adalah dalam melaksanakan kewajiban shalat lima waktu, dibolehkan bagi umat Islam yang sedang melakukan perjalanan (menurut jumhur ulama, perjalanan lebih kurang 83 km) untuk mengqashar shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Bahkan, menurut pendapat ulama yang kuat, mengqashar shalat ketika dalam perjalanan ini hukumnya adalah sunah muakkadah karena Nabi SAW tidak pernah meninggalkannya.
Dari Ibnu Umar RA, ia berkata, “Saya sering menemani Rasulullah SAW dan ketika dalam perjalanan beliau tidak pernah menambah shalat fardhunya dari dua rakaat.” (HR Bukhari dan Muslim). Banyak sekali hadis Nabi SAW yang menjelaskan tentang kebo leh an untuk menjama shalat ketika se dang dalam perjalanan ini, di antara nya: Dari Salim, dari ayahnya (Abdullah bin Umar), ia berkata, “Adalah Nabi SAW menjama shalat Maghrib dan Isya ketika beliau di tengah perjalanan.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata, “Rasulullah SAW biasa menjama antara Zuhur dan Ashar jika sedang dalam perjalanan. Begitu juga, jika seseorang me netap di suatu tempat untuk melaku kan atau mengurus keperluannya, tetapi dia tidak meniatkan dan tidak tahu berapa lama ia akan tinggal di tempat tersebut, maka jumhur ulama dari ka langan Mazhab Hanafi, Maliki, Hambali, dan sebagian ulama Mazhab Syafi’i berpendapat ia masih dianggap dalam perjalanan. Adapun jika seseorang berniat untuk menetap beberapa waktu di suatu tempat, seperti untuk wisata, tugas kerja, dan belajar, maka jumhur ulama berpendapat bahwa berakhirlah hukum safarnya dan ia harus melakukan ibadah-ibadahnya sebagaimana ibadah orang yang menetap.
Mazhab Hambali berpendapat, jika ia berniat menetap lebih daripada 20 kali shalat fardu (lebih dari empat hari), maka ia mesti menyempurnakan shalatnya dan melaksanakannya pada waktu yang telah ditentukan. Sedangkan, menurut Mazhab Hanafi, jika seseorang berniat menetap selama 15 hari di suatu tempat, maka habislah masa safarnya dan ia harus melaksanakan kewajiban shalatnya sebagaimana orang yang menetap.
Apakah jika lebih dari empat hari, misalnya sebulan dalam perjalanan, maka shalatnya tanpa dijamak ataupun diqashar? Bahkan, menurut pendapat ulama yang kuat, mengqashar shalat ketika dalam perjalanan ini hukumnya adalah sunah muakkadah karena Nabi saw tidak pernah meninggalkannya.
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, “Rasulullah saw biasa menjamak shalat Zuhur dan Ashar jika sedang dalam perjalanan. Begitu juga, jika seseorang menetap di suatu tempat untuk melakukan atau mengurus keperluannya, tetapi dia tidak meniatkan dan tidak tahu berapa lama ia akan tinggal di tempat tersebut, jumhur ulama dari kalangan mazhab Hanafi, Maliki, Hambali, dan sebagian ulama mazhab Syafi’i berpendapat masih dianggap dalam perjalanan.
Yang berniat menetap empat hari atau lebih di suatu tempat, hilanglah keringanan seorang musafir baginya.
Di dalam Al-Qur'an disebutkan kata jam'u ketika mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an yang turun tidak beraturan. Ada beberapa pendapat yang menyebutkan sakit sebagai salah satu penyebab kita boleh melakukan jamak sholat. "Nabi mengalami beberapa kali sakit, namun tidak ada riwayat yang sharih bahwa beliau menjamak sholatnya.". Sehingga tidak ada satupun dalil yang dengan tegas menyebutkan bahwa Rasulullah menjamak sholat karena sakit.
Artinya: "Saya niat sholat fardhu Dzuhur empat rakaat dijamak bersama Ashar dengan jamak taqdim karena Allah Ta'ala.".
Life Enjoy. " Life is not a problem to be solved but a reality to be experienced! ".
× Translate Page. Disclaimer: You are using Google Translate.
The UAE mGovernment is not responsible for the accuracy of information in the translated language. Powered by Google. Disclaimer: Anda menggunakan Google Translate.
Kementerian Kominfo tidak bertanggung jawab atas keakuratan informasi dalam bahasa diterjemahkan.