Shalat Idul Fitri Muslim.or.id. Dalam ayat ini Allah Ta’ala memerintahkan untuk shalat Idul Adha dan menyembelih qurban dengan fi’il amr (kata perintah). “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’adz ke Yaman, Rasulullah bersabda padanya, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi sebuah kaum Ahlul Kitab. Dan Anas bin Malik memerintahkan pembantunya (shalat dua raka’at), yaitu Ibnu Abi Utbah untuk menjadi imam, ketika berada di Zawiyah.
واختلف العلماء في العدد المشترط لهما، وأصح الأقوال أن أقل عدد تقام به الجمعة والعيد ثلاثة فأكثر، أما اشتراط الأربعين فليس له دليل صحيح يعتمد عليه. Dalilnya adalah perbuatan Anas bin Malik radhiallahu’anhu, juga riwayat dari Ikrimah dan Atha’ yang sudah kami sebutkan di atas. “Disunnahkan setelah shalat Id ada khutbah bagi jama’ah dalam rangka mencontoh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan para Khulafa Ar Rasyidin.
Syaikh Abdurrahman bin Nashri Al Barrak ketika ditanya mengenai cara melaksanakan shalat Id di rumah karena adanya wabah, beliau menjelaskan:.
… Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberi keringanan bagi wanita untuk meninggalkan shalat ‘ied, lantas bagaimana lagi dengan kaum pria?”[4]. Ibnu ‘Umar yang sangat dikenal mencontoh ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah keluar menuju lapangan kecuali hingga matahari meninggi.”[7].
Sedangkan shalat ‘Idul Fitri agak diundur bertujuan agar kaum muslimin masih punya kesempatan untuk menunaikan zakat fithri. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fithri dan beliau makan terlebih dahulu. Ibnul Qayyim mengatakan, “Ibnu ‘Umar yang dikenal sangat meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengangkat tangannya dalam setiap takbir.”[27].
Ibnul Qayyim mengatakan, “Dan tidak diketahui dalam satu hadits pun yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammembuka khutbah ‘iednya dengan bacaan takbir. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Adapun tentang ucapan selamat (tah-niah) ketika hari ‘ied seperti sebagian orang mengatakan pada yang lainnya ketika berjumpa setelah shalat ‘ied, “Taqobbalallahu minna wa minkum wa ahaalallahu ‘alaika” dan semacamnya, maka seperti ini telah diriwayatkan oleh beberapa sahabat Nabi. Imam Ahmad melakukan semacam ini karena menjawab ucapan selamat adalah wajib, sedangkan memulai mengucapkannya bukanlah sesuatu yang dianjurkan.
Adapun dari sisi syar’i, terdapat hadits yang menerangkan bahwa Iedul Fitri adalah hari dimana kaum muslimin kembali berbuka puasa. Alasannya adalah hadits Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Anas rodhiyallohu ‘anhu bahwa beliau berkata, “Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam datang ke Madinah dan (pada saat itu) penduduk Madinah memiliki dua hari raya yang dipergunakan untuk bermain (dengan permainan) di masa jahiliyyah.
Ada beberapa hal yang dituntunkan Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam terkait dengan pelaksanaan hari raya, di antaranya:. Dari Nafi’, bahwasanya Ibnu Umar mandi pada saat ‘Iedul fitri sebelum pergi ke tanah lapang untuk sholat (HR. Padahal perbuatan ini adalah haram berdasarkan sabda Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam, “Sungguh, seandainya kepala kalian ditusuk dengan jarum dari besi, lebih baik daripada dia menyentuh wanita yang tidak halal dia sentuh.” (lihat Silsilah Al Ahadits As Shohihah 226) (Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan). Tidak terdapat satu dalil pun yang menunjukkan perintah Alloh ataupun tuntunan Nabi untuk ziarah ke kubur pada saat ‘Iedul Fitri.
Ada lagi di antara kaum muslimin yang menjadikan malam ‘Ied untuk begadang dengan bermain catur, kartu atau sekedar ngobrol tanpa tujuan.
Dari Jubair bin Nufair, ia berkata bahwa jika para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjumpa dengan hari ‘ied (Idul Fithri atau Idul Adha, pen), satu sama lain saling mengucapkan, “Taqobbalallahu minna wa minka (Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian).” Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Salah seorang ulama, Harb mengatakan, “Imam Ahmad pernah ditanya mengenai apa yang mesti diucapkan di hari raya ‘ied (‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha), apakah dengan ucapan, ‘Taqobbalallahu minna wa minkum’?” Imam Ahmad menjawab, “Tidak mengapa mengucapkan seperti itu.” Kisah tadi diriwayatkan oleh penduduk Syam dari Abu Umamah. Di antara hadits tersebut adalah dari Muhammad bin Ziyad, ia berkata, “Aku pernah bersama Abu Umamah Al Bahili dan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya. Namun jika ada yang mengucapkan selamat padaku, aku pun akan membalasnya.” Demikian berbagai nukilan riwayat sebagaimana kami kutip dari Al Mughni[2].
