Shalat Di Rumah Orang Non Muslim. BincangSyariah.Com – Dalam sebuah kesempatan, pernah ada seseorang yang bertanya mengenai hukum beribadah di rumah non muslim. Tidak masalah bagi kita melaksanakan beribadah di rumah non muslim selama tempat yang dijadikan untuk melaksanakan shalat bersih dan suci dari najis, dan juga tidak ada patung di dalamnya.
Bahkan menurut sebagian ulama, bukan hanya di rumah non muslim yang boleh, namun juga di tempat ibadah mereka pun boleh melaksanakan shalat, asalkan bersih dan suci dari najis, dan tidak ada patungnya. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, Abu Musa dan Jamaah.
Adapun jika ada patungnya, maka shalat di rumah tersebut tetap boleh dan sah, hanya saja hukumnya makruh.
Dibolehkan shalat di rumah orang Kristen atau pemeluk agama lainnya, berdasarkan keumuman sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,. “Dan dijadikan untuku bumi sebagai masjid dan bersuci, dimana saja seseorang dari umatku mendapatkan shalat, hendaknya dia menunaikan shalat.” HR. As-Sindy rahimahulllah berkata, “Hadits ini bermakna bahwa bumi itu seluruhnya adalah tempat shalat, kecuali ada petunjuk bahwa shalat di sana dimakruhkan atau tidak sah, maka tempat itu dikhususkan makruh atau tidak sah untuk shalat.” (Hasyiah As-Sindi Ala Shahih Al-Bukhari, 1/140).
Umar radhiallahu anhu berkata, ‘Kami tidak masuk gereja-gereja kalian karena adanya patung-patung di dalamnya. Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Ucapannya, ‘Bab shalat di bi’ah’ Bi’ah adalah tempat ibadah bagi seorang pendeta, ada juga yang mengatakan bahwa dia adalah gereja orang Kristen.
Pendapat kedua yang lebih dijadikan patokan, maka termasuk makna bi’ah adalah gereja, sekolah, kuil, rumah patung, rumah api dan semacamnya.” (Fathul Bari, 1/531. Jika shalat di gereja dianggap sah, maka lebih utama lagi sahnya jika dilakukan di rumah seorang Nashrani atau non muslim lainnya. Apakah shalat saya sah karena dilakukan di rumah mereka? Benar, shalat anda sah, semoga Allah semakin menambah ketaatan anda, khususnya dalam melakukan shalat lima waktu pada waktunya. Anda wajib berusaha melakukannya secara berjamaah dengan meramaikan masjid jika hal itu memungkinkan bagi anda.”.
Adapun kalau tinggal di rumahnya untuk bertamu, menemani dan mengenal antara keduanya, maka hendaknya tidak dilakukan kecuali dalam kondisi terpaksa dan tuntutan yang sifatnya suatu keharusan. الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ (رواه أبو داودظ، رقم 4833 وحسنه الألباني في "صحيح أبي داود" وغيره).
Dalam kitab ‘Aunul Ma’bud’ dikatakan, “Memperhatikan dan melihat secara seksama orang yang menjadi teman dekatnya. Siapa yang agama dan akhlaknya dia percaya, maka jadikan teman dekatnya. Siapa yang agama dan akhlaknya tidak dipercaya, maka jauhilah karena tabiat itu akan mengikutinya.”.
Kecuali ada dalil yang menunjukkan pengecualiannya seperti kuburan, kamar mandi, kandang unta. Maka Umar dan Ibnu Abbas tidak memakruhkan hal itu kecuali karena di dalamnya ada patung.”.
Lembaga fatwa Mesir Dar al Ifta me nyebutkan, prinsip hubungan antara Muslim dan non-Muslim adalah hidup berdam pingan dalam damai. Menurut Dar al Ifta, tidak ada larangan hukum untuk mengunjungi gereja dengan tujuan mengadvokasi dan memperkenal kan Islam atau memberikan pujian pada kesempatan tertentu dalam batas-batas syariah.
Salah seorang ulama Saudi, Abdullah bin Sulaiman Al-Manea, mengungkapkan, jika Muslim bisa melakukan shalat di gereja atau sinagoge. Anggota Dewan Ulama Senior itu mencontohkan, dalam berhubungan dengan non-Muslim, Rasulullah SAW menerima utusan kaum Nasrani Najran di masjidnya.
Umar yang datang ke Yerussalem setelah Amr bin Ash menaklukkan negeri para nabi itu ditawari shalat di Gereja Makam Suci oleh Uskup Sophronius.
Sejak dulu masalah seperti ini sudah dibicarakan oleh para ulama, karena memang umat Islam sejak dulu juga tidak pernah hidup sendirian tanpa ditemani kerabatnya dari kalangan agama yang berbeda. Perihal hukum seorang muslim yang masuk ke gereja atau sinagog, ulama berbeda pendapat menjadi tiga kelompok pendapat, yakni makruh, boleh secara mutlak, namun makruh jika melakukan sholat di dalamnya, dan haram jika ada patungnya, dan harus dengan izin.
gereja atau sinagog dan tempat ibadah agama lain tidak diharamkan sama sekali. Tapi tidak ada satu pun hadits atau perkataan sahabat yang mengharamkan masuk kandang-kandang itu.
Ini pendapat yang dipegang oleh kebanyakan ulama dari madzhab Maliki dan Syafi'i juga Hanbali. Tidak ada larangan untuk memasuki gereja atau juga tempat ibadah agama lain. Selain apa yang diriwayatkan dari sayyidina Umar tentang turunnya murka Allah pada perayaan ritual semacam itu.
Posisinya sebagai orang yang dikenal sangat jujur, gelar sejak kecil tidak pernah dicabut meski Rasulullah saw. Ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, di tangan beliau masih banyak harta titipan milik orang-orang kafir yang harus dikembalikan terlebih dahulu.
Rasulullah SAW dan Abu Bakar menyewa seorang guide profesional untuk mengantarkan mereka berdua hingga tiba ke arah Madinah, Abdullah bin Uraiqidz, yang nota bene bukan muslim. Mencermati data-data sejarah tersebut memperlihatkan sikap dan tindakan Rasulullah SAW telah mempraktikkan bermuamalah dengan non muslim.
Artinya tidak ada larangan apapun berhubungan secara sosial selama dalam koridor mampu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Hanya saja prinsip-prinsip hubungan (muamalah) harus terpenuhi, seperti kesetaraan, kejujuran, kepercayaan, keadilan, transaksi pada hal yang di bolehkan dalam Islam, dan lain-lain.