Imam Ahmad melakukan semacam ini karena menjawab ucapan selamat adalah wajib, sedangkan memulai mengucapkannya bukanlah sesuatu yang dianjurkan.
‘Idul Fitri dirayakan bertepatan dengan usainya kaum muslim melaksanakan puasa di bulan Ramadhan. Rasulullah Shallaallāhu‘alaihi wa sallam terus melestarikannya, begitu juga dengan para sahabat setelah wafatnya beliau. Dan diperbolehkan shalat di masjid jami’ dikarenakan udzur, seperti hujan, angin besar atau yang semisalnya. Pada rakaat kedua bertakbir lima kali sebelum membaca surat al-Fatihah, selain takbir berdiri bangkit dari duduk setelah sujud.
Hendaklah seorang imam itu mempertimbangkan, terkadang memilih ini dan terkadang memilih itu dalam rangka mengamalkan sunnah dengan tetap memperhatikan kondisi jama’ahnya dan hendaklah mengambil manakah yang lebih sesuai dengan kondisi jama’ahnya. Kebiasaan Nabi adalah tidak keluar ke shalat idul fitri sampai makan berbuka dengan beberapa butir kurma, beliau memakannya dalam jumlah ganjil (ini berdasarkan riwayat Bukhari). Beliau tidak makan pada hari raya kurban hingga melaksanakan shalat (ini berdasarkan riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah). Berdasarkan hadits Jabir, “Ketika hari raya ied, nabi melalui jalan yang berbeda”(Bukhari). Hikmah dari hal tersebut adalah agar dua jalan itu bersama-sama menjadi saksi atas ketaatan yang kita lakukan dengan beribadah kepada Allah. Selain itu agar menampakkan syi’ar Islam di kedua jalan tersebut, dan hikmah-hikmah lainnya.
Jangan merasa kesepian saat berada di jalan ini, karena sahabat dan teman kalian yang telah menempuh jalan ini adalah manusia-manusia...
Imam Malik dalam kitab Muwaththa’-nya mentakhrij sebuah hadits dari Nafi’, ia berkata, “Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma dahulu mandi pada hari Iedul Fithri sebelum mendatangi tempat shalat”. Dan di antara bentuk takbir yaitu yang telah tetap dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu, bahwasanya ia bertakbir pada hari-hari tasyriq (dengan membaca):.
Berdasarkan hadits ‘Ali radhiyallahu’anhu, ia berkata, “Termasuk dari ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah keluar pada hari raya dengan berjalan kaki”. Berdasarkan hadits Jabir radhiyallahu’anhu, dia berkata, “Dahulu pada hari raya, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam melalui jalan yang berbeda (untuk pergi dan pulangnya)”.
Berhati-hatilah wahai saudara muslim untuk tidak terjatuh ke dalam pelanggaran syari’at yang sering dilakukan sebagian manusia pada dua hari raya tersebut.
Ma’asyirol muslimin wal muslimat, semoga Allah Ta’ala senantiasa menganugerahkan keistikamahan kepada kita sampai akhir hayat. Karena dalam lafaz takbir yang kita ulang-ulang pada hari raya Idulfitri ini mengandung kalimat tauhid,.
Hari raya Idulfitri mengandung pesan agar kita selalu beribadah dengan tata cara yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sesungguhnya di antara maksud berhari raya Idulfitri adalah agar kita dapat bersyukur kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Kita bersyukur kepada Allah ‘Azza wa Jalla atas kemudahan bisa berpuasa Ramadan dan melakukan amal ibadah lainnya. Maka mari kita syukuri nikmat melandainya Covid-19 ini dengan taat melaksanakan perintah-perintah Allah Ta’ala dan menghindari larangan-Nya, bukan justru bebas melakukan maksiat! Jadi, pesan hari raya Idulfitri ketiga adalah bersyukurlah kepada Allah Ta’ala dengan mengesakan-Nya dan taat kepada-Nya! Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berkhothbah Idulfitri memberi nasihat secara khusus untuk kaum muslimah.
Berhari raya dengan bergembira atas silaturahmi, saling memperkuat persatuan, dan persaudaraan Islam di antara mereka.